Hari ini 14 Juli 2011, secara penanggalan saya genap berusia 38 tahun. Usia yang bagi pemilik harta, pekarir politik, dan pemimpi yang tinggi adalah usia yang selayaknya masuk dalam ranah ’perebutan tahta’. Sesuatu yang sangat berbeda dengan saya saat ini. Di usia itu, saya masih bergelut dengan pendidikan, masih merasa sebagai anak sekolah, merasa masih butuh perlindungan dari orang-orang terdekat, dan yang paling miris, saya masih merasa sebagai anak-anak yang belum punya apa-apa. Sesuatu yang berbeda jika membanding diri dengan beberapa person, dimana usia seperti mereka telah masuk dalam kategori matang. Sebutlah Dr. Azhari, usianya yang baru 32 tahun tapi telah mampu menjadikan dirinya kandidat Wakil Gubernur Sultra di tahun 2008 lalu, dan di tahun 2011 ini menjadi kandidat kuat Bupati Buton periode 2013-2018.
Lebih jauh lagi, saya melirik Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang kini terbelit kasus korupsi. Di usianya yang ke-34 tahun telah mampu menjadi elit partai terbesar di tanah air, dan memusingkan para elit nasional termasuk Presiden SBY, meski dalam tataran negatif, Nazar seseorang dedengkot koruptor yang mampu menggaet nama besar Anas Urbaningrum, hingga beberapa pesohor di republik ini. Yang pasti ketika membanding usia saya dengan mereka, maka saya terbilang tidak ada apa-apanya, padahal saya lebih tua usia di banding mereka itu.
Ketika bercermin, baru sadar, bahwa kulit telah merapuh, rambut mulai memutih. Tersadar bahwa saya telah meninggalkan seorang istri dan tiga permata hati, hanya untuk kepentingan duniawi yang sebenarnya tak perlu saya buru. Saya punya kerja tetap, bertitel sarjana, punya kediaman sendiri. Seharusnya saya berada di sisi mereka, bercanda dalam keriangan, tidur dengan nyenyak bersama mereka, dan terbangun di malam hari untuk menghamba pada Sang Pencipta. Seharusnya Saya memang seperti itu!
Namun ketika membanding cerita para ustadz, bahwa usia seseorang idealnya seperti Nabi Muhammad SAW yang wafat dalam usia 60 tahun. Jika Allah SWT menghendaki, berarti saya masih punya bonus 22 tahun untuk hidup di dunia. Masih lama. Pertanyaannya, apakah saya bisa menjadi insan yang baik di usia itu? Tentu saya berharap. Sebab di usia 38 tahun ini saya belum apa-apa di mata sang pencipta. Dosa pada istri dan anak-anak begitu besar, mereka harus di tinggal hanya untuk cita-cita semu. Dosa pada kedua orang tua begitu besar, sebab di usia seperti ini, saya belum bisa berbakti sepenuhnya untuk mereka. Dosa pada masyarakat juga begitu besar, sebab saya juga belum bisa berbuat banyak untuk mereka.
Saya berharap, Sang pencipta membuka hidayahnya, melapangkan rezeki, melanggengkan usia, agar saya bisa menjadi hambanya yang baik, mampu menjadi pemimpin dalam keluarga dengan harmoni, mampu menjadi imam bagi istri dan anak-anak saat menghamba pada Sang Khalik, dan mampu menjadi penerang bagi mahluk-mahluk lainnya.
Ya Allah, kabulkan do’a ini. Buka Hidayah-Mu. Jadikan saya di mata mereka sebagai penerang, dan jadikan saya di mat-Mu sebagai hambamu yang saleh. Amin ya Robbal Alamin.
Jakarta, penghujung 14 Juli 2011
Lebih jauh lagi, saya melirik Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang kini terbelit kasus korupsi. Di usianya yang ke-34 tahun telah mampu menjadi elit partai terbesar di tanah air, dan memusingkan para elit nasional termasuk Presiden SBY, meski dalam tataran negatif, Nazar seseorang dedengkot koruptor yang mampu menggaet nama besar Anas Urbaningrum, hingga beberapa pesohor di republik ini. Yang pasti ketika membanding usia saya dengan mereka, maka saya terbilang tidak ada apa-apanya, padahal saya lebih tua usia di banding mereka itu.
Ketika bercermin, baru sadar, bahwa kulit telah merapuh, rambut mulai memutih. Tersadar bahwa saya telah meninggalkan seorang istri dan tiga permata hati, hanya untuk kepentingan duniawi yang sebenarnya tak perlu saya buru. Saya punya kerja tetap, bertitel sarjana, punya kediaman sendiri. Seharusnya saya berada di sisi mereka, bercanda dalam keriangan, tidur dengan nyenyak bersama mereka, dan terbangun di malam hari untuk menghamba pada Sang Pencipta. Seharusnya Saya memang seperti itu!
Namun ketika membanding cerita para ustadz, bahwa usia seseorang idealnya seperti Nabi Muhammad SAW yang wafat dalam usia 60 tahun. Jika Allah SWT menghendaki, berarti saya masih punya bonus 22 tahun untuk hidup di dunia. Masih lama. Pertanyaannya, apakah saya bisa menjadi insan yang baik di usia itu? Tentu saya berharap. Sebab di usia 38 tahun ini saya belum apa-apa di mata sang pencipta. Dosa pada istri dan anak-anak begitu besar, mereka harus di tinggal hanya untuk cita-cita semu. Dosa pada kedua orang tua begitu besar, sebab di usia seperti ini, saya belum bisa berbakti sepenuhnya untuk mereka. Dosa pada masyarakat juga begitu besar, sebab saya juga belum bisa berbuat banyak untuk mereka.
Saya berharap, Sang pencipta membuka hidayahnya, melapangkan rezeki, melanggengkan usia, agar saya bisa menjadi hambanya yang baik, mampu menjadi pemimpin dalam keluarga dengan harmoni, mampu menjadi imam bagi istri dan anak-anak saat menghamba pada Sang Khalik, dan mampu menjadi penerang bagi mahluk-mahluk lainnya.
Ya Allah, kabulkan do’a ini. Buka Hidayah-Mu. Jadikan saya di mata mereka sebagai penerang, dan jadikan saya di mat-Mu sebagai hambamu yang saleh. Amin ya Robbal Alamin.
Jakarta, penghujung 14 Juli 2011