Tidak
banyak orang seperti Pak Prabowo Subianto. Meski harus ‘berhenti
ditengah jalan’ sebagai seorang satria dengan pangkat akhir Letnan
Jenderal, namun kharismanya pada sesama purnawirawan amat mengagumkan.
Sosoknya masih begitu melekat di benak para tentara, apalagi yang pernah
bekerjasama dengannya. Memang, beberapa sumber menyebutkan, ketika Pak
Prabowo memimpin Kopassus dan Kostrad, Pak Prabowo sukses menjadikan
pasukannya sebagai militer kelas dunia. Bukan hanya itu, Pak Prabowo
amat peduli dengan nasib pasukannya, mulai dari kenaikan pangkat hingga
seragam pasukan.
“Bapak
itu (maksudnya Prabowo Subianto) sangat peduli dengan nasib pasukan.
Beliau kadang mempertanyakan jika melihat tentara berpangkat kopral. Itu
berarti, pimpinannnya kurang peduli dengan nasib bawahan. Apalagi jika
lihat pasukan menggunakan seragam yang sudah usang, pasti komandannya
dipanggil menghadap, itu yang banyak dikenang para tentara” jelas
Asaldin Gea, mantan ajudan Pak Prabowo.
Cerita
Bang Gea, sekaligus mengingatkan kita semua bahwa sosok Prabowo
Subianto juga mewarisi ketegasan dan kepedulian Jendral M. Yusuf. “Ya
benar, Bapak juga sangat mengagumi sosok Jenderal M. Yusuf, makanya
ketegasan dan kepedulian akan kesejahteraan pasukan menjadi prioritas
beliau. Bapak sendiri, jarang menerima gajinya selama aktif di militer,”
imbuh Bang Gea yang kini aktif sebagai OKK Gerakan Rakyat Dukung
(Gardu) Prabowo, setelah ikut ‘pensiun dini’ dari militer dengan pangkat
akhir ‘Kapten’.
Cukup
banyak bukti jika Pak Prabowo begitu dicintai para purnawirawan.
Pertengahan bulan ini saja, ratusan purnawirawan menemui Pak Prabowo di
kediamannya di Hambalang Bogor. Mereka ingin menguatkan hati dan memberi
dukungan kuat pada sosok Prabowo Subianto, untuk tampil memimpin bangsa
ini pascapemilu 2014 mendatang. Ada suasana harubiru menyelimuti
pertemuan itu. Mereka seolah larut dengan kejayaan masa silam sekaligus
sedih dengan perjalanan bangsa saat ini, yang terasa jalan ditempat
bahkan mengalami kemunduran di tengah babakan demokrasi yang diagungkan
banyak orang.
“Kami
ada sekitar 500-an purnawirawan yang menemui Dik Bowo, sekedar
menguatkan hati dan memberi semangat pada beliau, untuk tampil bersama
rakyat Indonesia mengembalikan kejayaan bangsa ini,” tutur Pak Soemardi,
pimpinan rombongan yang merupakan senior Pak Prabowo Subianto semasa di
militer.
Pak Soemardi menjelaskan, kehadiran ratusan purnawiran itu sekaligus
menjadi simbol, bila Pak Prabowo amat kharismatik di kalangan para
militer di zamannya. “bahkan mungkin sekarang, adik-adik saya di pasukan
amat merindukan sosok militer pemikir, cerdas dan dekat dengan rakyat
seperti sosok Prabowo Subianto. Makanya kami amat begitu percaya dan
punya keyakinan bila Dik Bowo-lah, yang amat pantas memimpin Bangsa
Indonesia ke depan, beliau memang to be a president, the next a president”
ujarnya didampingi, Letkol (Purn) Petrus Sunyoto, seorang tentara yang
di zamannya di kenal sebagai Kopassus pemberani yang pernah menerima
penghargaan dari Presiden Soeharto sebagai Komandan Kompi terbaik dan
terberani di jajaran TNI.
Alasan
Pak Soemardi dan ratusan purnawirawan itu sederhana, bahwa Pak Prabowo
memiliki ‘modal kuat’ sebagai Presiden. Modal itu itu tidak sekedar
financial. “Dik Bowo itu selain rendah hati, beliau sangat piawai,
pengalaman, cerdas, dan sangat menguasai ilmu ‘ke-indonesiaan’, termasuk
komitmennya untuk mengembalikan Pancasila sebagai falsafah bernegara
dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusi secara murni dan konsekuen. Itu
yang paling dibutuhkan bangsa ini sekarang dan masa yang akan datang.
Dik Bowo inilah sosok yang disegani bangsa-bangsa lain di dunia,
termasuk negara adi daya sekalipun”jelas Pak Soemardi bersemangat.
Cerita Pak Soemardi, seolah mengingatkan kita akan sosok-sosok heroik
bangsa lain yang ada di dunia. Diantaranya, Iran memiliki Brigjen Qassem
Suleimani, Panglima Brigade Quds yang merupakan pasukan super elite
Iran, juga ada syaikh Anwar Al-Awlaqi, seorang ulama Yaman yang amat
ditakuti Amerika, maka di Indonesia memiliki Jenderal Prabowo Subianto
yang telah menyatakan komitmennya untuk tidak larut dalam situasi
liberalisme atau neo-liberalisme, yang merupakan paham yang begitu di
dewakan oleh Amerika.
Tetapi
Pak Prabowo tak sumringah seperti banyak tokoh lainnya. Ia lebih
memilih diam, dalam petjalanan politiknya. Alasannya juga amat
sederhana. “Saya banyak diam, karena memberikan kesempatan kepada
pemimpin di republik ini untuk bisa menyelesaikan tugas-tugasnya dengan
baik,” tegasnya dalam beberapa pernyataan di beberapa situs jejaring
sosial. Disinilah tampak talenta ‘negarawan’ seorang Prabowo Subianto,
yang tidak grasak-grusuk.
Garuda di Kota Bandeng
Sepekan
ini saya berkesempatan pulang kampung di Kota Pangkajene dan Kepulauan
(Pangkep) Sulawesi-Selatan, kota yang amat terkenal dengan ikan
bandeng-nya yang khas dan gurih, sehingga daerah ini dikenal sebagai
Kota Bandeng. Saya sedikit tertarik menuliskan Pangkep di sini, sebab
saya melihat aroma Pak Prabowo Subianto melalui Partai Gerindra-nya juga
merebak di kota asal ‘Semen Tonasa’ ini. Sesuatu yang sebenarnya saya
tidak sangka sebelumnya. Apalagi setelah tiba di rumah nenek, saya
menyaksikan kalender bergambar Prabowo Subianto diapit Andi Rudiyanto
Asapa, ketua DPD Gerindra Sulsel dan Kamrussamad, Ketua DPC Gerindra
Pangkep terpampang di ruang tamu.
Saya
lalu bergumam dalam hati, “Pak Prabowo ada di rumah nenek saya, meski
saya sendiri belum mengenalkan mereka jika saya juga adalah pengagum Pak
Prabowo,” pikirku. Bagi saya ini sebuah fenomena, jika mesin Partai
Gerindra setidaknya telah bergerak dengan pasti. Saya meyakini itu,
setelah beberapa saudara sepupu berusaha ‘mengkampanyekan’ Pak Prabowo
dan Partai Gerindra pada saya secara pribadi. Saya diam saja, dan
berusaha menyelami prilaku politik kader-kader partai ‘garuda’ ini,
meski itu adalah saudara-saudara saya sendiri. Saya hanya ingin
memastikan sejauhmana militansi dan loyalitas mereka akan partai dan
tokoh yang diidolakannya.
Saya
juga bangga setelah melihat sekretariat DPC Gerindra di Pangkep
posisinya sangat strategis, berada di pusat kota dan tepat berada di
poros utama jalan raya Makassar-Parepare, sehingga orang bisa melihatnya
saat melintasi poros utama provinsi ini. Saya juga sempat bercerita via
telepon selular pada Pak Kamrussamad selaku ketua DPC Gerindra Pangkep,
dan juga sekertarisnya H. Adil Badar. Keduanya bercerita tentang
kesiapan partainya dan usungan Pak Prabowo Subianto sebagai Capres pada
Pemilu mendatang.
Saya sedikit berbesar hati dengan posisi Kamrussamad selaku ketua
partai, saya paham beliau adalah tokoh muda kharismatik asset Pangkep
masa depan. Punya pengalaman sebagai organisatoris KNPI pusat, dan
pernah mencalonkan diri sebagai Bupati di daerah ini, dengan slogan
Bugis ‘Malolo, Macca Na Pagama’, yang berarti ‘Muda, Cerdas dan
Alim’. Saya suka slogan itu. Apalagi ia dalam mengelola partai ini
didampingi H. Adil Badar selaku sekretaris. Seorang sosok mantan
birokrat Pangkep yang cukup banyak pengalaman dalam tugas-tugasnya.
Memang,
tidak mudah bagi Gerindra untuk menjadi yang terbaik di Pangkep.
Apalagi iklim politik Sulsel, jelang suksesi Gubernur adalah sebuah
diorama dua raksasa politik yang harus dihadapi oleh ‘Garuda’ di daerah
ini. Maklumlah, Gubernur incumbent, Syahrul Yasin Limpo adalah Ketua DPD
Golkar Sulsel, yang didukung penuh oleh Bupati Pangkep, Syamsuddin
Batara yang juga ketua DPC Golkar Pangkep. Penantang utamanya, Ilham
Arif Surajuddin, (Walikota Makkassar) adalah Ketua DPD Demokrat Sulsel,
yang didukung penuh Wakil Bupati Pangkep, Taufikrahhman, yang juga Ketua
DPC Demokrat Pangkep.
Ini
berarti, jika di level politik Pangkep, adalah pertarungan antara
politik seorang Bupati versus Wakil Bupati, tentu tantangan tersendiri
bagi seorang Kamrussamad dan kader-kadernya untuk bisa menjadi ‘poros
tengah’ bagi rakyat Pangkep. Tentu tidak sekedar poros tengah, tetapi
bisa menjadi solusi diantara ‘perbedaan’ politik kedua pemimpin daerah
itu. Saya yakin bang Kamrussamad bisa memanfaatkan celah itu.
Selamat bekerja, Sukses selalu !!