» » Lasusua, Kahar Muzakkar dan Gaya Singapura

Lasusua, Kahar Muzakkar dan Gaya Singapura

Penulis By on 12 May 2010 | 1 comment

Lasusua, sebuah kota kecil diperbatasan provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, kini telah menjadi sebuah ibukota Kabupaten yang baru sekitar 5 tahun lalu dimekarkan. Namanya Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Provinsi Sulawesi Tenggara, pemekaran dari Kabupaten Kolaka, yang dikenal sebagai ‘daerah dollar’-nya Sulawesi.
Meski status kota kecil, Lasusua dan wilayah Kolaka Utara lainnya benar-benar sebuah daerah kaya di Indonesia. Alamnya yang subur, tanahnya mngandung nikel, lautnya yang mempesona, sungguh sebuah anugerah besar. Paling tidak, saat krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998-1999, wilayah ini justru mengirimkan jemaah haji yang jumlahnya mencapai dua ribuan orang. Padahal saat itu, satu daerah di Indonesia, mengirim jamaah haji puluhan orang saja adalah sebuah kelangkaan.

Menuju Lasusua, memang butuh waktu dan perjalanan panjang, sebab akses melalui jalur udara belum ada. Untuk mencapai kota ini, ada dua cara, melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur darat, bisa melalui Kota Kendari menuju Kota Kolaka yang jaraknya sekitar 150 Km, selanjutnya dari Kota Kolaka menuju Lasusua menempuh perjalanan sekitar 137 Km. Panjang dan melelahkan memang, tetapi panorama dan sejuknya alam akan menghibur perjalanan Anda, belum lagi jika Anda mampir di Sungai Tamborasi, sungai terpendek di dunia, tentu menjadi pengobat kepenanatan perjalanan Anda.

Untuk jalur laut ini yang paling simpel. Dari Kota Makassar Sulsel naik kendaraan menuju Siwa Kabupaten Wajo. Disalah terdapat jalur pelayaran Fery Siwa-Lasusua yang dapat ditempuh dalam waktu empat jam, atau naik kapal cepat (fiber) yang dapat ditempuh hanya 1,5 jam lamanya. Namun, Anda tidak perlu ragu dengan kebutuhan perjalanan Anda nantinya sebab di Lasusua, kebutuhan standar itu banyak tersedia, maklum Lasusua adalah kota kecil yang dikeributi para pedagang, baik dari Jawa, Makassar, Kendari dan kota-kota lainnya di Sulawesi Tenggara. Hanya memang, jika Anda seorang wanita, maka bahan kosmetik pelindung kulit perlu disediakan, sebab Lasusua terbilang ekstrim dengan cuacanya. Sangat panas. Maklum, udara laut yang menghembus kedarat terbentur pengunungan yang membentang sangat panjang, belum lagi ‘hawa tanah’ yang naik kepermukaan karena derap pembangunan yang terus dipacu dari waktu ke waktu.

Markas Perjuangan Kahar Muzakkar
Jika menggali unsur kesejarahan Kabupaten Kolaka Utara, maka wilayah ini tak pernah lepas dari cerita dan sepak terjang seorang Kahar Muzakkar. Seorang gembong DI/TII, yag dikenal sebagai mantan militer yang dekat dengan Presiden Soekarno. Kahar, dikenal sebagai sosok pemberontak yang justru menjadi ‘pahlawan’ bagi warga Lasusua dan Kolaka Utara pada umumnya. Bahkan, disana beberapa orang mantan kepercayaan Kahar Muzakkar beranak pinak di sini. Bahkan di kawasan ini pula, warga percaya bila Kahar masih punya istri, namun tidak memiliki anak.

Saking pesona Kahar Muzakkar telah terpatri dalam jiwa para tetua di Kolaka Utara, maka jangan sekali-kali mengatakan Kahar Muzakkar telah meninggal dunia, sebab ‘orang-orang tua’ disini pasti membatahnya dan mengatakan, “Siapa bilang Kahar telah meninggal?” begitu ungkapannya.
Bagi para tetua Kolaka Utara, Kahar Muzakkar, seorang muballig, seorang yang sakti, dan dikenal sangat perkasa. Berita kematian bahwa Kahar Muzakkar telah tertembak peluru Eli Sadeli (seorang pasukan siliwangi saat jaman pergerakan kemerdekaan), di sebuah kawasan di Kendari Utara (kini Konawe Utara) sama sekali tidak dipercaya. Ada anggapan, jika yang tertembak it bukanlah Kahar, bahkan ada yang menganggap mayat yang diperlihatkan militer Siliwangi saat itu hanyalah gedebok pisang.

Kepercayaan itu, karena warga disana sering menyaksikan kesaktian Kahar Muzakkar. Ada yang bertutur, bahwa pernah Kahar di jumpai menjadi imam Sholat Jumat di sebuah Masjid di Kolaka Utara, namun masyarakat suku Moreonene yang berdiam di Watubangga (Kolaka Selatan) yang jaraknya kurang lebih 200 km dari Kolaka Utara juga mnyaksikan Kahar Muzakkar memimpin Jumatan di masjid mereka. Artinya, dalam waktu yang bersamaan, jarak sangat berjauhan, Kahar telah memperlihatkan dirinya sebagai Imam Masjid. Benarkah? Wallahu alam bissawab. Yang pasti, Kahar Muzakkar, telah menjadi bagian dari cerita panjang orang Kolaka Utara.

Lalu kemana Kahar Muzakkar menurut kepercayaan orang-orang Kolaka Utara? Ada yang mengganggap, Kahar lari menuju Malaysia, ada pula yang menyebut ke Brunai Darussalam. Yang lebih ekstrim, ada yang menggap tokoh Malaysia, Datu Mussa Hitam, dipercayai sebagai Kahar Muzakakkar.

Pernah ada seorang ulama kesohor dari Malaysia datang ke Kolaka dan Kolaka Utara, dan sempat membawa ceramah terbuka di Lapangan Sepak bola. Ulama itu (maklum namanya terlupakan), konon berapa kali memperlihatkan ‘karomahnya’ yang dipercaya sebagai kesaktian Kahar Muzakkar. Saking melekatnya kepercayaan orang Kolaka Utara terhadap Kahar, maka ulama itu sendiri disebut oleh orang-orang tertentu sebagai jelmaan kahar Muzakkar. Wah..!!
Lepas dari cerita panjang Kota Lasusua dan keberadaan Kahar Muzakkar disana, saya sendiri mencoba mengusulkan pada orang-orang dekat Bupati Kolaka Utara, Rusda Mahmud, untuk membuatkan monumen Kahar Muzakkkar di Kota Lasusua, sebagai salah satu ikon kota, dan tentunya mengenang sepak terjang tokoh kontraversial itu.

Bergaya Singapura
Semenjak menjadi ibukota Kabupaten Kolaka Utara, dan dipimpin pasangan Rusda Mahmud sebagai Bupati dan wakilnya Ny. Hj Zahariah sebagai Wakil Bupati, Kota Lasusua terbilang kota tercepat di Sulawesi Tenggara dalam membangun infrastruktur perkotaannya.dibawah kepemimpinan sang Bupati, yang kini berjalan di tahun ketiga, Lasusua sungguh memperlihatkan pesonanya.

Bangunan megah kantor Bupati dan DPRD diperbukitan seolah menjadi lambang kemegahan Lasusua memandang lepas kearah lautan. Jalanpun dibuat lurus membentang kebibir pantai, dan berdiri megah Masjid Agung yang seolah menjadi pintu Gerbag Utama Kota Lasusua. Dalam konsep Bupati, Masjid Agung ini dibangun ala Brunai Darussalam, dan bakal menjadi masjid terbesar di Sulawesi Tenggara.

Antara Kantor Bupati dan Masjid Agung, dalam luasan ratusan hektar terbangun beberpa fasilitas pendukung dalam lingkaran besar, mulai dari showroom, mall, guesthouse, hingga wisma-wisma VIP, yang dikelilingi beberapa perkantoran pemerintahan, yang menyerupai struktur bangunan ala negara Singapura. Konsepnya, Lasusua akan dijadikan kota dagang ala Singapura. Bahkan, beberapa desain bangunan disana juga dibangun ala bangunan-bangunan Singapura, meski bangunannya tidak berbentuk menara tinggi yang menjulang ke angkasa.

Pengakuan beberapa jurnalis yang bekerja disana menyebutkan bila kentalnya aroma Singapura atas bangunan-bangunan di Kolaka Utara khususnya di Lasusua, mungkin adalah hasil ‘perguruan’ sang Bupati di Singapura, yang konon pernah selama beberapa bulan ‘berguru’ di negara yang didirikan Sir Stamford Rafless itu. Hebat..!!
Sayang seribu sayang, kepiawaian Sang Bupati membangun negerinya kini kesandung kasus hukum, yang bakal menggoyang langkah Bupati menuju kursi dua periode. Korupsi? “Bukan, konon masalahnya Bupati pernah terlibat kasus hukum sebelum menjadi Bupati, tapi itu hanya politik” begitu kata rekan Jurnalis saya disana.

Tapi apapun cerita, masyarakat Lasusua dan Kolaka Utara yang terdiri dari suku Bugis, Makassar, Toraja, Mekongga dan Bugis Luwu umumnya bukanlah masyarakat yang latah dengan politik. Mereka lebih konsentrasi dengan hasil perkebunan kakao di kebun masing-masing, yang pengasilannya jauh melebihi pendapatan PNS umumnya. “Orang Kolaka Utara berterima kasih sama Pak Bupati yang sudah mebangun Kolaka Utara dengan cepat, kami tak urus politik, untuk apa? Lahan Kakao kami masih lebih baik deari pada urus politik, Pak Rusda saja jadi Bupati sudah sangat bagus,” ujar Mustafa, warga Lasusua. (**)

Baubau, 12 Maret 2010
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments

1 komentar:

Hasan June 7, 2012 at 10:06:00 AM GMT+7

artkelnya keren pa, tapi kayaknya perlu di update lagi