» » » Era Perkotaan Humanisme

Era Perkotaan Humanisme

Penulis By on 17 January 2018 | No comments

BARU sadar pada sebuah pertanyaaan, mengapa Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil- Walikota Bandung begitu fenomenal, begitu diagungkan, bahkan sempat ‘dipaksa-paksa’ menjadi calon Gubernur DKI Jakarta? tentu banyak jawaban pembeda yang bisa disematkan padanya. Jawaban yang berkisar pada siapa dirinya, dan apa saja yang dibuatnya di kota berjuluk ‘Paris van Java’ itu. 

Paling tidak persaksian mata di kota ini, mematahkan asumsi yang selalu meng-agung-kan kepala daerah yang getol membangun serupa dengan Kang Emil. Padahal tidak. Kang Emil tetaplah berbeda, pembangunan Kota Bandung jauh lebih memanusiakan warganya. Itu kenapa saya sebut ‘tidak serupa, berbeda’, bahkan sekalipun dengan keberhasilan Pak Ahok di Jakarta, juga kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Bicara fisik, Bandung mungkin tak seheboh daerah-daerah lainnya, bukan dengan bangunan megah, atau jalan beraspal puluhan kilometer. Sebab kota ini secara infrastrutur telah terbangun sejak era penjajahan silam, yang juga mewariskan heritage-heritage mengagumkan. Paling tidak kita bisa berkata Bandung terwariskan infrastruktur Eropa yang mengagumkan. Itu modal awal kota jelita ini.

Bandung memang kota macet, tetapi warganya selalu menebar senyuman, sebab di kemacetan mata selalu termanjakan dengan taman-taman jalan, pot-pot kembang yang sengaja digantung di pepohonan, plus wanita-wanita cantik yang ada di mana-mana. Toh jika berpapasan dengan preman sangar, tampangnya pun tak sesangar dengan preman-preman perkotaan yang berotot, berperangai kasar, dan kerap menyertakan umpatan. Teringat sinetron ‘preman insaf’ yang berlatar Kota Bandung itu. Ada kelucuan di sana, bahkan kebahagiaan. Bahagia menyusur setiap lekuk-lekuk Kota Bandung.

Kata ‘bahagia’ ini, memang menjadi indikator keberhasilan Kang Emil dalam memimpin. Sebutannya indeks kebahagian warga kota, yang ia ukur dari seberapa banyak warga keluar rumah di malam hari. Bukan apa-apa, tetapi menikmati keromantisan kotanya. Analoginya sederhana, warga yang berdiam dalam rumah di malam hari karena merasa tidak aman dan tak nyaman. 

Sepertinya konsep pembangunan Kang Emil seolah mendeskripsikan Kota Bandung sebagai adalah rumah besar yang aman, nyaman, menyenangkan, dan menyediakan apa saja bagi warganya, juga bagi mereka yang berkunjung. Pokoknya siang dan malam, situasinya sama saja. Sama-sama menyenangkan. 

Karenanya, tak mengherankan jika spot-spot kota ini selalu diselimuti pedestrian (trotoar) yang nyaman bagi pejalan kaki. Jika lelah, ada saja tempat nongkrong berupa kursi panjang yang disediakan di setiap jengkal radius meter pedestrian itu, plus spot-spot wifi internet yang tersebar di mana-mana, dengan taburan pot-pot bunga serta bola-bola beton yang menjadi hiasan sekaligus berfungsi sebagai pembatas jalur kendaraan, yang biasanya menggunakan trotoar sebagai areal parkir. Singkatnya, kehidupan Kota Bandung benar-benar memanusiakan warganya. Ini yang bisa disebut sebagai kota humanis, yang patut menjadi contoh bagi kota lainnya dalam menderukan pembangunan fisik perkotaan. 

Tak berlebihan jika tulisan ini menyematkan Kang Emil sebagai sosok pemimpin pembangunan perkotaan humanis. Sematan yang dilatarbelakangi oleh inovasi Kang Emil yang memanfaatkan kehidupan sejarah, dinamika warga, dan masa depan kota ini yang selalu menawarkan romantisme. Ia seakan sadar, bahwa sejarah telah menuliskan jika kota ini memang menyenangkan. Sebagaimana pesan seorang filsuf Belanda WA. Bouhower seabad siilam dengan mengatakan, “Bumi Parahyangan (Bandung) terlahir saat Tuhan sedang tersenyum”. Kalimat filosofis yang begitu bermakna.

Soal figur kepemimpinan, nama Kang Emil di mata warganya jauh lebih populer dibanding nama sebenarnya, Ridwan Kamil; dua penyebutan yang teramat berbeda, juga derajat berbeda. Kang Emil lebih merakyat, lebih merasuk ke relung-relung hati warganya. Makanya wajar jika sopir-sopir angkot dan akang-akang becak di sana, lebih suka menyebut nama ini ketimbang Ridwan Kamil. Mungkin ini ‘terapi’ yang dibuat Kang Emil agar ia mudah mempengaruh pikiran orang Bandung dalam mensukseskan apa saja yang ada di benaknya.

Tak ada salahnya kita belajar pada sosok ini!

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments