» » » Catatlah dengan satu Kalimat, Prabowo Presiden-Ku!, Catatan Akhir Tahun

Catatlah dengan satu Kalimat, Prabowo Presiden-Ku!, Catatan Akhir Tahun

Penulis By on 31 December 2011 |


“Sim Salabim, Prabowo Subianto Presidenku”. Inilah candaan saya bersama kawan-kawan mahasiswa Penggiat Komunikasi Politik, jelang perpisahan tahun 2011 ini. Candaan yang bukan sekedar bercanda, tetapi dilatarbelakangi hiruk pikuk perpolitikan Tanah Air yang terasa ‘bosan’ dengan lemahanya sistem kepemimpinan nasional belakangan ini. Sim Salabim untuk Pak Prabowo Subianto, hanyalah kata yang men-simbolkan keinginan kuat jutaan rakyat Indonesia, yang seolah ingin memutar cepat pergerakan arah jarum jam bahkan melompati kalender yang terasa bergerak lambat menuju 2014.

Tetapi ini bukan sekedar sulap-sulapan. Seorang Prabowo Subianto bukanlah Calon Presiden dadakan seperti kebanyakan figur publik lainnya. Pak Prabowo dalam perjalanan karirnya telah matang ditempa zaman. Saya mengkiaskan Pak Prabowo sebagai ‘Baja Tulen’ yang telah disepuh oleh Mpu sakti karena pengalamannya berhadapan dengan manis getirnya system bernegara di Republik ini. Beliau lahir dan tumbuh dari keluarga patriot, keluarga nasionalis sekaligus pendiri republik ini.

Margono Djojohadikusumo adalah kakek Pak Prabowo yang dikenal sebagai pemikir Bung Karno di bidang Ekonomi ketika Republik ini didirikan pertama kalinya. Eyang Margono inilah yang kemudian bagi saya menganggapnya sebagai tokoh penting dalam sistem ekonomi modern di Indonesia, dan kemudian membidangi lahirnya Bank modern pertama di Indonesia. Jika tak salah Bank BNI 1946 namanya.

Margono wafat dan tidak sekedar wafat. Dari benih kehidupannyalah ia menurunkan putra-putra patriotik. Diantaranya, Pak Sumitro Djojohadikusumo yang dikenal sebagai sosok ‘begawan’ ekonomi Indonesia. Ia mampu bertahan menjadi menteri dan pemikir ekonomi pada beberapa zaman setelah Indonesia menjelma menjadi salah satu negara  besar di kawasan Asia-Afrika. Selanjutnya dua adik Pak Sumitro, yakni Subianto dan Sujono seorang tentara muda yang gugur di medan tempur dalam usia yang amat belia ketika mempertahankan republic dari tangan Jepang di Desa Wetan Tanggerang Selatan di tahun 1942. Dua adik Pak Sumirtro inilah kemudian dilekatkan namanya pada Pak Prabowo dan Pak Hashim.

Dari benih Pak Sumitro lahir seorang Prabowo Subianto. Seorang kesatria yang mempertaruhkan sebagian hidupnya kepada republik yang dicintainya. Seorang prajurit sejati yang telah memikul ‘kesalahan negara’ di pundaknya di akhir kepemimpinan Pak Harto, beliaupun legowo meninggalkan posisi Pangkostrad dengan pangkat Letnan jenderal, pangkat yang sebenarnya ia tengah berada di posisi ‘matahari yang cerah’. Pensiun dari militer, Pak Prabowo lalu berdiri tegak menatap masa depan Indonesia yang jauh lebih cemerlang, yakni; Indonesia berdaulat. Indonesia Bermartabat dan Indonesia Sejahtera.

Kali ini bukan ‘Sim Salabim’. Pak Prabowo bukan figur dadakan. Pak Prabowo tidak seperti banyak Capres ‘karbitan’ lainnya, yang berbekal materi, kepemimpinan partai lalu kemudian ikut dalam arus pusaran politik Tanah Air.. Dirinya tumbuh di lingkungan pasukan yang hampir seluruh waktunya habis di medan tempur. Di saat berpangkat “Kapten” inilah  Pak Prabowo mengutarakan impiannya menjadi Presiden di Republik ini. “Demi kejayaan Tanah Airku, Saya niatkan suatu saat kelak untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, demi menjaga keberlangsungan kedaulatan dan martabat negeriku” ikrar Kapten Prabowo puluhan tahun silam di medan tempur Timor-Timur, seperti dikutip Letkol (Purn) TNI Petrus Sunyoto, yang kini duduk sebagai Ketua Harian Dewan Pimpinan nasional (DPN) Gerakan Rakyat Dukung (Gardu) Prabowo Subianto.

Sebenarnya gejala alam telah menunjukkan jika kelak Pak Prabowo akan menduduki tampuk kepemimpinan nasional terlihat di Pemilu 2009 lalu ketika menjadi Cawapres Ibu Megawati Soekarnoputri. Mengapa di sebut ‘gejala alam?’. Sebab saat itu, jutaan rakyat ‘menyesalkan’ mengapa Pak Prabowo bersedia sebagai Cawapres? Sementara rakyat menginginkannya untuk tampil menjadi calon Presiden? Saya hanya berpendapat jika memang ‘momentum’ Pak Prabowo bukan sebagai Wapres, tetapi ia seorang Presiden.

Kini, perpisahan tahun tengah kita hadapi, 2012 kini dihadapan kita. Saya meyakini campur baur manusia Indonesia memberikan dukungan pada Pak Pabowo, baik melalui partai Gerindra dan sayap-sayapnya, juga sejumlah Organisasi Massa seperti Gardu Prabowo terus bermunculan di mana-mana, melintasi perbedaan agama, suku, ras dan antar golongan. Tujuannya satu. Prabowo Subianto, the next president!. Tidak ada yang lain.

Pertanyaannya kemudian? Sudahkan para pendukung Pak Prabowo mengokohkan semangat dan hatinya untuk terus bergerak mengabarkan kepada khalayak bahwa Indonesia akan dipimpin Pak Prabowo? Sudahkah kita menyelesaikan tanggung jawab untuk tidak terpengaruh dengan politik uang yang akan digelontorkan Capres lainnya? Sudahkah kita menyiapkan diri untuk menghadapi banyaknya ‘brutus-brutus’ politik yang sekedar ingin menguasai Indonesia, tetapi melupakan Mesuji, Palu, Ambon, Papua dan Lapindo yang kini masih tenggelam karena sebuah keserakahan duniawi?
Ada harapan besar di pundak Pak Prabowo, jika Tuhan berkenan memberikannya kesempatan sebagai pemimpin di republik ini. Yakni rakyat Indonesia mengimpikan negerinya aman dari pertikaian, serumpun dalam perbedaan, sejajar dalam berpendapat. Serta negerinya tidak menjadi negara ‘bar-bar’ antara satu dengan yang lainnya.

Di penghujung tahun 2011 ini, sebagai anak bangsa, saya hanya bisa mengajak pada kita semua. Niatkan, doakan, dan kuatkan semangat, bahwa Insya Allah, bapak Letjen TNI (Purn) H. Prabowo Subianto adalah Presiden Republik Indonesia.

Mari buka lembaran tahun 2012 dengan satu awalan catatan penting untuk semua anak bangsa. Catatlah dengan kalimat, “Tuhan Yang Maha Esa akan mengabulkan niat kita, mengabulkan cita-cita kita, bersama H. Prabowo Subianto, Indonesia akan damai, adil dan sejahtera. Amin’.

Mimpi, semangat dan berfikir Positif
Selamat memasuki Tahun 2012
(Hamzah Palalloi)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments