» » » Maaf, Kali Ini Saya Ingin Lebih Kritis!

Maaf, Kali Ini Saya Ingin Lebih Kritis!

Penulis By on 03 March 2012 |


Begitu kagumnya saya terhadap sosok Bapak H. Prabowo Subianto, tak terasa dalam kurun waktu tiga bulan lebih telah terpublis secara online 38 tulisan yang bertutur tentang Pak Prabowo, dan realitas sosial yang menggiringnya. Ada banyak komentar dari public Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri yang merespon positif dengan satu semangat, menunggu Pak Prabowo sebagai Presiden Republik Indonesia yang tak cukup seribu hari lagi jelang Pemilu 2014.

 Sebagai penulis, saya tersenyum bangga dan sedikit puas, bahwa apa yang saya tuliskan diapresiasi orang banyak melalui komentar-komentar positif. Dengan tulisan di blog yang sederhana ini pula, ikatan emosional saya dengan Pak Prabowo mulai menguat secara imajinatif, meski pada dasarnya Pak Prabowo tidak mengenal saya secara dekat. Sesuatu yang mungkin ‘lain’ di mata pembaca, yang kerap mempersepsikan saya sebagai orang dekat beliau, staf beliau atau apapun namanya. Bahkan beberapa pembaca menghubungi saya dan menitip pesan agar dipertemukan dengan Pak Prabowo, karena anggapan kedekatan itu. Tapi itu tak jadi masalah, saya hanya meyakini jika beliau benar-benar akan tampil sebagai pemimpin masa depan Indonesia. Amin. Apalagi, sejumlah survey membuktikan jika Pak Prabowo adalah calon yang paling disukai rakyat Indonesia. Saya amat beryukur dengan itu.

Sekali lagi. Saya ingin mempertegas bahwa saya bukan ‘orang dekat’ Pak Prabowo. Saya hanyalah ‘orang daerah’ yang sementara menimba ilmu di Kota Jakarta. Meski belakangan saya didekatkan dengan Pak Prabowo melalui sebuah Ormas bernama Gardu Prabowo. Tetapi juga tidak se-aktif kawan-kawan lainnya. sebab saya punya prinsip jika politik bukan dunia saya. Saya hanya secara kebetulan bergelut dalam studi ‘komunikasi politik’. Karenanya, saya menganggap menulis Pak Prabowo, bukan sekedar pada cerita romantisme dan nilai-nilai heroic kepemimpinan beliau, tetapi juga perlu sikap kritis, dengan harapan Pak Prabowo dan ornament yang melekat pada beliau tidak terbuai dengan kalimat-kalimat dukungan, hasil survey maupun suara-suara spontanitas yang kadang pula bermakna pragmatis.

Saya terinspirasi dari beberapa cerita kawan mahasiswa, yang mulai banyak mengenal sosok Pak Prabowo melalui diskusi-diskusi politiknya. Bagi saya ini sebuah lembaran baru bagi politik Pak Prabowo, bahwa dunia kampus telah membedah langkah beliau di masa depan. Meski ‘masih’ dalam kajian-kajian teori kritis. Sebuah kajian dimana segala sesuatunya ‘dicurigai’. Tetapi saya menganggapnya gejala baru ‘politik Pak Prabowo’, dimana figure Prabowo yang berlatar belakang militer, mulai menjadi fenomena pemikiran banyak orang.

Diskusi ini berkutat pada ‘pak prabowo dan lingkungan politiknya’. Banyak bahasan yang fokus pada ‘orang sekeliling’ Pak Prabowo. Apakah beliau benar-benar melakukan ‘pengecekan’ terhadap ‘orang-orangnya’ sehingga Pak Prabowo begitu lantang menyuarakan tentang ‘bersih-bersih; dari sikap Mukpentip? (istilah Pak Prabowo yang berarti ‘muka penuh tipu’), ataukah benar-benar Pak Prabowo berkomitmen memberantas orang-orang yang cenderung pragmatis dan memanfaatkan situasi dan nama besar Pak Prabowo?

Pertanyaan-pertanyaan ini tentu tidak bisa disepelekan begitu saja. Cukup berdasar. Sebab Pak SBY ketika pertama kali tampil menjadi Presiden, begitu diapresiasi khalayak, karena komitmennya untuk memberantas korupsi, sehingga kemudian dengan percaya diri ‘mengiklankan’ dirinya dan sejumlah tokoh besar disekelilingnya dengan tagline ‘katakan tidak pada korupsi’. Namun beberapa waktu kemudian, iklan ini seolah ‘membunuh karakter Pak SBY, sebab justru terduga sebagai pelaku korupsi beberapa diantaranya berasal dari ‘tokoh utama iklan’ tersebut. Ini berarti pencitraan dan realitas tidak sejalan. Memalukan bukan?

Komitemen ‘bersih-bersih’ Pak Prabowo tidak sekedar saya dapatkan dari jejaring sosial Pak Prabowo dan Partai Gerindra serta ormas-ormasnya. Tetapi ketika saya bertemu langsung beliau dan beberapa kawan-kawan doctoral yang difasilitasi Ormas Gardu Prabowo di Hambalang Bogor beberapa waktu lalu, beliau juga secara lantang menyatakan hal itu. Tentu sangat menggembirakan, apalagi disampaikan dengan apresiasi yang tegas dan berkomitmen. Saya melihat wajah Pak Prabowo begitu bersungguh-sungguh. Tetapi saya juga menangkap ‘aura’ kebijakan dari sosok Pak Prabowo, yang menurut saya merupakan ‘celah’ orang-orang bisa memanfaatkan untuk berbuat hal-hal pragmatis.

Asumsi saya semakin dibenarkan, dengan cerita beberapa kawan yang saya kenal punya kedekatan emosional dengan beliau, yang menyebutnya sebagai sosok yang bijak, yang tak mudah melupakan kebaikan orang, karena kedekatan sejarah dan perjalanan hidupnya. “Beliau amat bijak terhadap orang yang pernah berbuat baik padanya, meski orang itu kerap menyalahgunakan nama besar beliau,” begitu cerita kawan saya.

Yang selalu terngiang di benak saya selama berkutat dengan tulisan-tulisan ini, adalah berpolitik melalui ‘cara berfikir’ Pak Prabowo itu simple, karena tidak menggunakan sistem transaksional. Makanya banyak orang tertarik ingin bergabung ke partai dan ormas-ormas Pak Prabowo. “tidak pake bayar-bayaran’ itu kalimat yang saya sering dengar. Sungguh sebuah kearifan dan cara berpolitik yang baik. Tetapi saya justru meragukan hal ini. Apakah benar tidak sistem transaksional di domain politik di negeri ini? Bulsit!! Tapi saya berharap itu adalah sebuah kebenaran, meski logikanya bahwa seorang yang ingin dibesarkan melalui politik, selalu saja harus bersiap dengan sesuatu yang bernama ‘biaya politik’, tetapi bukan berarti ‘jual beli’ dalam berpolitik..

Terkait hal yang satu ini. Idealnya Pak Prabowo memang perlu evaluasi mendalam pada perangkat politiknya. Pengalaman kepemimpinan Pak SBY yang banyak dibelit ‘lingkaran prilaku koruptif’ cukuplah menjadi pengalaman buruk bangsa ini. Dan kita yakin, bahwa Pak Prabowo bisa melakukan itu, berkomitmen dengan itu, dan yang terpenting memulainya dari sekarang. Bagaimanapun, di negeri ini Pak Prabowo tidak selalu dipersonifikasikan sebagai figure militer yang cerdas dan tegas, tetapi ia juga seorang pengusaha yang sukses, dimana kekayaaan beliau, kekayaan Pak Hashim sebagai adik kandungnya, adalah ‘magnet’ bagi banyak orang untuk memanfaatkan situasi itu, untuk berbuat hal-hal yang pragmatis. Bahkan boleh jadi, popularitas kuat yang dimiliki Pak Prabowo di mata khalayak bangsa ini, juga peluang orang-orang tertentu untuk memperbodohi orang lain, khususnya yang punya ambisi politik tertentu pula.

Saya menjadi bangga dengan komitemen Pak Prabowo membuka ‘kotak Lapor’ masyarakat terhadap prilaku koruptif jajarannya melalui jejaring sosial, seperti facebook atau twitter bahkan kotak pos. Tetapi saya juga meyakini, tidak mudah memberikan laporan secara terbuka kepada Pak Prabowo, sebab pasti orang akan berfikir tentang makna sebuah penghargaan kepada orang yang ingin dilaporkannya. Maka cara yang sederhana adalah membuka seluas-luasnya komunikasi public kepada Pak Prabowo dengan memperbanyak melakukan dialog-dialog kepada khalayak Indonesia, serta selalu memonitoring pada setiap ornament politik Pak Prabowo itu sendiri.

Maaf saya ingin sedikit lebih kritis demi kebaikan kita semua!
Selamat bekerja dan berkarya Pemimpinku!
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments