Niat Banget!.
Ini istilah anak Jakarta pada seseorang yang benar-benar fokus terhadap
sesuatu, sehingga kerap apa yang diinginkannya begitu mudah
diperolehnya. Itu juga yang saya alami beberapa hari ini ketika lagi
semangat-semangatnya menulis tentang ‘apa saja’ mengenai sosok Jenderal
Prabowo Subianto, ada-ada saja sumber dan cerita yang saya peroleh
tentang beliau. Padahal dihitung-hitung, saya tidak memiliki tendensi
apa-apa dibalik semua itu selain keinginan mengasah sensitivitas melalui
kekuatan sebuah tulisan.
Buktinya sepulang dari kampus, saya ditelepon rekan-rekan sesama aktivis Pramuka asal Sulawesi Tenggara yang baru usai mengikuti sebuah seminar di kawasan Ancol. “Ayo Kak kumpul di Senen, teman-teman ada di Jakarta,” begitu suara Kak Wawan, seorang rekan asal Kota Baubau. Tentu saya bersemangat dengan telepon itu, maklum otak kanan saya berpikir pragmatis lagi, “Hitung-hitung makan gratis lagi,” pikirku sembari tersenyum kegelian. Maklum, mahasiswa dalam kondisi seperti ini, kata ‘gratis’ adalah sebuah rahmat, sehingga dalam waktu 15 menit, Ojek tumpangan saya begitu cepat meluncur hingga ketujuan.
Buktinya sepulang dari kampus, saya ditelepon rekan-rekan sesama aktivis Pramuka asal Sulawesi Tenggara yang baru usai mengikuti sebuah seminar di kawasan Ancol. “Ayo Kak kumpul di Senen, teman-teman ada di Jakarta,” begitu suara Kak Wawan, seorang rekan asal Kota Baubau. Tentu saya bersemangat dengan telepon itu, maklum otak kanan saya berpikir pragmatis lagi, “Hitung-hitung makan gratis lagi,” pikirku sembari tersenyum kegelian. Maklum, mahasiswa dalam kondisi seperti ini, kata ‘gratis’ adalah sebuah rahmat, sehingga dalam waktu 15 menit, Ojek tumpangan saya begitu cepat meluncur hingga ketujuan.
Yang
namanya baru kumpul, ada-ada saja materi perbincangan hadir di sana.
Salah satunya datang dari Kak Jaenuddin Ladansa, Sekretaris Kwartir
Daerah Gerakan Pramuka Sulawesi Tenggara. Saya masih ingat betul, Kak
Jaenudin pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Kendari dari
Partai Gerindra pada Pemilu lalu. Sayang niatnya baiknya itu masih
tertunda, karena perolehan suaranya belum cukup. “Kakak masih di
Gerindra kan? tanyaku. “Iya, begini-begini saya ketua Bapilu Gerindra di
Kendari,” jawab Kak Jaenuddin dengan gaya kocak khasnya.
Pembicaraan
pun mengarah pada figur Pak Prabowo. “Beliau (Prabowo Subianto) itu
punya panggilan khas, yakni 08, tetapi saya tidak tahu betul makna 08
itu. Saya hanya mendengarnya dari beberapa kader Gerindra Sulawesi
Tenggara, jika Pak Prabowo punya sebutan itu,” ujar kak Jaenuddin.
Beberapa rekan lain menimpali dengan asumsi-asumsi bahwa angka ‘08’ ada
hubungannya dengan jumlah Jenderal pendukung Pak Prabowo dalam menapaki
kursi kepresidenan. Lalu siapa 8 orang jenderal itu? Tidak ada yang
tahu. Hanya direka-reka. Sama rekaan pada nama pesawat ‘Sempati’ dengan
akronim ‘Sembilan Perwira Tinggi’. Tapi siapa sembilan orang itu, juga
tidak banyak yang mengetahuinya.
Hampir
2 jam lamanya semua larut dengan diskusi akan misteri angka ‘08’ itu.
Ada yang mengatakan mungkin terkait dengan nama perusahaan Pak Prabowo.
Juga ada yang memprediksi bahwa 08 itu adalah urutan para Jenderal kuat
dan berdedikasi yang pernah ada dalam sejarah panjang Bangsa Indonesia.
Rekan saya menyusunnya, mulai dari (1) Jenderal Sudirman, (2) Jenderal
Urip Sumiharjo, (3) Jenderal AH. Nasution, (4) Jenderal Ahmad Yani, (5)
Jenderal Soeharto, (6) Jenderal M. Yusuf, (7) Jenderal Moerdani dan
terakhir (8) Jenderal Prabowo Subianto. Entalah, sebab ini hanya diskusi
‘teka-teki’ belaka.
Meski
begitu, saya tak puas dengan ‘diskusi teka-teki’ itu. Saya pun kemudian
mencarinya melalui ‘google’. Ternyata benar, Pak Prabowo memang punya
sapaan ‘08’ itu juga pengakuan Paranormal Permadi. “Jangan lupa Pak
Prabowo biasa dipanggil 08,” terangya.dalam sebuah diskusi setahun lalu,
26 Oktober 2010 yang saya ‘copas’ dari situs okezone.com. bahkan
Permadi mengutarakan bila angka 9 hanya bisa ditumbangkan oleh angka 8.
entah apa maksud penerawangan Pak Permadi. Tetapi angka 9, mengingatkan
saya tentang angka yang sering digunakan oleh kader-kader sebuah partai
di tanah air.
Yang
menarik, dalam ilmu fengshui Cina, angka 8 diartikan sebagai
‘kemakmuran’ dan merupakan angka favorit selain angka ‘9’. Boleh jadi,
ini juga menjadi jawaban, mengapa dalam setiap orasi politik Pak
Prabowo, sebutan kata ‘kemakmuran’ itu begitu sering dilontarkannya.
Apakah ini prediksi yang benar? Tentu hanya Pak Prabowo yang tahu persis
ceritanya.
Image Branding
Terlepas dari teka-teki angka ‘08’ yang melekat pada diri Pak Prabowo,
satu hal yang menjadi pelajaran dari hal ini, bahwa Pak Prabowo, sejak
awal mengetahui pentingnya ‘image branding’ bagi diri dan partainya,
inilah yang kemudian dapat mengarahkan pada proses pembentukan citra.
Sebab boleh jadi simbol-simbol tertentu pada sebuah kemasan, akan
melahirkan sesuatu yang disebut ‘theater of mind’ (tayangan pemikiran).
Citra
politik berkaitan juga dengan sosialisasi politik, karena citra politik
terbentuk melalui proses pembelajaran politik baik secara langsung
maupun melalui pengalaman empiric. Menurut Prof. Dr. Anwar Arifin, citra
politik mencakup beberapa hal yakni; (1) seluruh pengetahuan politik
seseorang (kognitif), baik benar maupun keliru; (2) semua preferensi
(afeksi) yang melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa politik yang
menarik; (3) semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa
yang mungkin terjadi jika ia berprilaku dengan cara berganti-ganti
terhadap objek dalam situasi itu. Justru itu citra politik sebalu
berubah sesuai dengan berubahnya pengetahuan politik dan pengalaman
politik seseorang.
Bagi
saya, satu hal yang penting dipetik oleh kader Partai Gerindra dalam
mengusung Pak Prabowo Subianto tampil menjadi Presiden RI yakni
bagaimana membina ‘pendapat umum’ rakyat Indonesia, bahwa Pak Prabowo
adalah sosok visioner, berdedikasi dan menjanjikan sebuah harapan besar
bagi bangsa Indonesia kedepan. Lalu bagaimana cara membina ‘pendapat
umum’ itu? Gerindra-lah yang bisa menjawabnya sendiri.
Terbanglah Tinggi Sang Garuda!