» » Renungan Dalam Derai Airmata Di Penghujung 2014

Renungan Dalam Derai Airmata Di Penghujung 2014

Penulis By on 31 December 2014 |

BATIN terasa tersayat manakala membayang perih kehidupan saudara-saudara kita yang menjadi korban petaka pesawat Air Asia QZ8501. Korban, keluarganya, hingga kita yang menyaksikan evakuasi yang ditayangkan media tentu tak bisa melepas senyum, terkecuali rasa cemas, duka, airmata hingga munajat doa. Fitrah diri sebagai manusia menjadi sadar, jika sebenarnya sehebat apapun kehidupan manusia, ia tak dapat menentukan takdirnya. Tak tahu kapan dan di mana hidup manusia berakhir.

Pun tak dapat mengukur, kapan kehidupan manusia itu berakhir? Di daratkah? Di airkah atau di udara seperti saudara-saudara kita korban kecelakaan Air Asia QZ8501. Tentu tak data menyalahkan siapa-siapa, sebab hidup telah ada yang mengatur-Nya, secangggih apapun pelengkap hidup manusia itu. Dan kita baru tersadar akan sebuah kebesaran dan kekuatan yang maha tak tertandingi, dengan musibah-musibah yang suatu saat ‘dipertontonkan’ jika Ia berkehendak. Tak hanya musibah kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501, sebelumnya longsor Banjarnegara adalah cerita-cerita pilu yang memaksakan manusia, untuk tunduk pada sebuah kekuatan, sekaligus berharap keajaiban dari-Nya. Tuhan Sang Penguasa Alam semesta.

Tahun 2014 di negeri ini, telah banyak memberi warna dalam hidup dan kehidupan orang Indonesia. Dari pesta demokrasi kepemimpinan nasional yang memantik ketegangan dalam peta-peta kubu politik, tersingkapnya ulah para koruptor dari mereka yang berlabel pejabat, cerita mesum antara ayah dan anak kandung, gugatan anak pada ibu kandungnya sendiri, naiknya harga BBM di saat harga minyak dunia turun, merosot dan jatuhnya nilai rupiah, musibah longsor banjarnegara, dan kecelakaan Air Asia QZ8501, adalah kisah-kisah yang mewarnai kehidupan orang-orang Indonesia. Dua kisah terakhir; longsor Banjarnegara dan kecelakaan Air Asia QZ8501, memaksa mata kita berderai, jika benar-benar menyadari, bahwa hidup manusia itu hanyalah sebuah ‘drama’ yang menegur bangsa ini, untuk kembali menata diri dan sadar diri. Entalah; bagaimana kita memaknainya.

Ini hanyalah catatan singkat, sebagai refeleksi akhir tahun 2014. Semoga di tahun 2015, kebaikan dan kesadaran itu lahir sebagai sebuah kekuatan kolektif bangsa ini, yang kemudian sadar untuk tumbuh bersama dan hidup bersama dalam sebuah negeri yang penuh berkah dan kesejahteraan. Amin. Pun, kita harus tersadar, bahwa manusia ada kekuatan mahas dahsyat yang mengaturnya, dan harus tunduk pada kekuatan itu. Allah SWT, tuhan seru sekalian alam. Dari-Nya kita hanya menerima tiga panggilan, saat kita hendak Salat, saat kita hendak berhaji, dan yang pasti saat hendak ke liang Lahat. Wallahu Alam Bissawab. Kita hanya berharap Allah SWT selalu memberi yang terbaik buat kita, dan hidup kita selalu penuh cinta…**
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments