» » Baubau Menuju Kota Pusaka Dunia

Baubau Menuju Kota Pusaka Dunia

Penulis By on 26 March 2010 | No comments

(Catatan kecil dari Rakernas I Jaringan Kota Pusaka Indonesia di Ternate)
      “Suatu saat kelak, bendera sejumlah negara  di dunia akan berkibar di Buton. Buton punya isi perut bumi yang luar biasa banyaknya, tapi semuanya akan muncul jika negeri ini dipimpin oleh orang-orang amanah dan direstui leluhur ” inilah kalimat-kalimat pendek yang banyak terekam dalam memori kolektif orang Buton, dimanapun dia berada.
    Kalimat ini seolah menjadi pesan hidup orang Buton dalam menapaki perjalanan hidupnya. Kalimat-kalimat ini pun lalu menjelma menjadi dorongan hidup (spirit of life) untuk membuktikan eksistensi manusia Buton, sebagai manusia berbudaya, dan manusia yang patuh dan tunduk dengan norma-norma kehidupan. Lebih dari itu, manusia Buton dimanapun dia berada, punya spirit ‘Kabarakatina Wolio’ yang bisa diartikan sebagai berkah tanah Buton. Sehingga kemanapun orang Buton hidup, tak pernah ragu dalam menjalani kehidupan sepanjang masih mengingat negeri leluhurnya.
      Saya banyak berbincang dengan orang Buton di rantau. Di Ternate misalnya, di negeri yang punya ikatan cultural dengan Buton masa lalu itu, banyak orang Buton bertanya, “Kapan bendera-bendera itu bakal berkibar?. Pertanyaan itu seolah memaksa alur pikiran saya untuk mengakui, bila benar suatu saat kelak Buton akan menjadi perhatian bangsa-bangsa lain di dunia.
      Pertanyaan-pertanyaan itu semakin mengemuka dengan masuknya Kota Baubau (atau Wolio) sebagai salah satu diantara 32 kota di Indonesia yang menyandang predikat ‘Kota Pusaka’. Sebuah predikat yang menurut para sejarawan yang hadir dalam Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) sebagai kota yang diprediksi bakal menjadi perhatian publik dunia. Pertanyaannya, apakah Baubau akan menjadi Kota Pusaka di dunia? Lalu kapan?
      Kini rintisannya dimulai. Kota Baubau semakin kesohor diantara kota pusaka lainnya di Indonesia sebagai kota yang memiliki benteng terluas di dunia. Ini juga tidak dibantah para walikota yang hadir di Rakernas JKPI.
      Sebagai ilustrasi, dalam tour menjelajahi Kota Ternate, pemandu menjelaskan keberadaan cagar budaya Fort Oranje, sebuah kastil peninggalan VOC. Dijelaskan, kalau kastil ini sebagai benteng terluas di dunia. Mendengar hal itu, Walikota Ternate Syamsir Andili langsung membantahnya. “Bukan, benteng terluas di dunia itu adanya di Baubau, kita punya itu masuk sebagai salah satu yang terbesar” katanya.
      Pemandu langsung terdiam. Walikota Bengkulu, Ahmad Kanedi (Bang Ken) yang juga memiliki Benteng Marllbrouhg, menoleh ke Walikota Baubau Amirul Tamim. Bang Ken menimpali dan berkata. “Kalau begitu Baubau bukan lagi pusaka Indonesia, tapi pusaka dunia” katanya serius. Walikota Baubau tersenyum kecil mengangguk. Pengakuan dua walikota ini juga mengemuka dalam sesi Rakernas. Pertanda langkah maju Baubau menuju kota pusaka dunia bakal terbuka mulus.
      Mewujudkan Baubau sebagai salah satu Kota Pusaka di dunia, memang bukan langkah mudah. Kehadiran Benteng Keraton dan semua aksesori situs di Baubau tak cukup hanya dengan ‘bukti sejarah’ itu. Harus ada data sekunder lainnya yang mendukungnya, seperti Buku-buku tentang sejarah Kota Baubau, yang kemudian menjadi rujukan semua pihak untuk mewujudkan cita-cita besar itu. Begitu pula dengan naskah-naskah kebutonan. Tentu menjadi tanggung jawab kita semua untuk mencari, merawat, dan mempublikasikannya.
      Beberapa kriteria untuk menjadi Kota Pusaka cukup beragam. Diantaranya menyandang status sebagai kota tua, memiliki situs-situs kesejarahan masa lalu dan masih terpelihara, serta adanya hubungan dengan kota-kota tua (kerajaan, kesultanan) yang ada di nusantara pada zamannya.
      Khusus pengakuan dan hubungan dengan kesejarahan masa lalu tentu Baubau memilikinya. Baubau yang merupakan pusat peradaban kerajaan dan kesultanan Buton masa lalu (dalam konteks sejarah, Baubau dan Buton tidak bisa dipisahkan) namanya sudah terikrar di zaman Majapahit Kuna. Pada Pupuh XIV di kitab tersebut dituliskan adalah Mahapatih Gajah Mada dalam sumpahnya –yang terkenal sebagai Sumpah Palapa-- melafalkan pulau ini sebagai berikut : “….muwah tanah I Bantayan. Pramuka Bantayan len Luwu, tentang udamakatrayadhi nikanang sanusaspupul. Ikang sakanuasa Makasar, Boetoen, Banggawi, Kunir, Craliyao Mwangi, Selaya, Sumba, Sotomuar….” Artinya:(….Seluruh Sulawesi menjadi daerah VII Kerajaan Majapahit, meliputi; Bantaeng, Luwuk, Talaut, Makasar, Buton, Banggai, Kunir, Selayar, Solor…)
      Termasuk peran Baubau pada zaman kesultanan Buton yang disejajarkan dengan kerajaan besar lainnya di Indonesia seperti Gowa, Bone, Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.
      Pertanyaannya, seberapa penting menyandang status sebagai Kota Pusaka? Tentu tidak bisa membuktikannya secara dini. Tetapi kita yakini, pasti ada hubungan timbal balik antar popularitas sebagai daerah yang menyandang status kota pusaka dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
      Rekan saya Yusran Darmawan seorang editor buku berjudul ‘Naskah Buton Naskah Dunia’ memberi penjelasan. Katanya, Kota Malaka telah berhasil memposisikan dirinya sebagai Kota Pusaka Dunia, dan semua objek pusaka heritage (kesejarahan) di dalamnya ditangani langsung oleh lembaga dunia UNESCO. Peran UNESCO inilah menjadikan Melaka sebagai negeri melayu paling popular di dunia. Tentu pelestarian budaya didalamnya tidak membebani APBD setempat. Alhasil, kini Melaka menjadi inspirasi bangsa-bangsa di dunia untuk berkunjung kesana.
       Kini genderang menjadikan Baubau sebagai Kota Pusaka mulai ditabuh. Walikota Baubau Mz. Amirul Tamim mengajak semua pihak untuk saatnya mengasah daya menulis kita tentang kesejarahan negeri Buton. Mengungkap sejarah lahirnya Baubau, menghidupkan kembali historia keemasan, sebagai landasan untuk memajukan Baubau di masa-masa mendatang.
      Rencananya ditahun depan, Baubau akan menggelar Pekan Heritage Nusantara (PHN), sebagai apresiasi awal untuk mengantar Baubau sebagai Kota Pusaka Dunia. Bila itu semua terlaksana dengan baik, maka harapan akan kembalinya ‘kibaran bendera-bendera dunia’ di bumi Wolio Butuni semakin terbuka. Yang pasti mewujudkannya tidak cukup dengan niat tulus. Butuh kerjasama semua pihak, butuh kesepahaman para elite dan tokoh di daerah, dan yang terpenting, mari memulai sejak sekarang.
      Orang bijak berkata. “Orang yang mengenal sejarahnya adalah orang-orang yang mengenal masa lalunya. Jika tidak mengenal masa lalunya, tentulah dia tidak punya sejarah…” (***)
                         Baubau, 24 Maret 2010
Penulis : pemerhati social, staf Badan Kominfo dan PD Kota Baubau

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments