(Menemukan catatan yang hilang tiga tahun silam)
Beberapa hari yang lalu di medio Januari 2010, sebuah pengalaman baru kuperoleh…Jay, panggilan akrab dari Park Kyeoung Jae, seorang mahasiswa Hankuk Univercity of Foreign Studies Republik Korea Selatan yang kutemani beberapa waktu belakangan ini di Kota Bau-Bau, memberiku pelajaran berharga. Pelajaran tentang kehidupan, pelajaran tentang kemanusiaan dan pelajaran tentang teori ketuhanan.
”Kak Hamzah Muslim Ya?” Jay bertanya..
”Iya benar, 100 persen Muslim” Jawabku..
”Orang tua saya di Korea seorang penganut Budha” katanya
”Jadi Jay seorang Budha juga,” sergahku..
”Belum..maksudnya saya belum yakin kenapa harus punya Agama,” jelas Jay..
”Jadi Jay belum punya Agama, iya??”...kataku..
Dimatanya..ketika kutanya seperti itu, Jay melihat ada perubahan emosi di wajahku. Dia kemudian ragu melanjutkan kata-katanya..Terasa sekali jika Jay menghormati perasaan adat ketimuran-ku. Bahkan dia nampak kikuk melanjutkan diskusinya. ”Kakak heran ya? Kok heran kak” katanya..
Saya masih terdiam, niat saya adalah meyakinkan lelaki Korea ini untuk memahami pentingnya sebuah agama. Setidaknya ingin meyakinkan Jay, bahwa Agama mengatur roda kehidupan manusia. Saya juga berharap jika diskusi nantinya, Jay bisa ’sadar’ dari sikapnya yang cenderung Atheis..
”Di Indonesia, seorang warga negara harus memiliki Agama, karena negeri ini punya idiologi Pancasila. Terserah, mau pilih agama apa, tergantung pribadi masing-masing..silahkan, ada Hindu, Budha, Katholik, Protestan, Islam dan Kong Hu Tchu..”kataku sedikit demokratis..
“Hanya, kalau Jay bertanya kepada kakak, karena saya seorang Muslim, tentu Islam-lah yang paling benar...demikian pula kalau bertanya kepemeluk lainnya, maka mereka akan menjawab agama merekalah yang paling baik..ini semua karena masing-masing agama punya referensi tentang sebuah kebenaran.. Di dalam Islam, konsep ‘privacy’ menghormati agama orang lain begitu besar. “Lakum Diinukum Walyadien..bagiku agamaku, bagimu agamamu” ujarku berceramah.
Jay semakin terdesak. Ia kemudian semakin memperjelas dirinya sebagai seorang Atheis..meski ia menghormati agama orang tua dan leluhurnya, demikian pula agama yang dianut di negara-negara lain.
“Meski saya belum punya agama, tapi punya rasa hormat, toleransi yang tinggi, menghargai privacy, sadar dengan pentingya pelestarian alam, sadar hukum, berusaha untuk tidak merusak, tidak mencederai hak dan fisik orang lain, karena saya mengembalikan pada diri saya..apa salah dan benar tindakan yang sudah saya lakukan?” jelas Jay mengurai keyakinannya yang lebih dekat pada teori kemanusiaan yang banyak diungkap para ahli.
Jay seolah memprotes kondisi dunia saat ini, dimana huru-hara justru banyak terjadi di negara-negara yang menjadikan agama sebagai pedoman bernegara. Namun, Jay menolak jika pendapatnya itu disebut mengutip teori para ahli. “Sejak kecil saya tidak diperkenalkan agama oleh orang tua saya, tapi dibesarkan dengan sebuah kesadaran hidup dari individu, keluarga dan lingkungan saya yang sangat seimbang dan harmoni,” katanya..
“Saya juga heran orang menyebut Tuhan, sementara Tuhan itu juga manusia, kok disembah ya?” tanyanya padaku dengan penuh hormat..
Saya langsung membantah teori Jay.
”Jay...dalam Islam, Tuhan itu hanya Allah SWT...
”God is not a Man...God Is not a Means…
“Tuhan itu bukan manusia, Tuhan itu bukan Benda..”kataku...
Dia sesuatu yang sangat maha..Tidak bisa digambarkan bentuk dan zatnya, namun diyakini keberadaannya.. Siapa yang mengatur alam raya ini? Kalau bukan Tuhan? Lalu tarikan nafas Jay, siapa yang mengatur, itulah kekuasaan Tuhan..Allah SWT..”kataku..
Jay langsung tersengal, pandangannya jauh menerawang angkasa..ia melihat langit hitam penuh awan tanda hujan deras akan tiba...kilatan petir menyambar, guntur menggelagar. Jay pun tertawa kecil...
Pikiranku, Jay mulai berkontemplasi ’memandang’ kehadiran Tuhan yang selama ini jauh darinya. Saya pun merasa bangga, kalau bisa ’menyadarkan’ Jay dari pandangan Atheismenya..
”Awan hitam itu mendakan hujan segera turun dengan deras...itu karena memang musimnya..Titik hujan dibentuk dari hasil penguapan cahaya mentari yang terik..Kilat dan guntur itu menggelegar karena gelombang arus listrik yang terbentuk secara alamiah karena ada gesekan dan ketidak seimbangan cuaca...” Jay bertutur sangat akademik, yang kemudian menyadarkanku, jika Jay sebenarnya belum berubah dari pandangan Atheisme-nya.
Malah saya kemudian tersadar, Saya belum bisa ’menyetubuhi’ atheisme secara utuh..
Saya tersadar, kalau sebanarnya kajian penyadaran Atheisme bukan hanya dengan dalil-dalil agama yang dangkal dari saya...Ia butuh kajian secara akademik, bukan dengan sekedar dogma dan doktrin...
Saya kemudian sadar, jika saya hanyalah bagian kecil dari jutaan manusia beragama, yang besar karena doktrin dan dogma..teori ketuhanan, juga ternyata harus disadarkan dengan multi kajian...
”Jay..lalu siapa yang mengatur terbit dan terbenamnya matahari?”
”Jay..bukankah matahari itu planet yang sangat besar, panas, lalu siapa yang menciptakan itu semua?”
”Jay, apakah Jay kerap merasakan kegelisahan yang amat sangat?”
Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur dariku. Jay tersentak..tapi dia tidak heran dengan teori ’perputaran benda tata surya’ yang maha besar itu..Ia tidak tersengat dengan teori-teori bulan, bintang, matahari, dan benda angkasa lainnya.
Jay tersengat dengan pertanyaan terakhirku..”Jay, apakah Jay merasakan kegelisahan yang amat sangat..”
”Iya kak, saya tidak hanya merasakan gelisah..tapi hampir gelisah setiap harinya” akunya.
”Lalu apa yang Jay gelisahkan?”..tanyaku.
”Macam-macam Kak, ada-ada saja, bagimana menghilangkan itu kak”..pintanya..
Saya hanya menjawab singkat, ” Allah SWT ..Tuhan bagi kita semua”
Jay mengaku merasakan getaran mendalam menyebut kata Allah diakhir kalimatku...
”Kak, saya ingin belajar, tapi bukan dengan Kakak...”...
Saya tergidik sedikit tersinggung...tapi saya sadar ’menguliti’ penganut Atheis bukan orang sekelas Saya..tapi senyuman mulai menyibak, setidaknya ketika Jay, mengatakan....”Kak saya ingin belajar....” amin...(**)
”Kak Hamzah Muslim Ya?” Jay bertanya..
”Iya benar, 100 persen Muslim” Jawabku..
”Orang tua saya di Korea seorang penganut Budha” katanya
”Jadi Jay seorang Budha juga,” sergahku..
”Belum..maksudnya saya belum yakin kenapa harus punya Agama,” jelas Jay..
”Jadi Jay belum punya Agama, iya??”...kataku..
Dimatanya..ketika kutanya seperti itu, Jay melihat ada perubahan emosi di wajahku. Dia kemudian ragu melanjutkan kata-katanya..Terasa sekali jika Jay menghormati perasaan adat ketimuran-ku. Bahkan dia nampak kikuk melanjutkan diskusinya. ”Kakak heran ya? Kok heran kak” katanya..
Saya masih terdiam, niat saya adalah meyakinkan lelaki Korea ini untuk memahami pentingnya sebuah agama. Setidaknya ingin meyakinkan Jay, bahwa Agama mengatur roda kehidupan manusia. Saya juga berharap jika diskusi nantinya, Jay bisa ’sadar’ dari sikapnya yang cenderung Atheis..
”Di Indonesia, seorang warga negara harus memiliki Agama, karena negeri ini punya idiologi Pancasila. Terserah, mau pilih agama apa, tergantung pribadi masing-masing..silahkan, ada Hindu, Budha, Katholik, Protestan, Islam dan Kong Hu Tchu..”kataku sedikit demokratis..
“Hanya, kalau Jay bertanya kepada kakak, karena saya seorang Muslim, tentu Islam-lah yang paling benar...demikian pula kalau bertanya kepemeluk lainnya, maka mereka akan menjawab agama merekalah yang paling baik..ini semua karena masing-masing agama punya referensi tentang sebuah kebenaran.. Di dalam Islam, konsep ‘privacy’ menghormati agama orang lain begitu besar. “Lakum Diinukum Walyadien..bagiku agamaku, bagimu agamamu” ujarku berceramah.
Jay semakin terdesak. Ia kemudian semakin memperjelas dirinya sebagai seorang Atheis..meski ia menghormati agama orang tua dan leluhurnya, demikian pula agama yang dianut di negara-negara lain.
“Meski saya belum punya agama, tapi punya rasa hormat, toleransi yang tinggi, menghargai privacy, sadar dengan pentingya pelestarian alam, sadar hukum, berusaha untuk tidak merusak, tidak mencederai hak dan fisik orang lain, karena saya mengembalikan pada diri saya..apa salah dan benar tindakan yang sudah saya lakukan?” jelas Jay mengurai keyakinannya yang lebih dekat pada teori kemanusiaan yang banyak diungkap para ahli.
Jay seolah memprotes kondisi dunia saat ini, dimana huru-hara justru banyak terjadi di negara-negara yang menjadikan agama sebagai pedoman bernegara. Namun, Jay menolak jika pendapatnya itu disebut mengutip teori para ahli. “Sejak kecil saya tidak diperkenalkan agama oleh orang tua saya, tapi dibesarkan dengan sebuah kesadaran hidup dari individu, keluarga dan lingkungan saya yang sangat seimbang dan harmoni,” katanya..
“Saya juga heran orang menyebut Tuhan, sementara Tuhan itu juga manusia, kok disembah ya?” tanyanya padaku dengan penuh hormat..
Saya langsung membantah teori Jay.
”Jay...dalam Islam, Tuhan itu hanya Allah SWT...
”God is not a Man...God Is not a Means…
“Tuhan itu bukan manusia, Tuhan itu bukan Benda..”kataku...
Dia sesuatu yang sangat maha..Tidak bisa digambarkan bentuk dan zatnya, namun diyakini keberadaannya.. Siapa yang mengatur alam raya ini? Kalau bukan Tuhan? Lalu tarikan nafas Jay, siapa yang mengatur, itulah kekuasaan Tuhan..Allah SWT..”kataku..
Jay langsung tersengal, pandangannya jauh menerawang angkasa..ia melihat langit hitam penuh awan tanda hujan deras akan tiba...kilatan petir menyambar, guntur menggelagar. Jay pun tertawa kecil...
Pikiranku, Jay mulai berkontemplasi ’memandang’ kehadiran Tuhan yang selama ini jauh darinya. Saya pun merasa bangga, kalau bisa ’menyadarkan’ Jay dari pandangan Atheismenya..
”Awan hitam itu mendakan hujan segera turun dengan deras...itu karena memang musimnya..Titik hujan dibentuk dari hasil penguapan cahaya mentari yang terik..Kilat dan guntur itu menggelegar karena gelombang arus listrik yang terbentuk secara alamiah karena ada gesekan dan ketidak seimbangan cuaca...” Jay bertutur sangat akademik, yang kemudian menyadarkanku, jika Jay sebenarnya belum berubah dari pandangan Atheisme-nya.
Malah saya kemudian tersadar, Saya belum bisa ’menyetubuhi’ atheisme secara utuh..
Saya tersadar, kalau sebanarnya kajian penyadaran Atheisme bukan hanya dengan dalil-dalil agama yang dangkal dari saya...Ia butuh kajian secara akademik, bukan dengan sekedar dogma dan doktrin...
Saya kemudian sadar, jika saya hanyalah bagian kecil dari jutaan manusia beragama, yang besar karena doktrin dan dogma..teori ketuhanan, juga ternyata harus disadarkan dengan multi kajian...
”Jay..lalu siapa yang mengatur terbit dan terbenamnya matahari?”
”Jay..bukankah matahari itu planet yang sangat besar, panas, lalu siapa yang menciptakan itu semua?”
”Jay, apakah Jay kerap merasakan kegelisahan yang amat sangat?”
Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur dariku. Jay tersentak..tapi dia tidak heran dengan teori ’perputaran benda tata surya’ yang maha besar itu..Ia tidak tersengat dengan teori-teori bulan, bintang, matahari, dan benda angkasa lainnya.
Jay tersengat dengan pertanyaan terakhirku..”Jay, apakah Jay merasakan kegelisahan yang amat sangat..”
”Iya kak, saya tidak hanya merasakan gelisah..tapi hampir gelisah setiap harinya” akunya.
”Lalu apa yang Jay gelisahkan?”..tanyaku.
”Macam-macam Kak, ada-ada saja, bagimana menghilangkan itu kak”..pintanya..
Saya hanya menjawab singkat, ” Allah SWT ..Tuhan bagi kita semua”
Jay mengaku merasakan getaran mendalam menyebut kata Allah diakhir kalimatku...
”Kak, saya ingin belajar, tapi bukan dengan Kakak...”...
Saya tergidik sedikit tersinggung...tapi saya sadar ’menguliti’ penganut Atheis bukan orang sekelas Saya..tapi senyuman mulai menyibak, setidaknya ketika Jay, mengatakan....”Kak saya ingin belajar....” amin...(**)