» » Desah Sex ‘Monas Night’

Desah Sex ‘Monas Night’

Penulis By on 15 July 2011 | No comments

Baru tersadar bila Monumen Nasional (Monas) yang terletak di jantung Jakarta dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, ternyata sangat hangat di malam hari. Sehangat dentuman musik pub-pub ibukota. Hmm, bahkan boleh jadi sehangat kompleks ‘esek-esek’ yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Ya!, jika Anda tak percaya, datanglah ke kawasan Monas di malam hari, telusuri rindangnya pepohonan, pantau taman-taman maka Anda akan menyaksikan panorama yang tak layak  untuk anak-anak Anda.

Di sana dapat di jumpai sejumlah pasangan yang tidak sekedar bercumbu atau memadu kasih, lebih dari itu mereka melakukan adegan-adegan yang sebenarnya hanya untuk pasangan suami istri. Uniknya, sama sekali tak ada keraguan dari wajah-wajah mereka, apalagi merasa malu. Mereka menikmati seiring malam menggelap. Mungkin di benak mereka berkata, siapa yang kenal? Atau, urus diri masing-masing. Pusing sekaligus panas melihatnya!

Sebagai pengunjung, tentu ini kondisi yang memprihatinkan. Kawasan Monas malam hari telah menjelma menjadi arena seks bebas yang sepertinya tak hanya di perankan kaum remaja. Melihat berbagai tingkah mereka, sangat tampak jika beberapa diantaranya adalah pasangan selingkuhan. Sementara, aparat keamanan yang ’ngompleks’ di kawasan itu juga sepertinya malas untuk menegur. Parahnya, pedagang dadakan seolah ikut mendukung aksi tak senonoh itu. ”Alas Bang, sepuluh ribu aja, sampai bangun” tawarnya kepada beberapa pengunjung. Saya tergelitik dengan kata ’sampai bangun’, sepertinya mengandung makna yang cukup dalam, nakal dan sedikit menggoda.

Benar, ketika ngobrol dengan pedagang itu, ia menjelaskan apa maksud kalimatnya. ”Biasalah Bang, mereka kan butuh tempat yang nyaman di kegelapan” katanya. Pedagang itu pun menunjukkan sejumlah pasangan yang asyik masyuk dengan aktivitasnya.
”Tidak ditegur” tanyaku pada penjaja alas dan kopi itu. 
”Ngapain Bang, biarin aja, kan tidak mengganggu orang lain juga”
”Petugas aja gak pusing. Lagi pula ini urusan pribadi masing-masing” jawabnya

Penasaran dengan aktivitas sejumlah pasangan di kerindangan pepohonan itu, Saya sedikit usil pada satu pasangan yang (maaf) lagi beradegan ciuman mesra. Saya dan pedagang itu mencoba ‘melempar kata’. “Udah, udah malam” kataku Teguranku tampaknya membuyarkan konsentrasi mereka, tapi beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan aktivitasnya tanpa merasa terganggu. Bahkan ketika pengamen tiba-tiba muncul di depan mereka, sepertinya sama sekali tak ada rasa malu. Yang lebih parah, saya menyaksikan adegan yang menurutku benar-benar sudah diluar batas. Menyaksikan dandanannya, mereka bukan masyarakat lapis bawah, sepertinya mereka karyawan, atau mungkin mahasiswa. (maaf jika keliru)..

Terlepas dari layak tidaknya tulisan ini terpublikasi, tentu berharap agar Pemda DKI harus lebih aktif membebaskan Monas sebagai ikon Indonesia dari aktivitas seperti itu. Maklum, sekitar 2 jam berada di kompleks itu, saya tak menyaksikan adanya patroli pihak keamanan di sana. Saya yang awalnya datang berolah-raga bersama sejumlah kawan-kawan di sana, harus pulang lebih cepat. Ternyata ini memang siklus hidup Monas di malam hari. Habis olahraga, maka akan diganti dengan ’olahraga’ lainnya.

Lalu siapa lagi yang peduli??
Sepulang dari Monas. Jakarta, 15 Juli 2011







Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments