Sepertinya saya benar-benar telah menjadi seorang urban di rimba raya Jakarta. Bicara soal kota ini, saya seolah menjadi udik, ndeso dan paling suka berhayal dengan dinamika kota ini. Mungkin sedikit berjiwa petualang, suka dengan dinamika, sehingga saya menyukai hal-hal baru yang selalu muncul dalam diorama Jakarta. Bahkan saya juga berhayal, bagaimana bisa menjadi warga resmi di ibukota. Padahal status saya hanyalah seorang mahasiswa, yang suatu saat harus kembali ke daerah lagi.
Entah seberapa besar magnet Jakarta bagi saya? Tetapi ketika pesawat meliuk-liuk di atas airport Cengkareng, maka saat itu pula hati dan benak saya seolah menyatu dan berkata, “Anda akan menjadi petarung didalamnya, bahkan mungkin Anda adalah salah satu pemilik di dalamnya”. Pernyataan ini mungkin sedikit berbau kesombongan, tetapi itulah kejujuran dalam benak jiwa ini.
Jakarta. Mungkin saya seperti kebanyakan manusia urban lainnya yang menggantungkan hidup dalam derasnya dinamika metropolitan. Tetapi saya selalu berikrar, bahwa dinamika Jakarta bukanlah segalanya. Masih ada surga-surga negeri ini yang menjanjikan kehidupan baru, seperti birunya langit dan lautan. Tapi itu sekedar jawaban kamuflase, ketika orang Jakarta sendiri pada dasarnya tak ingin hidup berdesak-desakan dengan kaum urban. Benar kata bait-bait lagu Koes Ploes “ke Jakarta aku kan kembali..walaupun apa yang kan terjadi..”. bahwa setiap orang selalu merindukan Jakarta dengan segala konsekuensi kehidupannya.
Hari ini, dipenghujung malam 30 Agustus 2102, saya mengabarkan pada hati istri dan anak-anakku, bahwa suatu saat ‘kita’ akan bersama dalam kehidupan Jakarta yang bagi orang lain mungkin adalah keniscyaan. Tetapi tekad kuat untuk hidup di rimba raya metropolitan adalah tantangan tersendiri buat kita..entah kapan…tapi saya merindukannya..(**)
Entah seberapa besar magnet Jakarta bagi saya? Tetapi ketika pesawat meliuk-liuk di atas airport Cengkareng, maka saat itu pula hati dan benak saya seolah menyatu dan berkata, “Anda akan menjadi petarung didalamnya, bahkan mungkin Anda adalah salah satu pemilik di dalamnya”. Pernyataan ini mungkin sedikit berbau kesombongan, tetapi itulah kejujuran dalam benak jiwa ini.
Jakarta. Mungkin saya seperti kebanyakan manusia urban lainnya yang menggantungkan hidup dalam derasnya dinamika metropolitan. Tetapi saya selalu berikrar, bahwa dinamika Jakarta bukanlah segalanya. Masih ada surga-surga negeri ini yang menjanjikan kehidupan baru, seperti birunya langit dan lautan. Tapi itu sekedar jawaban kamuflase, ketika orang Jakarta sendiri pada dasarnya tak ingin hidup berdesak-desakan dengan kaum urban. Benar kata bait-bait lagu Koes Ploes “ke Jakarta aku kan kembali..walaupun apa yang kan terjadi..”. bahwa setiap orang selalu merindukan Jakarta dengan segala konsekuensi kehidupannya.
Hari ini, dipenghujung malam 30 Agustus 2102, saya mengabarkan pada hati istri dan anak-anakku, bahwa suatu saat ‘kita’ akan bersama dalam kehidupan Jakarta yang bagi orang lain mungkin adalah keniscyaan. Tetapi tekad kuat untuk hidup di rimba raya metropolitan adalah tantangan tersendiri buat kita..entah kapan…tapi saya merindukannya..(**)