Saya mengklaim diri sebagai seorang pencinta. Pencinta segala yang menyangkut hati…pencinta tentang keindahan, seperti indahnya kerinduan seorang pria dan wanita yang kasmaran. Mungkin sulit mengambarkan dengan kalimat-kalimat indah..tetapi saya meresapi ‘suasana lama’ ketika kerinduan terbetik dalam hati merindukan kehadiran seorang wanita pujaan...Sungguh nikmat mengenang masa-masa itu…seolah tak ada gunung yang tinggi dan lautan yang luas, semuanya seperti memendekkan jarak, memangkas kasta dan perbedaan social..lalu memadu kasih bersama mimpi-mimpi akan indahnya masa depan?
Kini saya memasuki dunia baru yang penuh dinamika dan intrik. Dunia baru itu bernama ‘politik’, meski saya baru mengenalnya dalam sebatas kulit ari. Jika seperti bilahan buku, saya baru mengenal dunia ini seperti baru membaca ‘kata pengantarnya’. Saya belum masuk dalam materi-materi penting di dalamnya, apalagi kesimpulannya. Tentu dunia politik bagi orang Indonesia bukanlah ‘benda asing’, sebab kerap terdengar dalam setiap denting waktu, dalam setiap dimensi ruang, dan bentangan saujana alam yang maha Indah di Nusantara ini…ya! Hidup orang Indonesia kini selalu bertatutan dengan dunia politik. Karena seringnya berhadapan dengan dunia ini, banyak orang enggan membahasnya, tak ingin terlibat jauh, apalagi ikut bermain dalam derasnya pusaran dunia ini. Kawan saya berkata, “jangan bahas politik terus, jenuh..jenuh, jenuh…enggak ada yang bisa dipercaya dalam dunia politik itu Bang!”
Kalimat-kalimat kawan saya tentu beralasan. Sebab politik yang hadir di dalamnya selalu bertautan dengan intrik, ketidaksaling-percayaan, dan dunianya yang serba abu-abu. Itu yang dipertontonkan media dewasa ini. Saya tidak menyalahkan itu, sebab media selalu mencari ‘nilai berita’ yang disukai publiknya. Sayangnya tontonan itu lebih menguras energy pemirsanya, menimbulkan kekerasan dalam berfikir, dan selalu menonjolkan nilai-nilai maskulinitas, tak pandang pria atau wanita yang menjadi aktornya…maka yang lahir dibenak public, politik itu ‘biadab’, ‘kotor’ dan tak punya ‘cinta’….kata terakhir ini mendorong saya untuk memaknai arti ‘cinta’ dalam dunia politik.
Benarkah ada cinta dalam dunia politik? Saya menjawabnya dengan tegas, ‘ada!”. Pertanyaannya, dimana? Kapan? Siapa? Bilamana? Berapa? dan ada apa? Ini yang sulit saya jawab. Ya! Tentu karena pertanyaan ini seperti rumus-rumus klasik kaum jurnalis dalam mengurai berita-beritanya. Tapi saya amat meyakini, jika cinta dalam politik akan hadir jika kita bisa berperan banyak di dalamnya, membangunnya, dan mendambakannya, seperti kita jatuh cinta pada seorang yang kita kagumi…hmmm….mungkin ada yang berkata ‘ini nonsen!, membual!, sebab mana ada ‘teori cinta’ dalam dunia politik!”
Cinta dalam politik! Saya juga masih mencarinya, meski saya yakin itu keberadaannya sulit ditebak, dimana ia berada. Sebab cerita dalam pameo-pameo lama, meski ada cinta dalam politik tetapi ujung-ujungnya berakhir dengan kekerasan. Mungkin kita bisa mereview ingatan pada kisah cinta Ken Dedes dan Ken Arok? Ini juga berakhir dengan kekerasan. Juga cinta Samson dan Delilah versi Betawi, juga berakhir dengan intrik, dimana Samson kehilangan keperkasaannya karena ulah Delilah. Bahkan cinta moyang kita Adam dan Hawa di Surga harus selesai dan turun ke bumi, sebagai buah intrik iblis yang menggoda keduanya. Mungkin, karena itu banyak yang kesulitan menemukan cinta dalam politik….
Mungkin susah memperolehnya..namun lagi-lagi saya masih berani mengatakan ‘masih ada cinta dalam politik’. Cinta itu akan lahir, jika politik negeri ini dibangun dengan rasa kasih sayang, dibangun atas kesadaran bahwa yang kaya bisa menyantuni yang miskin. Yang elit memperjuangkan yang lemah, dan yang punya kemampuan memimpin diberi ruang dan kesempatan tanpa saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Cinta dalam politik, akan hadir jika bibir-bibir politik ketika berhenti untuk saling menghujat, mencari kelemahan orang lain, dan menghilangkan prasangka negative antara satu individu dengan individu lainnya.
Cinta dalam politik akan hadir, jika penikmat-penikmat politik, baik para calon presiden, kaum elit partai, dan juga pemimpin-pemimpin daerah berhenti untuk saling menjatuhkan, saling mencaci. Tetapi ia berlari dalam semangat yang sama, bahwa satu dengan yang lainnya punya tujuan yang sama, membangun bangsa dan Negara dalam suasana saling menghormati, mencintai perbedaan, dan menghargai keberagaman.
Saya tentu memulainya dari hal-hal sederhana. Memulainya dalam lingkup diri saya sebagai seorang pelajar, memulainya dalam lingkup organisasi saya di Gardu Prabowo, memulainya dalam pergaulan saya sebagai seorang yang baru mengerti akan makna dan arti politik itu sendiri. Saya juga berharap cinta dalam politik ini, akan dihadirkan oleh seorang calon pemimpin negeri ini di masa mendatang. Seperti saya memulainya dalam setiap bangun tidur saya, bahwa cinta dalam politik akan hadir jika dimulai dengan senyuman dan harapan indah serta optimisme bahwa Indonesia akan terbangun dalam bingkai indahnya ‘cinta dalam berpolitik’. Seperti harapan seorang pemuda yang terus mengembara mencari wanita pujaannya. (**)
Selamat bermalam minggu..di sana ada cinta…!!
Kini saya memasuki dunia baru yang penuh dinamika dan intrik. Dunia baru itu bernama ‘politik’, meski saya baru mengenalnya dalam sebatas kulit ari. Jika seperti bilahan buku, saya baru mengenal dunia ini seperti baru membaca ‘kata pengantarnya’. Saya belum masuk dalam materi-materi penting di dalamnya, apalagi kesimpulannya. Tentu dunia politik bagi orang Indonesia bukanlah ‘benda asing’, sebab kerap terdengar dalam setiap denting waktu, dalam setiap dimensi ruang, dan bentangan saujana alam yang maha Indah di Nusantara ini…ya! Hidup orang Indonesia kini selalu bertatutan dengan dunia politik. Karena seringnya berhadapan dengan dunia ini, banyak orang enggan membahasnya, tak ingin terlibat jauh, apalagi ikut bermain dalam derasnya pusaran dunia ini. Kawan saya berkata, “jangan bahas politik terus, jenuh..jenuh, jenuh…enggak ada yang bisa dipercaya dalam dunia politik itu Bang!”
Kalimat-kalimat kawan saya tentu beralasan. Sebab politik yang hadir di dalamnya selalu bertautan dengan intrik, ketidaksaling-percayaan, dan dunianya yang serba abu-abu. Itu yang dipertontonkan media dewasa ini. Saya tidak menyalahkan itu, sebab media selalu mencari ‘nilai berita’ yang disukai publiknya. Sayangnya tontonan itu lebih menguras energy pemirsanya, menimbulkan kekerasan dalam berfikir, dan selalu menonjolkan nilai-nilai maskulinitas, tak pandang pria atau wanita yang menjadi aktornya…maka yang lahir dibenak public, politik itu ‘biadab’, ‘kotor’ dan tak punya ‘cinta’….kata terakhir ini mendorong saya untuk memaknai arti ‘cinta’ dalam dunia politik.
Benarkah ada cinta dalam dunia politik? Saya menjawabnya dengan tegas, ‘ada!”. Pertanyaannya, dimana? Kapan? Siapa? Bilamana? Berapa? dan ada apa? Ini yang sulit saya jawab. Ya! Tentu karena pertanyaan ini seperti rumus-rumus klasik kaum jurnalis dalam mengurai berita-beritanya. Tapi saya amat meyakini, jika cinta dalam politik akan hadir jika kita bisa berperan banyak di dalamnya, membangunnya, dan mendambakannya, seperti kita jatuh cinta pada seorang yang kita kagumi…hmmm….mungkin ada yang berkata ‘ini nonsen!, membual!, sebab mana ada ‘teori cinta’ dalam dunia politik!”
Cinta dalam politik! Saya juga masih mencarinya, meski saya yakin itu keberadaannya sulit ditebak, dimana ia berada. Sebab cerita dalam pameo-pameo lama, meski ada cinta dalam politik tetapi ujung-ujungnya berakhir dengan kekerasan. Mungkin kita bisa mereview ingatan pada kisah cinta Ken Dedes dan Ken Arok? Ini juga berakhir dengan kekerasan. Juga cinta Samson dan Delilah versi Betawi, juga berakhir dengan intrik, dimana Samson kehilangan keperkasaannya karena ulah Delilah. Bahkan cinta moyang kita Adam dan Hawa di Surga harus selesai dan turun ke bumi, sebagai buah intrik iblis yang menggoda keduanya. Mungkin, karena itu banyak yang kesulitan menemukan cinta dalam politik….
Mungkin susah memperolehnya..namun lagi-lagi saya masih berani mengatakan ‘masih ada cinta dalam politik’. Cinta itu akan lahir, jika politik negeri ini dibangun dengan rasa kasih sayang, dibangun atas kesadaran bahwa yang kaya bisa menyantuni yang miskin. Yang elit memperjuangkan yang lemah, dan yang punya kemampuan memimpin diberi ruang dan kesempatan tanpa saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Cinta dalam politik, akan hadir jika bibir-bibir politik ketika berhenti untuk saling menghujat, mencari kelemahan orang lain, dan menghilangkan prasangka negative antara satu individu dengan individu lainnya.
Cinta dalam politik akan hadir, jika penikmat-penikmat politik, baik para calon presiden, kaum elit partai, dan juga pemimpin-pemimpin daerah berhenti untuk saling menjatuhkan, saling mencaci. Tetapi ia berlari dalam semangat yang sama, bahwa satu dengan yang lainnya punya tujuan yang sama, membangun bangsa dan Negara dalam suasana saling menghormati, mencintai perbedaan, dan menghargai keberagaman.
Saya tentu memulainya dari hal-hal sederhana. Memulainya dalam lingkup diri saya sebagai seorang pelajar, memulainya dalam lingkup organisasi saya di Gardu Prabowo, memulainya dalam pergaulan saya sebagai seorang yang baru mengerti akan makna dan arti politik itu sendiri. Saya juga berharap cinta dalam politik ini, akan dihadirkan oleh seorang calon pemimpin negeri ini di masa mendatang. Seperti saya memulainya dalam setiap bangun tidur saya, bahwa cinta dalam politik akan hadir jika dimulai dengan senyuman dan harapan indah serta optimisme bahwa Indonesia akan terbangun dalam bingkai indahnya ‘cinta dalam berpolitik’. Seperti harapan seorang pemuda yang terus mengembara mencari wanita pujaannya. (**)
Selamat bermalam minggu..di sana ada cinta…!!