Kantor KPU yag lg direnovasi |
Suasana menuju ruang kerja anggota KPU |
Tiga hari lalu, menemani seorang rekan KPUD asal Sulawesi Tenggara, Saya menyempatkan diri berkunjung ke secretariat KPU pusat yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Menteng Jakarta Pusat. Sebagai orang daerah, tentunya menjadi kebanggaan apabila bisa menyempatkan diri masuk ke lembaga pengatur Pemilu di negeri ini, apalagi bisa diterima langsung oleh salah seorang komisioner yakni Bapak Syamsul Bahri. Rasanya selangit. Maklum, bertemu pejabat public sekelas Syamsul Bahri, tentu bukan perkara mudah. Biasanya repot dengan persoalan protokoler. Apalagi posisi saya kala itu berstatus hanya ‘menemani’ seorang rekan.
Bagi orang daerah, masuk ke secretariat KPU ibarat masuk Istana Negara. Tapi kali ini kami begitu mujur. Cukup melapor ke piket security, langsung diberi ‘kartu tamu’. Modal itulah yang memudahkan akses melengok kantor yang terdiri dari empat lantai itu. Saya juga sempat bertanya dalam hati, “Sebegitu mudah-kah akses masuk ke lembaga yang melahirkan Presiden di negeri ini? Mungin saja, tidak kegiatan penting, sehingga Sayapun bisa ‘memantau’ apa yang terjadi di dalam sekeretariat KPU itu.
Suasana ruang kerja Bpk Syamsul Bahri-anggota KPU |
Saat diterima Bpk Samyul Bahri diruang kerjanya |
Awalnya rekan saya mengajak untuk ‘audiens’ dengan Saut Sirait, Komisioner KPU yang menggantikan Andi Nurpatti. Namun karena kesibukannya, kami urungkan niat. “Baiknya kita ketemu Pak Syamsul (baca: Samsul Bahri) saja, beliau itu Kordinator wilayah Sulawesi,” kata rekan KPUD tersebut.
Niat itu kesampaian, setelah ‘mutar-mutar’ di ruang VIP para komisioner, akhirnya dalam waktu yang tidak terlalu lama, staf Pak Syamsul Bahri memberi waktu pada kami berdua untuk bertemu. Saya pun harus memberi apresiasi dengan pelayanan ini.
Sekitar 15 menit lamanya kami ‘ber-audiens’ dengan pak Syamsul seputar persoalan KPUD di daerah. Dengan petunjuk Pak Syamsul, akhirnya rekan kami dipersilahkan menemui seorang pejabat secretariat bagian hukum, sekedar memperoleh penjelasan hukum tentang produk Mahkamah Konstitusi.
Di bagian Hukum inilah ‘ketidak-nyamanan’ itu diperoleh. Bukan hanya ‘dioper’ pada salah seorang Kasubag untuk mendapatkan penjelasan, tapi suasana diruangan itu seolah ‘sumpek’ dengan asap rokok. Ketika rekan saya asyik brdiskusi dengan petugas yang ditunjuk, Saya mengamati sejumlah staf disana dengan asyiknya mengepulkan asap rokok diruangan yang full AC tersebut. Saya tidak tahu, apakah ini kebiasaan atau bukan, tetapi Suasana ruang kerja, bagi Saya yang juga perokok, bukanlah suasana yang nyaman. Apalagi tamu atau staf yang bukan perokok.
Ruang kerja Bagian Hukum yang ber-AC itu namun penuh asap rokok |
Inilah potert staf bangian hukum yang merokok diruang AC itu |
Saya juga memperhatikan beberapa sudut-sudut dinding, manakala ada peringatan dilarang merokok, Saya juga tidak menemukannya. Saya berkesimpulan, merokok di ruangan ber AC di Bagian Hukum KPU adalah sesuatu yang biasa. Sama biasanya merokok diruang-ruang bebas udara, seperti di kantin atau di depan Media Center KPU.
Gedung KPU juga memprihatinkan
Bukan hanya budaya merokok diruangan ber-AC yang menarik bagi Saya. Tetapi juga kondisi gedungnya. Memang, gedung berlantai empat ini dalam tahap renovasi. Itu terlihat dibagian depan gedung yang memang sementara dibenahi. Tapi Saya melihat bila gedung ini hanya sekedar ‘dibedaki’ untuk mempercantik tampilan dari luar. Entah benar atau tidak, Saya kurang paham, sebab dibagian interior gedung, tidak terlihat adanya aktifitas pembenahan seperti di luar gedung.
Dinding ruang KPU yang telah mengelupas dan nampak kotor (foto-foto : Hamzah) |
Padahal dibeberapa dinding terlihat retak, bahkan menurut Saya suasana interior gedung KPU tidak layak untuk lembaga sekelas lembaga Negara ini. Bahkan terkesan sangat kotor di beberapa ruangan, khususnya di ruang-ruang staf, dilantai 2, 3 dan 4.
Memang ruang para komisioner dan petinggi KPU lainnya terbilang eksklusif, namun secara totalitas, gedung ini terbilang tidak memadai bila dibandingkan dengan gedung - gedung Negara lainnya, seperti Bawaslu di kawasan Thamrin, gedung Mahkamah Yudisial di Kramat Raya, dan beberapa gedung-gedung kementrian di kawasan Jalan Merdeka.
Melalui tulisan sederhana ini, tentu ada beberapa hal yang menjadi catatan penting bagi Saya, diantaranya kebiasaan merokok di ruang ber-AC, nampaknya perlu menjadi perhatian bagi petinggi KPU, dan lebih penting dari itu fasilitas gedung KPU ini nampaknya perlu ditinjau lagi oleh pihak yang berwenang. Saya pun sempat bertanya pada rekan Saya. “Beginikah situasi gedung yang telah melahirkan Presiden Negara ini?” wallahu alam bissawab. Saya hanya bisa menulis.
Cikini, 22 Oktober 2010