Maka energi positif sesuatu itu mengalir pada Anda
(The Secreet Teory)
Itulah ungkapan seorang Hendy Setiono. Pemuda Milyarder yang dimiliki Indonesia saat ini didepan ratusan mahasiswa Universitas Mercubuana Jakarta, saat seminar Marceting Coomunication berlangsung Sabtu pekan ini (2/10). (baca kisah Hendi disini)
Sama sepertiku, Dia juga ‘penganut’ the secreet teory. Namun lebih menarik dari itu, Hendi yang selama ini kukagumi dengan talenta bisnisnya, benar-benar hadir dan membuatku terkesima. Terkesima dengan ‘gesekan-gesekan’ Hendy terhadap Kota Jakarta. Ia mampu hidup dalam dawai irama persaingan. Ia seolah berpijak dilangit-langit surgawi kesuksesannya.
Menurutku, Hendy adalah kamus besar kesuksesan seorang pemuda. Usianya yang sangat belia (sekitar 26 tahun), ia telah mampu ‘menyulap’ dirinya masuk dalam level pemuda terkaya di Asia. Padahal modal awal dalam menjalankan bisnis Kebab Turki-nya tak lebih dari Rp 4 juta rupiah, dan dimulainya dengan dorongan gerobak. Kini menjelma menjadi perusahaan dengan ribuan karyawan, dan menjadikan Hendy sebagai Presiden Direktur. Sungguh luar Bisa! Inilah bukti dari sebuah kesungguhan.
(Hendy saat menerima penghargaan sebagai enterpreners sukses)
Ketika seorang mahasiswa bertanya tentang ‘ketakutan awal’ dalam berbisnis. Hendy menjawab lantang. “Jangan dulu pikirkan sebuah kegagalan. Semuanya harus dimulai dengan optimisme. Siapa yang menginginkan sesuatu dengan sunguh-sunggguh, maka energi positif sesuatu akan mengalir padanya, ini teory The Secreet,” begitu ungkapannya.
Hendy tak sekedar mengutip teory popular itu. Tapi Dia juga mampu membawaku ke sebuah cerita dalam buku kecil yang selama ini kugandrungi. “The 6 Dimensions of Top Achievers” (6 Dimensi Orang-orang Tersukses) buah karya Arthur F. Carmazzi dan David M. Rogers. Salah satu Dimensi itu yakni, Dimensi Anti gagal.
Kekayaan, kepopuleran, dan sosok sebagai pemuda ‘Ajaib’ mengantar Hendi juga masuk dalam ranah selebritas enterpreners. Dibeberapa sudut kota Jakarta , Hendy telah mejadi branding beberapa iklan perusahaan BUMN. Hendi telah mampu memikat orang lain untuk dijadikan sebagai mascot kesuksesan. Rasanya Iri pada Hendi, rasanya ingin kembali menjadi remaja ‘tinting’ dan memulai berpikir ala Hendi.
Perasaan itu muncul tak kala mengingat usia yang sudah menginjak 37 tahun tapi belum bisa sepertinya. Rasanya umur sebanyak itu menjadi terbuang percuma, sebab aku hanya bisa menjelma sebagai jurnalis kampung yag kemudian menjadi PNS yang hidup apa adanya. Sugesti-sugesti Hendy benar-benar merasuk kepemikiranku, dan mengajakku untuk ‘bermain’ dengan alam baru ini. Jakarta !
Aku semakin iri dengan kenyataan ini. Hendy mengaku kalau dia hanya berawal dari kemampuan menciptakan imaji bagi orang lain. “Awalnya Aku hanya memanfaatkan peran-peran media” katanya. “Waduh, berarti selama ini komunitasku hanya diperalat si Hendy,” begitu pikiran picikku berjalan.
Yang pasti, Hendy yang ‘hanya’ seorang lulusan Institut Teknologi Surabaya, ternyata mampu berkiprah sebagai bisnisman sekaligus praktisi komunikasi, jauh melebihi orang-orang bergelut atau belajar khusus disana. Seperti Aku tentunya, penyandang status mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, tapi belum bisa memaknai peran-peran komunikasi ditengah-tengah masyarakat. Lalu apa yang salah? Sayakah? Ataukah system pendidikan yang berjalan? Ataukah memang tidak terlahir sebagai petarung dunia?
Belajar dari sosok Hendy, dan bila kita semua tidak punya keimanan, Saya seolah ingin menggugat Tuhan sang pencipta alam semesta ini. Mengapa Engkau begitu membedakan ‘peran’ manusia antara satu dengan lainnya? Mengapa Engkau menciptakan seorang pemuda yang begitu hebat dan membuat iri manusia-manusia hanya ‘kaya’ dengan umur, tapi ‘miskin’ dengan karya?
Meski begitu, Saya juga masih bisa berterima kasih kepada Sang Pencipta alam raya ini, karena telah mempertemukan langsung degan Hendy dalam ruang dan waktu yang sama. Setidaknya, Dia telah menginjeksi energi-energi positifnya kedalam pikiran-pikiranku. Saya juga telah menangkap sebuah getar-getar untuk berkiblat dan percaya dengan sebuah kesungguhan, Saya pun telah menangkap sinyal-sinyal kesungguhan, bahwa kesuksesan diraih tanpa mengenal strata social. Tanpa klassifikasi tua dan muda. Begitulah Allah, Tuhan Yang Maha Adil memerankan apa yang telah diciptakannya.
Cikini Jakarta dini hari (pukul 02.30 WIB), 4 Oktober 2010