Akhirnya saya menulis juga tentang seorang bernama Wa Ode Hamsina Bolu. Biasa disapa Kak Inan. Saya meyakini sebutan ‘Kak’ melekat padanya tidak semata karena usianya yang lebih dewasa ketimbang saya dan rekan-rekan lainnya. bisa karena banyak hal diantaranya, cara berfikirnya atau kedewasaannya dalam menyikapi sesuatu. Tetapi ini tak jadi soal, yang penting bagi saya, cukup nyaman untuk menyebutnya sekaligus menghargainya, itu yang penting.
Menulis ibu muda ini saya agak sedikit terganggu dengan nyali-nya untuk masuk dalam blantika Pilkada di Baubau, kota tempat saya bermukim, bekerja dan berkeluarga. Jangan sampai dianggap mengkampanyekan sosok wanita ini. Jangan sampai dianggap tim sukses lagi. Maklumlah, politik di daerah terkadang selalu mencampurbaurkan ‘semua hal’, selalu dan terlalu gampang membuat pengkotakan. Ini yang terkadang merusak nilai-nilai sosial antar pribadi, sekaligus membuat gossip baru. Tapi tak jadi masalah! Bagi saya, menulis adalah menulis, dan saya menghormati jika ada yang berbeda dengan pikiran saya.
Baru sekali bertemu, saya merasa ‘jatuh hati’ pada sapaannya, kerlingannya dan cara berfikirnya. Ini amat normatif bagi seorang lelaki. Apalagi Inan punya talenta dan karakteristik sendiri sebagai seorang wanita. Bagi saya, Inan itu cantik. Entalah di mata orang lain. Konsep wanita cantik bagi saya, adalah akumulasi antara fisik, keluwesan, kemampuan komunikasi verbal serta kepiawaian dalam menempatkan diri dalam ruang dan waktu. Sederhana kan?
Sayangnya saya belum mengenal jauh siapa Inan. Saya hanya terkesima ketika ia mengenalkan dirinya pada saya di acara Maulid di Taman Mini. Di tempat ini pula saya baru paham jika Inan salah satu ‘srikandi’ yang mengikrarkan dirinya sebagai bakal calon Walikota. The Greats!. Paling tidak, ia merasa punya kemampuan untuk itu. Ia seorang aparat yang bekerja di lembaga pengkajian, berpendidikan magister, punya jejaring keluarga yang punya nama di Kota Baubau (itu juga saya dapat dari situs jejaring sosialnya).
Tetapi yang paling penting, Inan punya semangat, punya ambisi, dan punya mimpi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin masa depan Baubau. Sebagai penggiat ilmu komunikasi politik, saya berpendapat jika Inan telah memiliki modal dasar untuk mewujudkan mimpinya, sekaligus menegaskan dirinya untuk sejajar dengan kaum pria Buton khususnya dalam frame-frame politik. Lagi pula, histori Buton amat melekat dengan seorang tokoh wanita yang identik dengan kekuasaan, yakni Wa Kaaka, seorang Ratu yang pertama kali memimpin Kerajaan Buton. Sehingga, siapapun wanita Buton yang terjun ke dunia politik, selalu di kait-kaitkan dengan nama ini.
Saya tak tahu cara yang digunakan Inan dalam mewujudkan mimpi politiknya. Bagaimana ia ‘merawat ketokohannya’, bagaimana ia ‘merawat kelembagaannya’ dan bagaimana ia ‘membangun konsensusnya’, sebagai modal dasar pencitraan politiknya. Saya hanya mengerti bahwa Inan adalah ‘zoon politicon’ sama dengan manusia lainnya, dan ia tengah berusaha untuk mendekatkan dirinya pada pengharapan itu. Tetapi saran sederhana yang banyak digunakan orang dalam berpolitik adalah ‘janji’, meski kadang diasumsikan sebagai sebuah kebohongan. Tetapi dalam politik, janji itu ‘wajib hukumnya’, sebab janji mendekatkan pengharapan seseorang pada subjeknya. (hehehehe….ini teori Kak Inan).
Saya tidak tahu pula, apakah Inan dalam ambisi politiknya benar-benar fokus sebagai calon Walikota ataukah memilih Wakil Walikota, ataukah sekedar ‘mentransfer’ kepopuleran lewat media poster sebagai seorang wanita pekerja di Kota Jakarta? Saya benar-benar tidak tahu. Tetapi apa yang dilakoni Inan hari ini, mengingatkan saya sebuah bacaan berjudul ‘Wild Swans’ karya Jung Chang yang berhasil memenangi NCR Book Award 1992 dan British Book of The Year Award 1993. Buku ini bercerita tentang kisah nyata ketegaran tiga wanita Cina yang amat kuat karena besar melalui pergolakan sosial, peperangan, peguasaan komunis hingga tampil sebagai pemimpin di era masa kini. Sungguh inspiratif.
Memang terlalu hiperbolik untuk membandingkan isi buku tersebut dengan mimpi politik seorang Inan. Bagi saya Inan, lebih menarik dalam posisinya sebagai seorang ibu muda dan sebagai wanita karir, yang tak lepas dengan cerita-cerita tentang romantisme, tentang kecantikan, dan cara pandangnya menatap Kota Baubau kedepan. Sungguh saya amat tertarik dengan hal ini. Sebab saya adalah lelaki yang begitu muda jatuh hati dengan sosok wanita yang memiliki kemampuan mengafiliasi antara kecantikan fisik dan kecerdasannya. Seperti saya mengagumi tokoh wanita sekelas ibu Sri Mulyani, mantan menteri di republik ini.
Kak Inan, saya suka semangatmu!