» » Riset Etnometodologi

Riset Etnometodologi

Penulis By on 16 July 2010 | No comments

PENELITIAN ETNOMETODOLOGI
oleh : Hamzah Palalloi

I. Pengertian,Sejarah,dan Tujuan Penelitian Etnometodologi.

Etnometodologi mempunyai pengertian sekumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur serta pertimbangan (metode) yang mana masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana meraka menemukan jati diri. Penelitian etnometododologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan kata hidup mereka sendiri[1].

Penelitian etnometodologi pertama kali ditemukan dan dipraktekkan secara langsung oleh Harold Grafinkel pada tahun 1950-an. Pada waktu itu Grafinkel melakukan di sebuah toko,di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut. Sementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif.

Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya.

Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa.

Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari[2].

Latihan pertama (responsif) adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya. Latihan kedua (provokatif) dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut. Sementara latihan ketiga (suberrsif) adalah menyuruh mahasiswanya untuk tinggal di rumah mereka masing-masing dengan berprilaku sebagai seorang indekos.

Lewat latihan-latihan ini orang menjadi sadar akan kejadian sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi dari Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akal sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi sedemikian[3].

Seringkali orang beranggapan bahwa etnometodologi merupakan suatu metodologi baru dari etnografi,padahal kedua pengertian dari kedua penelitian itu jelas-jelas berbeda. etnografi penelitian yang menggambarkan seluruh dimensi (kehidupan) dari satu komunitas budaya (semua anggota budaya menjadi partisipan penelitian). Sedangkan etnometodologi berkaitan dengan metode penelitian yang mengamati perilaku individu dalam mengambil tindakan yang disadarinya, cara mengambil tindakannya atau cara mereka belajar dalam mengambil tindakan itu.

Etnometodologi merupakan kelompok metode dalam ranah penelitian kualitatif yang memusatkan kajiannya pada realita yang memiliki penafsiran praktis[4]. Termasuk dalam penelitian kualitatif karena penelitian etnometodologi menghasilkan data yang bersifat deskriptif, yakni data yang berasal dari pengamatan terhadap suatu ucapan,tulisan dan perilaku subyek yang diamati.

II. Tujuan dan Hasil Penelitian Etnometodologi.


Penelitian etnometodologi dilakukan bertujuan
  1. Untuk peneliti dapat mengerti,mengubah dan menampilkan kenyataan baru berdasarkan lingkungan harian yang diinginkan dari objek penelitian (orang/kelompok yang diteliti).
  2. Tujuan penelitian etnometodologi juga sudah tertulis diatas,yaitu untuk menyadari bahwa adanya dunia yang dihidupi oleh masing-masing orang, tapi tanpa disadari orang-orang tidak pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi sedemikian.
  3. Selanjutnya,penelitian etnometodologi mempunyai hasil berupa program atau prinsip perubahan dan pembaharuan[5].

III. Jenis-jenis Penelitian Etnometodologi.


Penelitian Etnometodologi memiliki berbagai varian atau jenis,antara lain:
  1. Studi setting institusional,yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan dengan setting atau menggunakan suasana rumah sendiri yang di kemudian hari perlakuan-perlakuan yang telah dilakukan dengan setting rumah akan diterapkan di berbagai fasilitas umum,seperti klinik,kantor,dan lain-lain.
  2. Analisis percakapan,yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui struktur dan ciri khas bahasa yang digunakan yang dilihat dari segi sosial.

IV. Langkah-langkah Penelitian Etnometodologi
.

Pada bagian pengertian,sudah dijelaskan mengenai langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian metodologi,yaitu:
  1. Latihan Responsif,adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya.
  2. Latihan Provokatif,adalah dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut. Latihan provokatif sedikit mendekati kepada Analisis Percakapan.
  3. Latihan Subversif,adalah dengan menyuruh orang untuk tinggal dirumahnya sendiri,namun dengan perilaku seperti tinggal bukan dirumah sendiri.

[1] Lihat http://www.scribd.com/doc/6559199/etnometodologi
[2] Lihat http://kanisehakwain.blogspot.com/2008/05/etnometodologi-dalam-penelitian.html
[3] Lihat http://kanisehakwain.blogspot.com/2008/05/etnometodologi-dalam-penelitian.html
[4] Lihat ttp://faridhamidbsa.blogspot.com/2009/01/etnometodologi.html?zx=711c51dc35c21a7e
5] Lihat http://www.scribd.com/doc/6559199/etnometodologi
================
Etnometodologi: Biarkan objek berbicara

Etnometodologi berangkat sebagai sebuah kritik terhadap bias positivisme dalam penelitian sosiologi. Pemahaman terhadap fenomena sosial tidak cukup berhenti pada penarikan kesimpulan terhadap sebab-musabab gejala sosial tanpa memperhatikan aspek internal individu. Fakta sosial merupakan produksi dari tindakan interpretatif individu sebagai respon terhadap kehidupan (Lincoln dan Denzin, 2009, hlm. 337). Etnometodologi berkeinginan untuk melakukan suatu studi ilmiah yang bertujuan untuk memahami alam pikir individu (local rationalities) dalam tindakannya di kehidupan sehari-hari (Ten Have, 2004, p. 17).

Situasi atau realitas sosial dibebaskan untuk berbicara tentang dirinya sendiri dan tugas peneliti cukup menyimak dan melukiskan apa yang terjadi. Etnometodologi berusaha menghindari pemerkosaan atas realitas yang dilegitimasi oleh metode ilmiah sehingga absah demi ilmu. Kolonisasi melalui metode ilmiah berusaha dilawan sehingga yang “liyan” mampu bersuara atas dirinya sendiri dan bukan hanya pasrah menerima klasifikasi asing. Sebagai sebuah keharusan bahwa penelitian etnometodologi mensyaratkan waktu yang panjang dan energi yang cukup untuk mampu terserap ke dalam kehidupan keseharian objek kajian. Data yang diperoleh pun bukan hanya yang bersifat formal namun peneliti mampu menangkap nuansa, konteks, dan temuan non verbal. Argumen-argumen yang dibangun oleh penulis dalam memahami etnometodologi banyak mengutip Harold Garfinkel dimana lewat “magnum opus” nya: studies in ethnomethodology (1967) menempatkan dirinya sebagai teoritisi terdepan dalam bidang keilmuan ini.

Wawancara jamak digunakan sebagai cara memperoleh data dalam penelitian-penelitian kualitatif. Wawancara dinilai mampu menggali informasi dan opini yang bisa dijadikan sebagai asumsi kebenaran suatu realitas. Opini dari narasumber diyakini adalah pengakuan jujur atas alam pikiran yang dijadikan sebagai motif dari tindakan-tindakan sosial individu. Akan tetapi wawancara dalam etnometodologi dimengerti dalam makna yang agak berbeda. Wawancara formal penting sebagai cara memperoleh data namun tidak bisa dijadikan sebagai sumber utama (2004, hlm. 56). Data bukan hanya hasil jawaban narasumber terhadap pertanyaan yang diajukan pewawancara namun proses wawancara itu sendiri merupakan sebuah data yang harus dianalisa pula.

    “When they do study interviews, these are taken as a topic rather than as a resource, that is, interviews may be studied as objects in themseleves, to see how they are produced, but rarely in order to collect information on phenomena ‘outside’ the interview context.” (Ten Have, 2004,p.56)



Fokus kajian dari etnometodologi bukan hanya “orang” atau “people” sebagai kediriannya yang tunggal namun sebagai angggota atau bagian dari sebuah struktur luaran yang lebih luas entah itu masyarakat atau bentuk yang lain. Sehingga wawancara bukan hanya untuk mengetahui jawaban-jawaban terhadap pertanyaan namun aturan atau struktur yang membuat individu (orang) tersebut memproduksi tindakan-tindakan atau jawaban tersebut.

Wawancara sebenarnya cukup krusial sebagai cara memperoleh informasi. Asumsi dari metode wawancara adalah narasumber akan jujur menjawab pertanyaan dan menceritakan motif dibalik setiap tindakannya. Namun Irving Goffman lewat konsep dramaturginya telah mengingatkan kita bahwa individu seperti layaknya para aktor di panggung sandiwara. Apa yang ditampilkan di muka publik belum tentu sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada diri individu tersebut. Etnometodologi mencoba mengisi dilema tersebut dengan menitikberatkan bahwa poin penting dari wawancara bukan hanya dari jawaban terhadap pertanyaan namun “nuansa” ketika proses wawancara itu berlangsung.

Buku ini ditutup den penjelasan tentang bagaimana melakukan studi penelitian dengan menggunakan etnometodologi. Penggambaran tentang bagaimana proses penelitian berlangsung, pelaporan hasil penelitian, dan yang paling penting adalah bagaimana melatih sensibilitas peneliti dalam riset etnometodologi. Penelitian etnometodologi tidak memiliki prosedur teknis yang baku dan pakem. Namun hal ini justru merupakan keunggulannya karena fleksibel dalam operasionalnya di lapangan sehingga sangat mendukung eksplorasi terhadap data dan kasus.

Dalam bagian akhir di setiap bab selalu disertakan ringkasan dari poin-poin penting dan literatur-literatur yang direkomendasikan untuk dibaca agar lebih memperdalam materi. Ringkasan mengingatkan pembaca akan pokok-pokok pikiran bab terkait. Rekomendasi bacaan penting untuk pembaca yang ingin memperdalam subjek kajian sehingga diharapkan mampu memperkaya wacana. Dua hal tersebut menjadi nilai tambah buku ini selain substansi. Buku ini layak dijadikan referensi bagi para mahasiswa, peneliti dan akademisi. (Yogi Setiya Permana)

Daftar Pustaka
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. Handbook of Qualitative Research (Terj:Dariyantno dkk.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments