Kali
ini saya tertarik mencermati siapa ‘disekeliling’ Pak Prabowo Subianto,
tentu dengan harapan agar lebih berwarna dan bisa menapaki alam pikir
Pak Prabowo di masa depan, ketika negeri ini telah di pimpin oleh
beliau. Sebab tak sedikit fakta menujukkan jika ‘sukses-gagalnya’
seseorang banyak dipengaruhi oleh orang terdekatnya. Satu orang yang
menurut saya paling berpengaruh adalah adik kandung beliau sendiri,
Bapak Hashim Djoyohadikusumo, seorang pengusaha ternama di Tanah Air,
yang di dunia politik di kenal sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai
Gerindra, mendampingi Sang Kakak..
Saya
sendiri agak heran, mengapa Pak Hashim juga ikut larut dengan dunia
politik Tanah Air? Setahu saya politik hanya semata berkiprah pada
‘kekuasaan’, sementara Pak Hashim telah memiliki segalanya. Beliau
adalah salah satu person ‘terkaya’ di Indonesia, dengan sejumlah
perusahaan yang berkibar di mana-mana. Asumsi saya, kalaupun Pak Hashim
punya kepedulian di dunia politik, maka cukup menggelontorkan dana untuk
pemenangan Pak Prabowo saat Pemilu Presiden 2014 nantinya. Selesai
bukan?
Ternyata masalahnya bukan di situ. Saya pernah sekali menyaksikan langsung Pak Hashim berorasi, dan saya menangkap sebait kalimat sebagai jawabannya, bahwa Pak Hashim
adalah sosok konglomerat yang ‘Indonesianis’. Selanjutnya, saya sendiri
menjawab pertanyaan saya dengan sedikit memuji, bahwa “sangat beruntung
Pak Sumitro Djojohadikusumo punya dua putra yang teruji nasionalismenya,
yakni Pak Prabowo dan Pak Hashim, wajarlah kemudian jika keduanya
berjuang untuk mengembalikan ‘jati diri’ Bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang berdaulat di berbagai sektor.
Asumsi
ini pun semakin menguat setelah saya berdiskusi dengan rekan Andy Ahmad
Yusuf, Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Rakyat Dukung
(Gardu) Prabowo Subianto beberapa waktu lalu. Diskusi ini kemudian
membedah pikiran-pikiran Pak Hashim. Amat sederhana tangkapan kesan kami
berdua. Pak Hashim adalah sosok pengusaha yang ingin meletakkan
ideologi Pancasila sebagai ideologi bernegara ‘semurni-murninya’. Pak
Hashim ingin meletakkan kembali Pancasila sebagai ‘jati diri’ bangsa
Indonesia yang kini terasa semakin meredup. Pak Hashim ingin menjadikan
Pancasila sebagai salah satu ‘mazhab’ ideologi dunia, di tengah ‘tarik
menarik’ dua ideologi besar dunia, Liberalisme dan Sosialisme.
Tentu
ini amat mengherankan bagi kami berdua. Mengapa seorang konglomerat
sekelas Pak Hashim lebih tertarik pada Pancasila? Bukankah seorang
pengusaha lebih cenderung menyukai ‘gaya liberalisme’ yang kemudian
menghasilkan ekonomi kapitalisme? Dan bukankah ini memang menjadi gaya
para konglomerat Indonesia?
Ternyata
bagi Pak Hahim, liberalis itu tidak berlaku padanya. Pak Hashim suka
dengan gaya ekonomi kerakyatan yang merupakan buah dari ekonomi
Pancasila. Saya menyebutnya sebagai ‘Kajian Pengindonesiaan’. Sebuah
gaya yang menginginkan agar ekonomi di Indonesia tidak terlalu timpang
antara pengusaha dan public kebanyakan. Awalnya saya pikir beliau
berhaluan sosialis, ternyata tidak juga. Sebab Pak Hashim paham, bahwa
Pancasila adalah merupakan hipotesa dari dua ideologi besar dunia,
liberalis dan sosialis. Pancasila bagi Pak Hashim adalah ‘sebuah
kemerdekaan berideologi yang mampu menggabungkan penghormatan pada
hak-hak kemerdekaan seseorang, menautkan rasa kolektivisme, dan percaya
akan adanya capur tangan ‘wahyu’ pada kehidupan seseorang (teocenris).
Saya menilainya Pak Hashim adalah sosok yang mentautkan nilai-nilai
kerakyatan dan keadilan sosial. Hal ini juga membenarkkan teori-teori
‘ke-pancasila-an’ yang saya pelajari di kampus tempat saya menimba ilmu.
Kepancasilaan
Pak Hashim mengingatkan saya pada pendapat Prof Anwar Arifin,
pembimbing saya yang membedah sila ke-empat Pancasila yang di dalamnya
terkandung konsep kedaulatan rakyat yaitu kedaulatan berada di tangan
rakyat, yang diimplementasikan dengan system perwakilan untuk mengambil
keputusan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Hal ini
mencakup nilai-nilai dasar tentang dialog yakni komunikasi yang bersifat
horizontal, setara dan manusiawi berdasarkan kekuatan penalaran dengan
argumentasi yang rasional dan saling menghormati. Hal ini bermakna bahwa
yang terbaik bagi bangsa Indonesia adalah kesepakatann bersama yang
mengandung juga sikap toleransi..
Kedaulatan
rakyat bagi Pak Hashim juga di pahami sebagai demokrasi politik
sekaligus demokrasi ekonomi, karena harus mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentu yang dimaksudkan di sini adalah,
keadilan bidang ekonomi agar setiap orang tidak mengejar dengan bebas
keinginan pribadinya dengan menuruti hawa nafsunya. Inilah yang banyak
terjadi di Indonesia, karena tak ingin disebut sebagai liberalisme, maka
ia kemudian di apologikan sebagai ‘neoliberalisme’. Keadilan dalam
bidang ekonomi merupakan pembagian kekayaan atau rezeki agar orang
memperoleh bagian yang wajar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagai
manifestasi dari kemanusiaan yang adil dan beradab yang bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa.
------------------------------
------------------------------
Hasil
diskusi saya dengan Andy Yusuf Ahmad, mungkin berbeda dengan
pikiran-pikiran Pancasila yang dimiliki Pak Hashim, tetapi setidaknya
kami bisa menangkap, bahwa Pak Hashim berbeda dengan konglomerat lainnya
di Indonesia. Pak Hashim adalah sosok yang mengimpikan adanya
‘kedekatan jarak’ antar orang perorang di negeri ini, baik yang
berstatus sebagai orang kaya ataupun yang digolongkan sebagai orang
miskin. Mungkin ini pula mengapa kekuatan Pak Hashim dicurahkan penuh
buat Pak Prabowo, sang kakak yang tengah berjuang menjadi Presiden RI.
Tentu karena visinya sama. Visi Indonesia yang Pancasilais, yang
ekonominya terbangun atas azas kekeluargaan, lepas dari kekuatan pasar.
Yang disebutnya sebagai ekonomi Pancasila.
Saya
bilang sama Bang Andy, suatu saat kelak kami ingin berdiskusi dengan
Pak Hashim soal ini, sebab kami punya cita-cita untuk membukukan
pikiran-pikiran Pak Hashim dengan Pancasilanya. Saya sendiri telah
memasang tagline judulnya. ‘Pak Hashim dan Negara Pancasila’. Tentu
bukan bermaksud sebagai pengkultusan, tetapi mencoba mengingatkan
kembali bagimana ‘warisan foundhing father’ bangsa ini tetap
terpelihara, dan terpakai oleh para konglomerat di negeri ini. Dan
momentumnya ada pada diri seorang Hashim Djojohadikusumo. Semoga!!
Mohon Maaf, tulisannya agak serius. Jayalah Negeriku!!