SAYA amat bangga memiliki seorang kawan dari Provinsi Bangka-Belitung (Babel). Namanya Ishak Holidi. Seorang keturunan etnik Tionghoa yang ke-Melayu-annya terlihat amat kental. Kebanggaan itu bukan karena ia seorang politisi yang kini menapak jalan menuju kursi DPRD Provinsi Babel di Pemilu 2014 mendatang, tetapi peragainya yang jarang dimiliki seorang politisi, ikhlas, penuh canda dan selalu punya semangat untuk maju. Hampir tiga tahun saya melihat perangai Pak Ishak tanpa luntur sedikitpun.
Sebagai kawan selama menempuh perkuliahan ‘magister ilmu komunikasi’ di Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta, Saya merasa perlu menulis dalam blog pribadi saya sekaligus ungkapan terima kasih atas perkawanannya selama ini. Ungkapan yang sebenarnya ingin mengulas ‘panggung belakang’ Pak Ishak sebagai sosok yang tidak hanya menghabiskan waktunya di dunia politik, tetapi ia juga mampu membekali diri dengan ‘semangat sekolah’ untuk meraih gelar master. Padahal secara finansial, anggota DPRD Kabupaten Belitung asal Partai Golkar ini, sebenarnya cukup dengan gelar sarjana ekonomi yang disandangnya, cukup dengan usaha ‘warkop’ yang digelutinya di Belitung sana, dan cukup dengan posisi sebagai wakil rakyat di wilayahnya. Tak perlu ia ‘jauh-jauh’ menuju legislatif provinsi.
“Ini perintah partai Pak Ketua, saya harus loyal untuk bersaing di DPRD Provinsi Babel,” ujar Pak Ishak via ponsel pada saya dengan panggilan Pak Ketua. Sebutan yang melekat pada saya sejak menduduki posisi ketua forum mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan saya, yang sebenarnya merupakan sebutan yang tidak tepat lagi saat ini, sebab setahun lalu saya lebih dulu ‘selesai’. Namun begitu, Pak Ishak sepertinya selalu menganggap saya teman sebangku yang selalu ada disisinya untuk diajak berbagi. Ya itulah Pak Ishak. Saya hanya bisa tersenyum.
Di kelas, Pak Ishak bukanlah sosok yang selalu membawa-bawa egoisme pribadinya sebagai anggota dewan, meski kerap jadi candaan dan kerjaan teman-teman, tatkala membahas partai golkar, atau membahas masalah politik di tanah air. Maklumlah, kami konsentrasi di jurusan komunikasi politik. Tetapi ia tetap memposisikan diri sebagai mahasiswa meski tetap membela nama besar partainya dengan cara yang santun. Tak sekalipun ia berkata kasar, mencari kambing hitam, atau memojokkan partai lain. Bagi saya, Pak Ishak Holidi, sosok politisi yang mengerti dimana ia harus berbicara lantang, dan dimana ia harus menguji nilai-nilai akademik yang dimilikinya. Sesuatu yang amat jarang dimiliki para politisi di negeri ini.
**
Sebagai kawan selama menempuh perkuliahan ‘magister ilmu komunikasi’ di Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta, Saya merasa perlu menulis dalam blog pribadi saya sekaligus ungkapan terima kasih atas perkawanannya selama ini. Ungkapan yang sebenarnya ingin mengulas ‘panggung belakang’ Pak Ishak sebagai sosok yang tidak hanya menghabiskan waktunya di dunia politik, tetapi ia juga mampu membekali diri dengan ‘semangat sekolah’ untuk meraih gelar master. Padahal secara finansial, anggota DPRD Kabupaten Belitung asal Partai Golkar ini, sebenarnya cukup dengan gelar sarjana ekonomi yang disandangnya, cukup dengan usaha ‘warkop’ yang digelutinya di Belitung sana, dan cukup dengan posisi sebagai wakil rakyat di wilayahnya. Tak perlu ia ‘jauh-jauh’ menuju legislatif provinsi.
“Ini perintah partai Pak Ketua, saya harus loyal untuk bersaing di DPRD Provinsi Babel,” ujar Pak Ishak via ponsel pada saya dengan panggilan Pak Ketua. Sebutan yang melekat pada saya sejak menduduki posisi ketua forum mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan saya, yang sebenarnya merupakan sebutan yang tidak tepat lagi saat ini, sebab setahun lalu saya lebih dulu ‘selesai’. Namun begitu, Pak Ishak sepertinya selalu menganggap saya teman sebangku yang selalu ada disisinya untuk diajak berbagi. Ya itulah Pak Ishak. Saya hanya bisa tersenyum.
Di kelas, Pak Ishak bukanlah sosok yang selalu membawa-bawa egoisme pribadinya sebagai anggota dewan, meski kerap jadi candaan dan kerjaan teman-teman, tatkala membahas partai golkar, atau membahas masalah politik di tanah air. Maklumlah, kami konsentrasi di jurusan komunikasi politik. Tetapi ia tetap memposisikan diri sebagai mahasiswa meski tetap membela nama besar partainya dengan cara yang santun. Tak sekalipun ia berkata kasar, mencari kambing hitam, atau memojokkan partai lain. Bagi saya, Pak Ishak Holidi, sosok politisi yang mengerti dimana ia harus berbicara lantang, dan dimana ia harus menguji nilai-nilai akademik yang dimilikinya. Sesuatu yang amat jarang dimiliki para politisi di negeri ini.
**
Pak Ishak, dan rekan-rekan semasa menekuni S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Mercu Buana-Jakarta ada juga Ibu Alma, dan Emba Novi, Emba Kemala, Kang Iin Rohimat, Mas Taufik dan Kris (mojok) |
MUNGKIN, ada yang menginterpretasikan tulisan ini sebagai sesuatu yang amat memuji-muji Pak Ishak. Mungkin benar, tetapi saya hanya ingin mengapresiasi sebuah kebaikan yang dimiliki seorang sosok yang memang layak untuk dihargai. Apalagi, ia memiliki ketekunan untuk belajar keras demi raihan gelar master yang diimpikannya. Saya bangga punya kawan yang baik hati ini, kawan yang selalu mengasah otak untuk penyelesaian kuliahnya, bukan secara instan dengan ‘membeli’ gelar-gelar yang kini banyak mewabah dikalangan para elit, cari gampang dan mau cepat selesai.
Suatu waktu saya pernah makan siang bersama dengan Pak Ishak di kantin kampus, saya ajak teman-teman dengan maksud ‘mencandai’ Pak Ishak untuk ‘makan gratis’. Pak Ishak berseloroh, “untuk sesuatu kebaikan, untuk berbagi bersama selama saya masih cukup untuk pulang ke Babel, yuk makan bersama, entar kalau teman-teman udah menjadi ‘penggede’, nanti saya di traktir juga,” ujarnya. Bagi saya ini gaya orginal pak Ishak, sebab jika mengalami kelebihan atau kekurangan dana, ia selalu berterus terang. Saya pun sebagai kawan terdekat, tak pernah sungkan untuk meminta bantuan beliau.
Bahkan untuk diajak berdiskusi di sela-sela istirahat kampus, Pak Ishak bukanlah sosok yang takut dengan posisinya sebagai anggota dewan. Usianya yang lebih dewasa dari kami, juga bukan jadi pembatas untuk bercanda. Kerap kami duduk melantai bersama-sama, bersimpuh ala anak jalanan, makan ‘tahu gejrot’ dipinggiran trotoar ibukota, menjadi kesahajaan dari kandidat master komunikasi ini. Saya bergumam dalam hati, semoga saja peragai Pak Ishak ini adalah pengantar kesuksesan ia untuk menjadi anggota DPRD Provinsi Bangka-Belitung di pemilu 2014 mendatang.
Maaf ini bukan kampanye untuk Pak Ishak, ini sekedar catatan hati saya yang selalu bergemuruh tatkala memandang seseorang yang hidup penuh kesahajaan, sederhana dan baik hati. Saya yakin dan percaya, pak Ishak akan selalu punya banyak kawan, jika tetap bertahan dalam pribadi seperti itu. Semoga saja langkah beliau selalu diwarnai kesuksesan. Terus berjuang Pak Ishak!!!
----------------------Cikini di Sore hari, 28 April 2013
Baca juga tulisan terkait berikut Ini :
-Kutanya Bintang di Mercu Buana
-Antara Tesis, Jakarta dan Kesenjangan
-S3, Untuk apa bagi PNS Daerah?