Masjid Agung yang dibangun era Pak Berty |
Saya memang tak punya kenangan manis dengan Pak Berty. (bernama lengkap Drs. H. Adel Berty, M.Si), tetapi mantan Bupati Kolaka-Sulawesi Tenggara, dua periode itu telah memberiku inspirasi panjang tentang makna kehidupan, makna sebuah cita-cita, makna sebuah visi, dan keyakinan akan tatapan sandiwara kehidupan yang penuh jurang dan tanjakan. Beliau memang mengenal saya justru di akhir masa keemasannya sebagai kepala daerah. Tetapi nama besarnya ketika masih berjaya, bagi saya adalah sebuah lompatan ingatan ke masa silam, bila Kabupaten Kolaka pernah memiliki pemimpin berkarakter, kharismatik, dan berdedikasi.
Kemarin sore, di atrium Senen Jakarta secara tak terduga saya bertemu beliau. Gayanya masih seperti dulu, terkesan trendy dengan kacamata khas ‘silinder gelap’ yang menjadi kesukaannya sejak menjadi Sekda, lalu menjadi Bupati di tahun 1993-2003 dan anggota DPRD Sultra 1999-2004, dan terakhir terdengar kabar jika harus masuk jeruji karena kasus ‘masa silam’ yang membelitnya semasa menjabat sebagai Bupati. Sebuah ritme kehidupan yang mungkin menyadarkan pribadi Pak Berty, sekaligus memberi pelajaran bagi para pemimpin di republic ini, untuk tetap berhati-hati saat berada di puncak kesuksesan.
Tetapi apapun warna hidup Pak Berty, saya tetap mengaguminya sebagai tokoh yang visioner. Sebagai penghormatan, saya mencium punggung tangannya saat berjabat tangan. Bagi orang lain ini mungkin berlebihan. Tetapi ini cara saya menghargai ke kharismatik-an Pak Berty. Saya merasa bangga masih bisa bertemu beliau, meski kini tampil dengan penuh kesahajaan. “Kalau saat masih jadi Bupati, saya masih bisa berbagi, tetapi sekarang, saya terjun langsung ‘meloby’ mencari usaha-usaha halal di Kolaka, inilah hidup,” kata Pak Berty.
Rasanya tak kuat mendengar suara lirihnya, terasa air mata saya ingin terjatuh, karena membandingkan masa silam ketika masih berkuasa di wilayah yang dikenal sebagai ‘Dollar’ Sulawesi Tenggara, dengan hidup kekiniannya yang terkesan sederhana. . “Ini Ilham, putra saya. Sekarang ia jadi PNS di Sultra, oleh-oleh ketika Pak Ali Mazi masih menjadi Gubernur, juga anak saya satu lagi jadi PNS pada era Gubernur Pak Nur Alam saat ini. Syukurlah, mereka sudah punya pekerjaan tetap,” ujarnya memperkenalkan putranya.
Saya melambungkan pikiran Pak Berty ke masa silam, tentang pola membangun ‘mercusuar’ yang melambungkan namanya, tentang ‘Padi Thailand’ yang pernah fenomenal di Kolaka, dan tentang kedekatannya dengan kalangan jurnalis, termasuk saya yang saat itu masih berprofesi sebagai jurnalis Surat Kabar Harian Kendari Pos. tampak raut wajahnya begitu bersemangat. Sekitar 30 menit kami berbicara lalu kemudian pamit bersama putranya. Saya hanya menitipnya selembar kartu nama, sebelum kembali mencium punggung tanggannya kembali, dengan harapan ia masih mengingat tentang saya, dan bisa membaca tulisan-tulisan saya kembali melalui blog ini, seperti ketika ia membaca tulisan-tulisan saya sesaat masih sebagai jurnalis, dan saat beliau masih sebagai kepala daerah.
**
Di kamar kos, saya merewaind ingatan saya tentang Pak Berty. Saya mencari foto-foto beliau melalui ‘google’ tapi sama sekali saya tak menemukannya. Saya membatin, “inilah realitas jika orang tak lagi memiliki predikat social, mencari secarik fotonya melalui internet saja susahnya bukan main.”
Tapi apaun ‘gelap-terang’ kehidupan Pak Berty, saya masih mengingat visi jangka panjang beliau yang kini masih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kolaka kini. Tentang ‘tangan dingin’ Pak Berty membangun Kabupaten Kolaka. Tentang orang-orang terdekat yang kemudian menjadi penghianat dalam kehidupan beliau. Tentang istri yang meninggalkannya, tentang cerita-cerita Pak Berty saat mendekam di Lapas, dan tentang sugesti masa depannya. Saya sadar, saya begitu megaguminya, sehingga tak berlebihan jika ciuman tangan yang keberikan padanya memang layak diterimanya. Saya berharap, Pak Berty masih bisa ‘memainkan’ dirinya di arena politik. Mungkin bukan lagi sebagai kepala daerah, tetapi sebagai politisi di Senayan. Saya masih merindukan kecerdasan dan visi besarnya, ketika hari ini ia bergumul dengan kehidupannya yang sedehana.
Pak Berty, bagaimanapun Anda tetaplah bintang! Keep spirit Pak!
.
3 komentar
waktu sekolah di kendari, beliau sering di elu2kan masyarakat kolaka...
Iya zis, beliau memang punya nama terkait dengan pondasi pem,bangunan Kolaka
Setelah pak berti...hampir tdk ada pembangunan d kolaka....merindukan kepemimpinan seperti beliau