Sebuah
poster kecil terpampang didepan meja kerja saya di DPN Gardu Prabowo.
Poster itu adalah potret pak Prabowo menggunakan kopiah khas Bali,
dengan kedua telapak tangan didekapkan depan dada beliau sendiri.
Seolah menyembah orang banyak. Sebelahnya lagi, ada potret beliau
melambaikan tangan pada banyak orang. Saya mencermati secara seksama,
apakah ini hanya sekedar bentuk pencitraan politik beliau dalam merajut
impiannnya menuju kursi kepresidenan di tahun 2014 mendatang? Apakah ini
yang disebut sebagai bagian dari teori politik ala ‘Erfing Guffman’
tentang back stage dan front stage itu? Mungkin ada
benarnya. Tetapi sebagai orang yang suka menuliskan tentang apa saja
dalam diri Pak Prabowo adalah sebuah analisa menarik tersendiri bagi
saya. Setidaknya ingin menelisik lebih jauh tentang sosok pemimpin masa
depan bangsa Indonesia ini.
Saya
banyak mendapatkan informasi tentang hal ini dari beberapa orang dekat
beliau, bila sebenarnya prilaku seperti ini adalah prilaku ‘tak sadar’
Pak Prabowo ketika bertemu orang banyak. “Mungkin ini didikan keluarga
beliau sejak kecil, sehingga setiap bertemu orang banyak secara dekat,
beliau langsung berjabat tangan atau melakukan gerakan tangan seperti
menyembah.Jika dari kejauhan, beliau selalu melambaikan tangan” kata
Bang Asaldin Gea, mantan ajudan beliau saat masih aktif di militer
siang ini (17/9). Hanya itu informasi yang saya peroleh.
Saya ingin mengkajinya dalam prilaku psikologi komunikasi berdasarkan
analisa subjektif saya, dengan mengkaitkan kultur yang mempengaruhi
kehidupan Pak Prabowo, bahwa hal-hal ‘tak sadar’ selalu muncul dalam
setiap momentum, menggambarkan pribadi orang itu. Bukan by design atau
sekedar bentuk kesengajaan untuk mempengaruhi orang lain.
Prilaku
mengapitkan telapak tangan di depan dada, dalam adalah bentuk
‘penyembahan kesedarajatan’ atas diri Pak Prabowo dengan manusia
lainnya. Sikap inilah yang disebut dengan egaliter atau menghargai
kesederajatan sebagai umat manusia. Jika apitan tangan itu lebih tinggi
lagi, biasanya dilakukan pada junjungan raja yang biasanya dilakukan di
zaman kerajaan-kerajaan dulu. Sementara lambaian tangan selalu
dipersepsikan sebagai bentuk kedekatan dengan orang lainnya.
Tentu dapat
ditarik kesimpulan, jika prilaku ini menggambarkan ‘inner personal’ Pak
Prabowo yang sebenarnya. Bahwa beliau sosok yang sangat menghargai
kesederajatan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Secara
sederhana saya menyebutnya sebagai bentuk dan sifat penyayang Pak
Prabowo.
Saya
tak ingin melintas dalam diri Pak Prabowo yang kini telah merambah
dunia politik tanah air. Saya hanya ingin membangun persepsi, bahwa
dibalik ketegasan beliau yang ditempa pendidikan dan pengalaman sebagai
prajurit yang setia dengan sumpah marga-nya, beliau memiliki sifat
amanah, menyantuni, tahu nilai-nilai kultural bangsa Indonesia, dan
selalu menghargai kesederajatan seseorang, sebagai sesasama hamba Tuhan.
Saya ingin sekali masuk dalam wilayah semesta kultural Jawa yang sarat
nilai-nilai itu.
Bahwa Pak Prabowo adalah sosok pribadi yang mampu
menterjemahkan alam pikiran budaya Indonesia, untuk terus
ditumbuhkembangkan dalam membangun Republik Indonesia. Saya hanya
berfikir, bahwa mungkin inilah salah satu jawaban, mengapa Pak Prabowo
begitu aktif memperjuangkan sosok Joko Widodo-Basuki dalam Pilkada DKI,
yang dinilai publik sebagai sosok yang santun. Semoga benar demikian.
Sebab sikap penyayang Pak Prabowo yang dalam, amat layak menjadi panutan
para pemimpin bangsa ini. Bahwa bangsa ini dibangun atas dasar kasih
sayang, menghargai kesederajatan, dan terus menularkan virus-virus
positif bagi semesta rakyat Indonesia. Semoga Allah SWT merakhamati.
(**)