Karena saya bukan pemilih di DKI, tentu saya hanya berseliweran di sekitar TPS-TPS yang ada di kawasan Kali Pasir Cikini, Jakarta Pusat, dekat kos-an saya. Kawasan yang di era tahun 80-an terkenal sebagai pusat peredaran ganja Jakarta. (Duh serem juga mengingat masa lalu). Tapi pagi 20 September 2012 ini benar-benar cerah, saya sendiri mendapat kiriman pesanan baju baru kotak-kotak ala jokowi, sekedar ingin berbangga hati sebagai pengagum pasangan Jokowi-Basuki, meski belum pasti keduanya memenangkan Pilkada ini. Saya juga terkesima begitu banyak orang menggunakan pakaian serupa. Rentetan peristiwa ini bergerak ala ‘managemen ilahi’ dan seakan berkata “selamat datang Jakarta baru”. Itulah semangat pagi diantara ketegangan yang meliputi pesta demokrasi kali ini.
Sekarang pukul 10.15 WIB. Saya terus menguntai rasa pada nikmat semesta alam Jakarta ini. Saya tak peduli jika saya orang daerah yang hanya berstatus penduduk sementara di ibukota. Tetapi saya juga seolah ingin berkata, “saudara-saudara warga Jakarta, berfikirlah, memilih yang baru lebih baik dari memilih yang lama. Sebab yang lama telah usang. Saudara-saudaraku orang Jakarta. Pilihlah Jokowi-Basuki, meski pasangan ini gado-gado Jawa-China, Islam-Kristen, tetapi inilah rahmat Allah SWT yang diberikan pada kita, bukankah perbedaan itu adalah rakhmat? Saya sederhana memaknainya, bahwa keberagaman, perbedaan, adalah khazanah kekayaan negeri yang luar biasa jika kita mampu memberinya makna.
Pukul 10.17 WIB. Saya menyetel televisi. Ramai sekali berita-berita soal Pilkada Jakarta ini. Tentulah, sebab Jakarta barometer politik Indonesia, meski kualitasnya tidak lebih baik dari kondisi di daerah-daerah. Bahkan ada kandidat yang seolah ingin memaksakan kehendaknya untuk memenangkan pilkada dengan kekuasaan yang dimiliki. Saya bernegatif thinking jika ini gaya militer ala Betawi…duh..semoga ini hanya strategi, bukan yang sebnarnya.
Diantara ketegangan-ketegangan menyambut hasil Pilkada melalui hitungan cepat di salah satu stasiun TV setalah TPS tutup pukul 13.00 WIB sebentar, saya terhibur dan tergelitik dengan sebuah lagu Betawi khas Benyamin.S yang disiarkan salah satu TV swasta nasional pengantar Pilkada pagi ini…
“Eh..ujan gerimis aje…ikan lele ada kumisnyee…”
“Eh jangan menangis Aje…yang pergi jangan dipikirin…”
Waduh…ini lagu seolah ingin mengucapkan selamat tinggal pada seseorang kandidat yang menggunakan jargon kumis sebagai branding politiknya…saya berfikir media massa benar-benar menggunakan ‘analisis framingnya’ dalam membingkai informasi seputar kandidat-kandidat yang bertarung. Tetapi diantara hiburan itu..warga Jakarta tentu berharap pesta Pilkadanya kali ini benar-benar berjalan seperti biasanya, tanpa ada ketegangan, apalagi ancaman keamanan yang bisa mengganggu aktifitas warga Jakarta umumnya.
Jakarta…Jakarta…saya hanya ingin berkata pada ‘pagi’…selamat datang Jakarta baru…..(**)
Sekarang pukul 10.15 WIB. Saya terus menguntai rasa pada nikmat semesta alam Jakarta ini. Saya tak peduli jika saya orang daerah yang hanya berstatus penduduk sementara di ibukota. Tetapi saya juga seolah ingin berkata, “saudara-saudara warga Jakarta, berfikirlah, memilih yang baru lebih baik dari memilih yang lama. Sebab yang lama telah usang. Saudara-saudaraku orang Jakarta. Pilihlah Jokowi-Basuki, meski pasangan ini gado-gado Jawa-China, Islam-Kristen, tetapi inilah rahmat Allah SWT yang diberikan pada kita, bukankah perbedaan itu adalah rakhmat? Saya sederhana memaknainya, bahwa keberagaman, perbedaan, adalah khazanah kekayaan negeri yang luar biasa jika kita mampu memberinya makna.
Pukul 10.17 WIB. Saya menyetel televisi. Ramai sekali berita-berita soal Pilkada Jakarta ini. Tentulah, sebab Jakarta barometer politik Indonesia, meski kualitasnya tidak lebih baik dari kondisi di daerah-daerah. Bahkan ada kandidat yang seolah ingin memaksakan kehendaknya untuk memenangkan pilkada dengan kekuasaan yang dimiliki. Saya bernegatif thinking jika ini gaya militer ala Betawi…duh..semoga ini hanya strategi, bukan yang sebnarnya.
Diantara ketegangan-ketegangan menyambut hasil Pilkada melalui hitungan cepat di salah satu stasiun TV setalah TPS tutup pukul 13.00 WIB sebentar, saya terhibur dan tergelitik dengan sebuah lagu Betawi khas Benyamin.S yang disiarkan salah satu TV swasta nasional pengantar Pilkada pagi ini…
“Eh..ujan gerimis aje…ikan lele ada kumisnyee…”
“Eh jangan menangis Aje…yang pergi jangan dipikirin…”
Waduh…ini lagu seolah ingin mengucapkan selamat tinggal pada seseorang kandidat yang menggunakan jargon kumis sebagai branding politiknya…saya berfikir media massa benar-benar menggunakan ‘analisis framingnya’ dalam membingkai informasi seputar kandidat-kandidat yang bertarung. Tetapi diantara hiburan itu..warga Jakarta tentu berharap pesta Pilkadanya kali ini benar-benar berjalan seperti biasanya, tanpa ada ketegangan, apalagi ancaman keamanan yang bisa mengganggu aktifitas warga Jakarta umumnya.
Jakarta…Jakarta…saya hanya ingin berkata pada ‘pagi’…selamat datang Jakarta baru…..(**)