“Sim
Salabim, Prabowo Subianto Presidenku”. Inilah candaan saya bersama
kawan-kawan mahasiswa Penggiat Komunikasi Politik, jelang perpisahan
tahun 2011 ini. Candaan yang bukan sekedar bercanda, tetapi
dilatarbelakangi hiruk pikuk perpolitikan Tanah Air yang terasa ‘bosan’
dengan lemahanya sistem kepemimpinan nasional belakangan ini. Sim
Salabim untuk Pak Prabowo Subianto, hanyalah kata yang men-simbolkan
keinginan kuat jutaan rakyat Indonesia, yang seolah ingin memutar cepat
pergerakan arah jarum jam bahkan melompati kalender yang terasa bergerak
lambat menuju 2014.
Tetapi
ini bukan sekedar sulap-sulapan. Seorang Prabowo Subianto bukanlah
Calon Presiden dadakan seperti kebanyakan figur publik lainnya. Pak
Prabowo dalam perjalanan karirnya telah matang ditempa zaman. Saya
mengkiaskan Pak Prabowo sebagai ‘Baja Tulen’ yang telah disepuh oleh Mpu
sakti karena pengalamannya berhadapan dengan manis getirnya system
bernegara di Republik ini. Beliau lahir dan tumbuh dari keluarga
patriot, keluarga nasionalis sekaligus pendiri republik ini.
Margono
Djojohadikusumo adalah kakek Pak Prabowo yang dikenal sebagai pemikir
Bung Karno di bidang Ekonomi ketika Republik ini didirikan pertama
kalinya. Eyang Margono inilah yang kemudian bagi saya menganggapnya
sebagai tokoh penting dalam sistem ekonomi modern di Indonesia, dan
kemudian membidangi lahirnya Bank modern pertama di Indonesia. Jika tak
salah Bank BNI 1946 namanya.
Margono
wafat dan tidak sekedar wafat. Dari benih kehidupannyalah ia menurunkan
putra-putra patriotik. Diantaranya, Pak Sumitro Djojohadikusumo yang
dikenal sebagai sosok ‘begawan’ ekonomi Indonesia. Ia mampu bertahan
menjadi menteri dan pemikir ekonomi pada beberapa zaman setelah
Indonesia menjelma menjadi salah satu negara besar di kawasan
Asia-Afrika. Selanjutnya dua adik Pak Sumitro, yakni Subianto dan Sujono
seorang tentara muda yang gugur di medan tempur dalam usia yang amat
belia ketika mempertahankan republic dari tangan Jepang di Desa Wetan
Tanggerang Selatan di tahun 1942. Dua adik Pak Sumirtro inilah kemudian
dilekatkan namanya pada Pak Prabowo dan Pak Hashim.
Dari
benih Pak Sumitro lahir seorang Prabowo Subianto. Seorang kesatria yang
mempertaruhkan sebagian hidupnya kepada republik yang dicintainya.
Seorang prajurit sejati yang telah memikul ‘kesalahan negara’ di
pundaknya di akhir kepemimpinan Pak Harto, beliaupun legowo meninggalkan
posisi Pangkostrad dengan pangkat Letnan jenderal, pangkat yang
sebenarnya ia tengah berada di posisi ‘matahari yang cerah’. Pensiun
dari militer, Pak Prabowo lalu berdiri tegak menatap masa depan
Indonesia yang jauh lebih cemerlang, yakni; Indonesia berdaulat.
Indonesia Bermartabat dan Indonesia Sejahtera.
Kali
ini bukan ‘Sim Salabim’. Pak Prabowo bukan figur dadakan. Pak Prabowo
tidak seperti banyak Capres ‘karbitan’ lainnya, yang berbekal materi,
kepemimpinan partai lalu kemudian ikut dalam arus pusaran politik Tanah
Air.. Dirinya tumbuh di lingkungan pasukan yang hampir seluruh waktunya
habis di medan tempur. Di saat berpangkat “Kapten” inilah Pak Prabowo
mengutarakan impiannya menjadi Presiden di Republik ini. “Demi kejayaan
Tanah Airku, Saya niatkan suatu saat kelak untuk menjadi Presiden
Republik Indonesia, demi menjaga keberlangsungan kedaulatan dan martabat
negeriku” ikrar Kapten Prabowo puluhan tahun silam di medan tempur
Timor-Timur, seperti dikutip Letkol (Purn) TNI Petrus Sunyoto, yang kini
duduk sebagai Ketua Harian Dewan Pimpinan nasional (DPN) Gerakan Rakyat
Dukung (Gardu) Prabowo Subianto.
Sebenarnya
gejala alam telah menunjukkan jika kelak Pak Prabowo akan menduduki
tampuk kepemimpinan nasional terlihat di Pemilu 2009 lalu ketika menjadi
Cawapres Ibu Megawati Soekarnoputri. Mengapa di sebut ‘gejala alam?’.
Sebab saat itu, jutaan rakyat ‘menyesalkan’ mengapa Pak Prabowo bersedia
sebagai Cawapres? Sementara rakyat menginginkannya untuk tampil menjadi
calon Presiden? Saya hanya berpendapat jika memang ‘momentum’ Pak
Prabowo bukan sebagai Wapres, tetapi ia seorang Presiden.
Kini,
perpisahan tahun tengah kita hadapi, 2012 kini dihadapan kita. Saya
meyakini campur baur manusia Indonesia memberikan dukungan pada Pak
Pabowo, baik melalui partai Gerindra dan sayap-sayapnya, juga sejumlah
Organisasi Massa seperti Gardu Prabowo terus bermunculan di mana-mana,
melintasi perbedaan agama, suku, ras dan antar golongan. Tujuannya satu.
Prabowo Subianto, the next president!. Tidak ada yang lain.
Pertanyaannya
kemudian? Sudahkan para pendukung Pak Prabowo mengokohkan semangat dan
hatinya untuk terus bergerak mengabarkan kepada khalayak bahwa Indonesia
akan dipimpin Pak Prabowo? Sudahkah kita menyelesaikan tanggung jawab
untuk tidak terpengaruh dengan politik uang yang akan digelontorkan
Capres lainnya? Sudahkah kita menyiapkan diri untuk menghadapi banyaknya
‘brutus-brutus’ politik yang sekedar ingin menguasai Indonesia, tetapi
melupakan Mesuji, Palu, Ambon, Papua dan Lapindo yang kini masih
tenggelam karena sebuah keserakahan duniawi?
Ada
harapan besar di pundak Pak Prabowo, jika Tuhan berkenan memberikannya
kesempatan sebagai pemimpin di republik ini. Yakni rakyat Indonesia
mengimpikan negerinya aman dari pertikaian, serumpun dalam perbedaan,
sejajar dalam berpendapat. Serta negerinya tidak menjadi negara
‘bar-bar’ antara satu dengan yang lainnya.
Di
penghujung tahun 2011 ini, sebagai anak bangsa, saya hanya bisa
mengajak pada kita semua. Niatkan, doakan, dan kuatkan semangat, bahwa
Insya Allah, bapak Letjen TNI (Purn) H. Prabowo Subianto adalah Presiden
Republik Indonesia.
Mari
buka lembaran tahun 2012 dengan satu awalan catatan penting untuk semua
anak bangsa. Catatlah dengan kalimat, “Tuhan Yang Maha Esa akan
mengabulkan niat kita, mengabulkan cita-cita kita, bersama H. Prabowo
Subianto, Indonesia akan damai, adil dan sejahtera. Amin’.
Mimpi, semangat dan berfikir Positif
Selamat memasuki Tahun 2012
(Hamzah Palalloi)