Saya
baru saja membaca sebuah buku monografi Pak Prabowo Subianto yang
bertajuk ‘dari Cijantung Menuju Istana’ yang merupakan buku best seller
saat Pemilu lalu. Isi buku ini materinya hampir sama dengan
tulisan-tulisan saya yang terkonstruksi melalui blog ini. Intinya
‘menjual’ Pak Prabowo sebagai sosok yang paling layak sebagai pemimpin
republik di masa datang. Meski juga harus mengakui jika ini semata
pandangan subjektif saya. Entalah bagi pembaca lainnya.
Mata
saya kemudian tertuju pada status facebook Pak Prabowo yang menuliskan
bagaimana seorang Prabowo Subianto memahami sebuah sejarah kepemimpinan
Gajah Mada di masa lalu, yang dikenal dengan sebutan "panca titi darma". Yakni "handayani hanyakra purana".
Seorang pemimpin harus selalu mendorong yang muda untuk memiliki
cita-cita mulia, beribadah dengan amal-karya, melangkah ke masa depan
tanpa ragu-ragu apalagi sikap putus-asa. Kedua, "madya hanyakra pangaribawa".
Seorang pemimpin ketika berada di tengah-tengah rakyatnya hendaklah
mampu menjadi pembina dan perekat mereka untuk bersatu padu bersama
membangun bangsa dan negara. Ketiga "ngarsa hanyakra prabawa".
Seorang pemimpin harus selalu tampil dimuka menjadi panutan yang tegas,
dan teladan utama melalui satunya perbuatan dan tutur-kata.
Sikap keempat adalah "nir bala wikara".
Seorang pemimpin harus mengedepankan musyawarah mufakat untuk
penyelesaian masalah, jangan sampai rakyat menjadi korban, terluka, dan
sengsara. Dan sikap kelima adalah "ngarsa dana upaya". Seorang
pemimpin hendaklah mau berkorban harta, tenaga, dan juga jiwa untuk
bersama-sama membangun bangsa dan negara agar hidup rakyat tenang,
damai, sejahtera, dan bahagia.
Saya begitu senang dengan status facebook beliau
itu. tentu karena saya tengah berfikir, bahwa Pak Prabowo mencoba
mereduksi sebuah sari sejarah yang kelak melatarbelakangi pikiran Pak
Prabowo ketika menjadi pemimpin republik ini di masa datang. Mencoba
menggeluti pikiran-pikiran Gajah Mada yang masih ‘abadi’ diterapkan di
masa kini, dan mencoba menjamah sebuah sejarah, bahwa Indonesia punya
banyak pemimpin dengan pikiran-pikiran briliyan dan tak lekang oleh
ruang dan masa. Bahwa Pak Prabowo juga adalah pengingat sejarah, seperti
pesan Bung Karno pada dunia, “Jangan sekali-kali melupakan Sejarah”.
Ini
adalah sebuah interaksi simbolik yang menjadi janji pemikiran beliau
ketika kelak benar-benar menjadi Presiden. Tetapi kemudian saya juga
berfikir lain, bahwa cara ini pula menjadi panggung belakang (back stage)
politik Pak Prabowo yang tak banyak di ketahui publik di nusantara ini.
Dalam analogi politik Erving Guffman, selalu disebutkan bahwa seseorang
politisi memiliki dua panggung utama, yakni back stage (panggung belakang) dan front stage (panggung depan), meski beberapa peneliti juga telah menemukan adanya middle stage (panggung tengah).
Karenanya,
sebagai pengagum Pak Prabowo, saya ingin banyak mengetahui
cerita-cerita ‘panggung belakang’ beliau. Bagaimana kehidupan beliau di
masa kini? bagaimana cerita-cerita beliau yang amat menyayangi binatang?
bagaimana humor-humor beliau dengan staf dan bagaimana Pak Prabowo
dengan segala dinamika sosialnya ketika berinteraksi di masyarakat. Saya
mengharap mendapatkan itu semua. Bahkan seorang blogger kawan saya yang
kini tengah kuliah di Amerika, Yusran Darmawan, mengingatkan saya,
bahwa amat menarik menuliskan sisi-sisi lain seorang Prabowo Subianto,
sebab publik hanya banyak tahu, jika Pak Prabowo seorang militer,
jenderal kopassus, yang selalu dihubung-hubungkan bahwa militer itu
kaku. Sementara Pak Prabowo tentu memiliki kelembutan, memiliki rasa
humor yang tinggi dan juga sense of belonging pada banyak orang.
Tetapi di tengah pemikiran mencari back stage
Pak Prabowo, kini saya memicingkan mata, melihat geliat Pak Prabowo
menatap dunia yang lebih luas, bahwa Indonesia adalah satu mata rantai
politik dunia, apapun dinamika politik di negeri ini adalah konsumsi
public dunia. Memang politik di Indonesia adalah politik internal orang
Indonesia, tetapi efeknya pada warga dunia secara Universal. Memang
Indonesia bukanlah adikuasa seperti Amerika, yang bisa mempengaruhi
mekanisme berpolitik di banyak negara, tetapi Indonesia adalah salah
satu Negara berkembang di dunia yang juga punya pengaruh besar bagi
negara-negara lainnya. Karenanya wajar, jika Pak Prabowo dalam kapasitas
pribadinya melawat ke beberapa negara, (mungkin) sekedar belajar apa
ada di dunia luar, atau (mungkin) juga tengah membangun hubungan baik
yang memang seharusnya dilakukan oleh calon-calon pemimpin di negeri
ini.
Saya
sedikit terkejut membaca sebuah media yang mengetengahkan jika public
Amerika melalui media-media negeri Paman Sam itu ‘sudah menyukai’ Pak
Prabowo sebagai calon Preriden di negeri bernama Indonesia ini. Banyak
kawan-kawan yang bertanya, apa pentingnya dukungan Amerika atas suksesi
kepemimpinan di negeri ini? Saya juga belum bisa menjawabnya secara
detail dan teknis. Tetapi saya hanya belajar dari perjalanan
kepemimpinan republic ini, bila hamper semua Presiden yang terpilih di
Indonesia, selalu saja ‘by design’ dan campur tangan pihak
Asing. Itu juga belum bisa saya jelaskan secara detail, tetapi saya
berkeyakinan pembaca memahami cara berfikir seperti ini.
Prabowo
dalam politik dunia? Ya! Sekali lagi saya tak bisa menjelaskan detail
bentuk dan modelnya. Tetapi saya hanya menarik satu kesimpulan, bahwa
seorang calon pemimpin di negeri ini bukanlah calon instant yang
dibentuk dan tumbuh seperti ‘katak dalam tempurung’. Tetapi menyiapkan
konsep Indonesia yang sejahtera dan bermartabat di mata dunia. Saya
hanya membuat cetak tebal, bahwa inilah yang menjadi salah satu
kelebihan Pak Prabowo Subianto dibanding tokoh-tokoh lainnya di negeri
ini. Apakah kita menyukai Pak Prabowo sebagai calon pemimpin kita? Saya
pribadi menjawabnya ‘Ya!”. Lalu bagaimana dengan Anda?....
(**)