Sebagai
pengagum Pak Prabowo, saya amat bangga bisa berhubungan dengan
orang-orang yang pernah dekat dengan beliau, mulai dari beberapa ajudan,
hingga mereka yang pernah menjadi bagian hidup Pak Prabowo semasa aktif
di militer. Lebih bangga lagi, setelah pernah bertemu beliau dalam
beberapa kegiatan. Banyak hal yang saya petik dari cerita-cerita Pak
Prabowo, mulai kisah masa kecilnya hingga impiannya menuju Presiden
Republik Indonesia di masa datang.
Senin
kemarin (31/7) saya bertemu kawan se kampus. Kawan ini menyodok saya
dengan satu pertanyaan. “Apa modal Pak Prabowo maju sebagai Calon
Presiden? Apakah karena beliau memiliki dana? Mantan tentara? Keyakinan
yang kuat? Atau karena ia berasal dari kelompok Cendana? Ataukah hanya
karakter tegas yang dimilikinya, sehingga Pak Prabowo mampu memikat
hati jutaan rakyat Indonesia?”
Saya
jawab “semua itu benar, apa yang ada dalam pertanyaan Saudara, dimiliki
Pak Prabowo”, tetapi ada satu hal yang Pak Prabowo miliki belum
diketahui orang banyak. Yakni kecerdasan!, beliau memiliki kecerdasan
intelektual, dan Pak Prabowo mampu mengaktualisasikan kecerdasannya itu”
begitu jawaban sederhana saya.
Asumsi
sederhana saya dalam memandang kecerdasan Pak Prabowo terekam dalam
ingatan ketika saya dan kawan-kawan di undang di kediaman beliau di
Hambalang Bogor beberapa waktu lalu. Meski yang melekat di performa Pak
Prabowo adalah seorang jenderal, tetapi lebih dari itu, Pak Prabowo
cerdas dalam menyikapi Indonesia sebagai negara maritim dan agraris.
Beliau memiliki konsep-konsep sederhana dan aplikatif dalam
mensejahterakan rakyat Indonesia dengan sumber-sumber kekayaan alam itu.
Pak Prabowo juga amat cerdas dalam ‘menerawang’ masa depan Indonesia
sebagai ‘the sleeping giant’ yang ketika digerakkan pada posisi yang
tepat, maka Indonesia akan bangkit seketika dalam tidur panjangnya. itu
kesimpulan saya saat itu, tetapi teramat sulit membahasakannya, sebab
saya terbuai dengan kecerdasan intelektual beliau.
Tetapi
korelasi kecerdasan dengan aktifitas keseharian Pak Prabowo amat
selaras. Saya baru saja membaca status facebook beliau, yang kemarin
terbang ke Singapura untuk membawa kuliah umum di sebuah Universitas
ternama di negeri singa itu. Saya bergumam, hal inilah yang belum banyak
diketahui publik di Indonesia tentang sosok Pak Prabowo. Saya hanya
menghubung-hubungan korelasi itu dengan kesaksian saya ketika ke
kediaman beliau di Hambalang, dimana saya menyaksikan ribuan judul buku
dalam perpustakaan pribadi beliau. Menariknya, Pak Prabowo hafal satu
persatu dimana buku-buku itu tersimpan, judul dan sari isi dari buku
itu.
Saya
bergumam “ The great!, ternyata Pak Prabowo seorang akademisi juga”.
Beliau sosok ‘kutu buku’, yang jika ada waktu yang lowong dihabiskan
untuk membaca buku-buku itu. Mungkin ini asumsi subjektif, tetapi saya
memahaminya dari penuturan beliau, ketika saya mengambil satu buku, dan
Pak Prabowo menceritakan sari pati buku tersebut. Saya
terbengong-bengong sendiri, sebab buku yang saya pegang berbahasa
Inggeris dan baru saja saya ingin ‘mengejanya’ (maklum saya lemah di
bahasa Inggeris) inti buku itu, tetapi beliau langsung menjelaskannya.
Begitu juga beberapa pengalaman beberapa kawan yang mencermati satu
persatu buku yang dipegangnya, dan diceritakan pula isi buku itu “Luar
biasa”, kataku dalam hati.
Pak
Prabowo seolah menyadari, jika prilaku kutu bukunya itu tak banyak yang
mengetahuinya. Beliau lalu berkata pelan-pelan. “Saudara-saudara,
merugilah kita jika waktu kita yang lowong tak dihabiskan dengan belajar
dan membaca, Agama juga mengajarkan kita seperti itu, makanya saya
harus banyak membaca agar bisa memberi solusi-solusi terbaik buat bangsa
tercinta ini, tentu dengan menghubungkan realitas sosial yang dialami
bangsa ini,” kata Pak Prabowo singkat.
Pada
saat itu pula, Pak Prabowo mengajak perguruan tinggi di Indonesia untuk
dapat ‘mengaudit’ dirinya, tentang visi-misinya buat masa depan Bangsa
Indonesia. “Saya juga bersedia di undang ceramah, kuliah umum di
perguruan tinggi di negeri ini, silahkan saja, atur jadwalnya,” ajak Pak
Prabowo pada beberapa kawan doktor yang sempat hadir.
Kekuatan
Pak Prabowo dan kecintaannya pada dunia membaca, menurut beberapa
mantan ajudannya adalah kebiasaannya sejak masih muda. Asaldin Gea
misalnya, ajudan Pak Prabowo sejak tahun 1991-1999 mengatakan, bila Pak
Prabowo punya kebiasaan membaca dan menelaah sebuah permasalahan setelah
melaksanakan tugas-tugasnya di kantor maupun dilapangan. “Itu kebiasaan
lama beliau, tak ada waktu tanpa membaca buku. Di mobil, kantor maupun
di rumah, buku harus selalu kami siapkan, sebab beliau selalu
mempertanyakan tentang buku-buku bacaannya. Bahkan kami juga harus
pandai membuat ‘slide’, sebab beliau selalu membuat pemetaan terhadap
ilmu yang diperolehnya,” kata Asaldin Gea pada saya. Hal
senada diungkap Mas Eko, juga mantan ajudan beliau. “beliau memang kutu
buku. Pokoknya selalu ada waktu untuk membaca,” ungkapnya.
Realitas
yang saya saksikan, dan penuturan beberapa kerabat dekat Pak Prabowo,
telah menjawab asumsi saya selama ini, bahwa Pak Prabowo seorang pribadi
yang cerdas, cendekiawan, selain posisinya sebagai jenderal yang
bersinar pada zamannya. “Kecerdasan beliau tak perlu diragukan, sudah
bibitnya begitu, anak Profesor begawan ekonomi negeri ini,” timpal
Petrus Sunyoto, mantan pasukan Pak Prabowo saat operasi di Timor-Timur
yang kini memimpin ormas DPN Gardu Prabowo.
Karena
itu secara subjektif, saya juga ikut berkata; “Pak Prabowo memiliki
semua modal untuk menjadi pemimpin di Republik ini, Semoga!”
**