Jika belasan tahun silam bisa kontak langsung dengan pembesar negeri sekelas Presiden melalui ‘apapun caranya’ merupakan satu keberuntungan tersendiri bagi seseorang. Bahkan di zaman Bung Karno dan Pak Harto ‘hubungan langsung’ ini dapat dianggap sebagai jalan untuk menjadi ‘orang besar’. Kondisi ini amat berbeda dengan sekarang, tatkala teknologi telah menembus hingga relung-relung hati seseorang. Mau berhubungan dengan siapapun begitu mudahnya, tak terkecuali seorang Presiden seperti Pak SBY maupun Presiden negara besar lainnya seperti Barrack Obama. Sebab jejaring sosial memudahkan banyak orang, salah satu diantaranya melalui twitter.
Melalui akun twits ini pula, saya (@ancapalalloi) ‘mengikuti’ dan bisa berhubungan langsung dengan Pak SBY meski ‘belum tahu’ bagaimana respon Pak Presiden terhadap aku pribadi saya, sebab Pak Presiden sendiri hanya ‘followback’ 9 (sembilan) akun, yang merupakan akun para wartawan, keluarga beliau dan Wapres Budiono. Saya mahfum mengapa hanya sembilan orang. Inilah bentuk interaksi simbolik yang kadang dibangun oleh person by person sebagai indentitas kepribadian. Tentu sebagai warga negara yang baik, angka sembilan ini menjadi angka keberuntungan Pak Presiden dan berharap juga menurun kepada segenap warga negaranya. Amin. Yang pasti saya percaya, kelak Pak SBY pasti merespon akun saya, bahkan boleh jadi membaca tulisan ini. Saya percaya itu!
Saya bangga, Pak Presiden bisa menggunakan fasilitas ini, sebab melalui ‘twips’ beliau bisa membaca, merespon lalu mengikatnya dalam satu untaian kalimat terhadap apa yang ingin disampaikannya kepada publik Indonesia. semoga penyampaian beliau bermakna untuk kemaslahatan orang banyak. Meski, boleh jadi ‘twips’ Pak SBY secara pribadi juga bisa dikritis langsung oleh publiknya sendiri. Inilah resiko dari sebuah iklim keterbukaan bangsa ini, tentu Pak SBY jauh lebih mahfum dengan persoalan-pesoalan yang terjadi di negeri yang dipimpinnya itu.
Sejak di lounching 13 April kemarin, Pak SBY baru berkicau sebanyak 27 kali, (lagi-lagi di spasi dia angka 9) saya tak tahu apa ini kebetulan atau sengaja dikonstruksi oleh beliau dan staf khususnya, atau berhenti sampai disitu, tetapi saya menangkap sisi kenegarawanan Pak SBY yang mau bermain di arena publik yang lebih luas, dan semoga saja twitter beliau tidak hanya digunakan untuk menyapa para pembesar negeri, sesama para presiden, tetapi juga merespon segenap masukan dari rakyat. Saya amat menyukai ‘kicauan’ terakhir beliau yang mengatakan “Memfitnah & buruk sangka hanya bikin hati panas & terbakar, bersabar & baik sangka bikin hati teduh & bahagia. *SBY* ”. Pak SBY seolah ingin menyalurkan ‘energi-energi’ positif kepada negerinya, untuk berhenti saling hasut, saling curiga, apalagi saat ini menjadi tahun politik Bangsa Indonesia, seagala kemungkinan negatif selalu berpeluang terjadi.
Yang pasti, banyak harapan jika twitter Pak Presiden tidak sekedar ‘simbol’ bahwa Pak SBY mengikuti perkembangan teknologi, kemudian dibiarkan kadaluarsa hingga waktunya, seperti kotak pos 9949 yang kini seolah ketinggalan zaman dan saya berkeyakinan jika ‘kotak pos’ itu tak lagi populer bahkan dilupakan oleh rakyat, sebagai sarana pengaduan langsung pada Presiden. Sebab bagaimanapun, media jejaring sosial sekelas ‘twitter’ punya masa ‘asyik’ bagi para pemiliknya. Semoga ini tak terjadi pada Pak Presiden.
Selamat Berkicau Pak!
---------------------------------
Jakarta Jelang Magrib, 15 April 2013
Melalui akun twits ini pula, saya (@ancapalalloi) ‘mengikuti’ dan bisa berhubungan langsung dengan Pak SBY meski ‘belum tahu’ bagaimana respon Pak Presiden terhadap aku pribadi saya, sebab Pak Presiden sendiri hanya ‘followback’ 9 (sembilan) akun, yang merupakan akun para wartawan, keluarga beliau dan Wapres Budiono. Saya mahfum mengapa hanya sembilan orang. Inilah bentuk interaksi simbolik yang kadang dibangun oleh person by person sebagai indentitas kepribadian. Tentu sebagai warga negara yang baik, angka sembilan ini menjadi angka keberuntungan Pak Presiden dan berharap juga menurun kepada segenap warga negaranya. Amin. Yang pasti saya percaya, kelak Pak SBY pasti merespon akun saya, bahkan boleh jadi membaca tulisan ini. Saya percaya itu!
Saya bangga, Pak Presiden bisa menggunakan fasilitas ini, sebab melalui ‘twips’ beliau bisa membaca, merespon lalu mengikatnya dalam satu untaian kalimat terhadap apa yang ingin disampaikannya kepada publik Indonesia. semoga penyampaian beliau bermakna untuk kemaslahatan orang banyak. Meski, boleh jadi ‘twips’ Pak SBY secara pribadi juga bisa dikritis langsung oleh publiknya sendiri. Inilah resiko dari sebuah iklim keterbukaan bangsa ini, tentu Pak SBY jauh lebih mahfum dengan persoalan-pesoalan yang terjadi di negeri yang dipimpinnya itu.
Sejak di lounching 13 April kemarin, Pak SBY baru berkicau sebanyak 27 kali, (lagi-lagi di spasi dia angka 9) saya tak tahu apa ini kebetulan atau sengaja dikonstruksi oleh beliau dan staf khususnya, atau berhenti sampai disitu, tetapi saya menangkap sisi kenegarawanan Pak SBY yang mau bermain di arena publik yang lebih luas, dan semoga saja twitter beliau tidak hanya digunakan untuk menyapa para pembesar negeri, sesama para presiden, tetapi juga merespon segenap masukan dari rakyat. Saya amat menyukai ‘kicauan’ terakhir beliau yang mengatakan “Memfitnah & buruk sangka hanya bikin hati panas & terbakar, bersabar & baik sangka bikin hati teduh & bahagia. *SBY* ”. Pak SBY seolah ingin menyalurkan ‘energi-energi’ positif kepada negerinya, untuk berhenti saling hasut, saling curiga, apalagi saat ini menjadi tahun politik Bangsa Indonesia, seagala kemungkinan negatif selalu berpeluang terjadi.
Yang pasti, banyak harapan jika twitter Pak Presiden tidak sekedar ‘simbol’ bahwa Pak SBY mengikuti perkembangan teknologi, kemudian dibiarkan kadaluarsa hingga waktunya, seperti kotak pos 9949 yang kini seolah ketinggalan zaman dan saya berkeyakinan jika ‘kotak pos’ itu tak lagi populer bahkan dilupakan oleh rakyat, sebagai sarana pengaduan langsung pada Presiden. Sebab bagaimanapun, media jejaring sosial sekelas ‘twitter’ punya masa ‘asyik’ bagi para pemiliknya. Semoga ini tak terjadi pada Pak Presiden.
Selamat Berkicau Pak!
---------------------------------
Jakarta Jelang Magrib, 15 April 2013