» » Jangan Mati Dulu Yusran !

Jangan Mati Dulu Yusran !

Penulis By on 07 May 2010 | No comments


-->

Baru tersadar kalau rekan kompasianer Yusran Darmawan mendapat ‘cobaan’ dari pihak dosen Universitas Hasanuddin Makassar. Saya tidak tahu banyak materi tulisan yang dimuat dalam blog pribadinya di http://timurangin.blogspot.com . Tapi Saya bisa menyimak dari dukungan sejumlah rekan yang mengangkat tema senada. Kritikan Yusran Darmawan kepada institusi pendidikan itu. Lebih kaget lagi, setelah mencoba membuka kompasiana Yusran, malah tertulis ‘page error’. Sadar, bahwa Yusran mendapat hukuman, yang menurut Saya, adalah keberhasilan Yusran dalam posisinya sebagai seorang Penulis. Berhasil, karena mampu ‘merubah’ cara pikir orang lain melalui tulisan-tulisannya.

Yusran Darmawan, seorang pemuda yang saya kenal dekat. Dia pemuda bertalenta dan berkarakter dalam menulis. Alumnus Sarjana Komunikasi Unhas yang kemudian menyelesaikan pendidikan Magisternya di Antropologi Universitas Indonesia, dari segi umur memang seorang penulis pemula. Tapi dari Kualitas, Yusran bisa disejajarkan kemampuannya dengan penulis-penulis humanis lainnya di negeri ini. Kebetulan, Saya satu instansi dengan Yusran dalam meniti karir sebagai abdi Negara di Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.

Daya menulis dan mendokumentasikan sesuatu yang dimiliki Yusran, adalah bakat yang dimilikinya sejak kecil. Menurut cerita Sadarman, seorang pejabat Baubau yang juga tetangga orang tua Yusran. Katanya, Yusran kecil saat mau sunatan, meminta agar saat ‘anunya dipotong’ harus di foto, dan minta agar dikorankan. Sebuah permintaan yang tak lazim di zamannya. Itulah Yusran kecil. Lucu dan punya visi sebagai seorang jurnalis.

Bagi Saya, kepiawaian Yusran dalam menulis tergambar dalam tulisan-tulisannya dan kemampuannya merekam seuatu dengan bahan-bahan sederhana. Kesimpulan itu Saya, Yusran sosok penulis masa depan. Penulis yang punya daya kritis tinggi dengan mampu menghadirkan pembacanya seolah terlibat dalam tulisan-tulisan itu. Makanya wajar, jika kemudian kritiknya mampu menembus jantung para akademisi di Unhas Makassar. Yusran bahkan berani mengambil kesimpulan dari alur pikir orang lain dengan tulisan-tulisan yang dibuatnya.

Waktu berdua berkesempatan ke Ternate untuk mengikuti symposium Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) mewakili Baubau, Saya banyak mengamati ‘tingkah laku’ Yus dalam merekam peristiwa satu persatu. Dirinya bisa menggambarkan kekayaan budaya Ternate hanya dengan kamera poket plus ‘ingatan’ tanpa melihat dia mencatat sesuatu. Tapi ketika menuliskan peristiwa itu sungguh sebuah tulisan dimana orang Ternate belum tentu bisa menggambarkannya seperti yang dituliskan Yusran.

Soal penulisan cerita yang berbau romantika, Yusran mampu menghadirkan alam yang pernah dialami sesorang, seperti dalam mengisahkan Daendels dan percintaannya yang kini tersimpan utuh di Kebun Raya Bogor sana. Demikian juga tulisan Yus tentang Film, My Name Is Khan, Yusran mampu dan seolah bertindak sebagai resensi film senior. Bahkan, dalam tulisan-tulisan lainnya, Yusran dalam kacamata Saya, telah mampu mensejajarkan diri dengan penulis-penulis kenamaan negeri ini. Saya pun berkesimpulan, sungguh sayang, bila Yusran Darmawan, seorang blogger, kompasianer, facebookers, kreatifitasnya terbelenggu oleh tirani akademika yang tak tahan dengan kritik.

Tak ada gading yang tak retak. Mungkin ini juga patut dialamatkan pada seorang Yusran Darmawan. Tulisannya yang mengisahkan ‘prilaku di Unhas’ (maaf judulnya tak hafal lagi) baginya adalah sesuatu apresiasi, tapi bagi objek tulisan itu adalah ‘cedera’ yang harus dipulihkan. Jadilah Yusran seorang yang tergugat. Tapi sebagai penulis yang paham dengan rambu-rambu, Yusran rela meminta maaf kepada pihak yang ‘tersentuh’ dengan tulisan itu, seperti dalam kutipan tulisan Yusran berikut ini;

Bisakah Saya Dibukakan Pintu Maaf?

KEMBALI saya menulis permintaan maaf atas tulisan saya yang menyakiti. Setelah mengklarifikasi semua tulisan itu DI SINI dan DI SINI, saya kembali menghaturkan niat baik untuk menyelesaikan semua masalah yang mendera. Saya tidak tahu, apakah klarifikasi itu cukup ataukah tidak. Saya berharap masukan banyak pihak. Saya berharap semua masalah bisa segera dicairkan, sehingga saya dan beberapa teman lain bisa terbebas dari masalah yang menghimpit ini. Saya berharap semuanya bisa berakhir dalam damai.

Saya berharap beribu maaf yang saya ajukan bisa mendapatkan jawaban. Saya tulus mengajukan semua ini, sebab hingga kini selalu didera rasa bersalah. Sebagaimana janji saya pada klarifikasi, saya akan menjadikan masalah ini sebagai pelajaran berharga. Saya berjanji untuk tidak lagi mengulanginya. Malah, saya bersedia menghapus semua tulisan blog ini sehingga semuanya bisa kembali normal seperti sedia kala. Apapun yang bisa saya lakukan, akan saya tempuh demi menyelesaikan semua permasalahan ini. Bisakah saya dibukakan pintu maaf?

Sebagai kompasianer pemula, Saya hanya bisa berkata, “Jangan mati dulu Yusran!”.

                                                            Baubau, 7 Mei 2010.



Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments