Rasanya bicara petani di Kota Jakarta di era saat ini tentu barang yang aneh. Tidak ada lagi cangkul dipikul dan bakul yang digendong. Warganya sibuk alih profesi di sector jasa. Baik jasa ‘ulur tangan’ hingga jasa ‘daging mentah’. Lainnya disektor perdagangan, industri, pemerintahan, militer, dan lain-lain. Yang pasti, kalau Anda bertanya tentang apa itu petani bagi anak-anak Jakarta, maka sudah pasti mereka hanya menjawab dengan hayalan.
Untung saja ada Tugu Tani di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat yang mengingatkan anak-anak itu tentang karakter seorang petani. Mungkin ketika tugu ini dibangun, tujuannya mengingatkan karakter Indonesia sebagai Negara agraris. Tapi sekarang sudah lain. Tugu ini seolah menjadi symbol kemiskinan, kemelaratan ditengah Kapitalisme Jakarta.
Tugu Tani yang terkepung kendaraan dan gedung (foto :zah) |
Saksi bisu kapitalisme (foto : zah) |
Setiap harinya, Sang ‘petani’ dikepung arus lalu lintas yang begitu padat, tubuhnya hanya bermandi polusi kendaraan yang sibuk entah kemana. Sepasang petani ini juga seolah menyaksikan kekejaman dan ketidakadilan Jakarta. Bahkan kepongahan gedung-gedung pencakar langit disekitarnya.
Hely Bos Arya Duta
Andai saja ‘Tugu Tani’ ini juga bicara, maka setiap harinya Ia akan berkata. “Noh liat keatas, Bos Arya Duta datang lagi dengan Helikopternya”. Saya sendiri sempat berpikir, betapa kayanya ‘Sang Bos’ Arya Duta ini. Bagaimana tidak, cerita bila Bos Arya Duta dari rumah ke kantor menggunakan Hely ternyata benar. Saya telah menyaksikannya, Selasa Sore ini (26/10), sebuah Hely meliuk-meliuk di angkasa tanpa macet. Kemudian mendarat mulus di puncak Hotel Arya Duta.
Heli 'Bos' Hotel Arya Duta sesaat sebelum mendarat (foto: zah) |
Penasaran, tentang siapa Sang Bos itu? Percuma. Untuk apa? Yang Saya tahu, Bos Arya Duta bermukim di BDS Tanggerang, dan bila ke Hotelnya, pasti menggunakan Helykopter. Beda dengan kami, yang hanya bisa naik Oplet, Bajaj, Metromini, Ojek bahkan mungkin jalan kaki.
Saya cemburu, kapan juga bisa menikmati perjalanan dari rumah ke kantor pakai Hely? Mungkin suatu saat nanti. Tapi andai saja Sang Bos mau ‘mendermakan’ biaya perjalanannya sehari dalam sepekan kepada orang miskin Jakarta, maka sungguh Sang Bos Arya Duta ini, punya amaliah yang tidak terkalahkan. Mudah-mudahan.
Yang pasti Saya hanya bisa memotretnya dengan kamera ‘pocket butung’ ini, bagaimana nasib Bapak dan Ibu Tani Cikini, dan juga gemuruh Hely sang Bos Arya Duta. Maaf Saya belum bisa bercerita panjang. Tapi mungkin foto ini bisa mewakili cerita singkat ini. (**)
Cikini sehabis Jalan Kaki, 26 Oktober 2010