» » Poltramas, ADR dan Reposisi Diri Polisi

Poltramas, ADR dan Reposisi Diri Polisi

Penulis By on 14 March 2010 | No comments

(Catatan Singkat Pemberdayaan Hukum Masyarakat ala Polres Baubau)
Oleh : Hamzah, SH

IBARAT sebuah pertunjukan, keberadaan Kepolisian Negara sebagai institusi penegakan hukum belakangan ini layaknya sinetron berseri. Dari kasus HMI versus Polisi di Makassar yang merontokkan citra kepolisian, hingga pembumihangusan teroris Dulmatin, yang mengangkat citra polisi adalah bagian dari cerita panjang plus minus institusi penegak hukum negeri ini. 

Di Baubau, ada sebuah konsep aplikatif polisi yang layak menjadi pilot project secara nasional. Polres Baubau memberi label dengan istilah ‘Poltramas’, Polisi Mitra Masyarakat. Konsepnya, menempatkan seorang aparat kepolisian yang dinilai warga sebagai tokoh masyarakat, yang kemudian menjadi ujung tombak penyelesaian kasus-kasus hukum yang terjadi di komunitas masyarakat dimana dia berada. Sederhana tetapi mengena, demikian saya membahasakannya.

Sederhana dan mengena, karena seorang Poltramas ditempatkan sebagai manusia multi dimensi. Dia bisa menjadi ibarat Juru Penerangan (Jupen) atau Penyuluh ala Orde Baru. Ia hanya berbekal Surat perintah (Sprint), nomor telepon, dan plank Poltramas di rumah masing-masing, dan yang terpenting, diakui warga sebagai tokoh yang bisa diteladani, dan mampu memecahkan masalah. Domain kerjanya, menangani lebih dini kasus-kasus hukum masyarakat sebelum masuk dalam ranah kepolisian yang lebih besar. Lebih terpenting memberi rasa keadilan yang berkemanusiaan. “Jika bisa diselesaikan secara kekeluargaan kenapa harus susah-susah ke Polsek atau ke Polres,” ungkap AKBP Drs Jafredi, MM, Kapolres Baubau.

Penyelesaian ala Poltramas ini bukan berarti menyelesaikan hukum dengan cara-cara tertutup, tetapi menyelesaikan hukum dengan mengedapankan sisi kemanusian. Harapannya, tidak ada putusan pidana hukum hanya karena sebuah masalah kecil. Ibarat pencurian sandal jepit yang terjadi akibat desakan kemiskinan harus tervonis tahunan. Lebih dari itu, seorang Poltramas diharapkan mampu lebih dini mendeteksi kemungkinan masalah hukum yang terjadi di lingkungan masyarakat. Kalimat ‘mencegah lebih baik dari mengobati’ seolah menjadi slogan hidup.
Konsep ini sangat sejalan dengan misi Polri untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (Pasal 4 UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara).

Memang konsep Poltramas belum sepenuhnya diberlakukan di seluruh wilayah Polres Baubau, tapi uji coba sederhana ini telah berjalan yang diikuti dengan evaluasi secara terprogram. Polres Baubau, jika kini pihaknya tengah mencari sosok-sosok Polisi teladan, sosok polisi yang terlegitimasi sebagai tokoh masyarakat, untuk kemudian ditempatkan di komunitasnya masing-masing. Sehingga kedepan Poltramas hadir disetiap kelompok masyarakat. (Wawancara dengan AKBP Drs Jafriedi, MM)

Polisi Mitra Masyarakat (Poltramas) yang dikembangkan Polres Baubau dalam kajian yang lebih besar, adalah bagian tak terpisahkan dari program Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Istilah ADR relatif baru dikenal di Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. 

Untuk memperoleh gambaran umum tentang tentang apa yang disebut ADR, George Applebey, dalam tulisannya “An Overview of Alternative Dispute Resolution” berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model baru dalam penyelesaian sengketa, Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama, forum-forum baru bagi penyelesian sengketa dan penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum. 

Definisi di atas sangat luas dan terlalu akademis. Definisi lain yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa, mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional, Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan.

Dengan demikian ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti diluar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur ajudikasi non standar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR. 

Dalam Bab I Ketentuan Umum UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa., Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli. 

Konsep seperti inilah yang ingin dikembangkan Polres Baubau dalam wilayahnya yang masih menjunjung tinggi azas kekeluargaan, masih terdapatnya symbol-simbol istiadat masyarakat, serta masih terjunjungnya nilai-nilai (Value) norma ke-butonan yang melekat. Harapannya, tentu se ide dengan visi misi Pemerintah Kota Baubau yang ingin menjadikan Baubau sebagai kota hunian yang nyaman dan produktif dengan mengedepankan nilai-nilai budaya dan agama sebagai sendi gerak dalam kehidupan bermasyarakat.

Terlepas dari hal itu, kerja keras dan semua metodik penyelesaian masalah hukum yang dijalankan Polres Baubau adalah aplikasi dari bentuk reposisi diri yang kini dikembangkan POLRI. Tentu kita semua berharap, Baubau sebagai bagian integral Sulawesi Tenggara dan Negera Kesatuan Republik Indonesia, mampu menjadi garda terdepan, contoh dan pilot project, bagaimana hubungan antara masyarakat, Polisi dan Pemerintah.

Jika keamanan dan ketertiban terbina, maka akan searah dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (wawancara Drs MZ Amirul Tamim, M.Si dan AKBP Drs Jafriedi MM). Yang pasti menciptakan Baubau sebagai ikon Poltramas di Indonesia memang bukan langkah mudah, tetapi setidaknya angin pembaharuan telah dimulai di negeri ini. Masyarakat butuh Polisi yang teladan, butuh polisi yang cerdas, dan lebih dari itu masyarakat butuh kemananan dan ketertiban yang terbina. Semoga Baubau bisa menjadi pelopornya. 

Pertanyaannya sederhana, apakah keamanan dan ketertiban sudah berjalan dengan baik di Baubau? Jawabannya sangat sederhana yang terjawab dengan pertanyaan sederhana pula. Apakah tidur warga di kota ini sudah nyenyak? Wallahu alam bissawab. Semoga Poltramas bisa lebih bermakna.(**)

Penulis : Pemerhati sosial, staf Badan Kominfo dan pengolahan Data Kota Baubau
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments