Soal no 1
Beberapa Teori Kebutuhan bermaksud untuk menunjukan beberapa faktor internal yang mendorong prilaku manusia, coba saudara jelaskan teori-teori kebutuhan menurut :
1.1 Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
1.2 Teori Kebutuhan McClelland
1.3 Teori Motivasi Kebutuhan
Jawaban :
1.1 Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow's hierarchy of needs is a theory in psychology, proposed by Abraham Maslow in his 1943 paper A Theory of Human Motivation. (A.H. Maslow, A Theory of Human Motivation, Psychological Review 50(4) (1943):370-96. ) Maslow subsequently extended the idea to include his observations of humans' innate curiosity. His theories parallel many other theories of human developmental psychology, all of which focus on describing the stages of growth in humans.
Teori Maslow (1954) “That people’s needs depend on what they already have. In a sense, then, a satisfied needs isn’t a motivator. Human needs, organized in a hierarchy of importance, are physiological, safety, belongingness, esteem, and self actualization”
Abraham Harold Maslow (1908 - 1970) adalah psikolog Amerika yang merupakan seorang pelopor aliran psikologi humanistik. Ia terkenal dengan teorinya tentang hirarki kebutuhan manusia.
Teori dari kebutuhan individu yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, lebih dikenal dengan sebutan ”Hierarchy of Needs” atau teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, setiap manusia memiliki hirarki kebutuhan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Jika kebutuhan yang paling rendah telah terpenuhi, maka akan muncul kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut teori Maslow adalah :
Pertama : Kebutuhan Fisik (Biological and Physiological needs) Contoh : makan, minum, udara, tidur, sex. Kedua : Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs) Contoh : keselamatan, perlindungan, hokum. Ketiga : Kebutuhan Sosial (Belongingness and Love Needs) Contoh : keluarga, kasih sayang, hubungan. Keempat : Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs) Contoh : status, respek, reputasi, dan yang kelima adalah : Kebutuhan Aktualisasi Diri Contoh : pertumbuhan potensi diri, pemenuhan diri Menurut Maslow, terdapat lima hirarki kebutuhan manusia, yaitu:
1. Physiological (Fisiologi). Physiological needs atau kebutuhan fisiologi seringkali disebut sebagai basic needs atau kebutuhan dasar. Hal ini dikarenakan kebutuhan fisiologi berada pada tataran paling rendah dalam teori hirarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan fisiologi antara lain meliputi sandang, pangan, papan dan kebutuhan biologis lainnya.
2. Safety (Rasa Aman). Yang dimaksud dengan kebutuhan rasa aman antara lain meliputi keamanan (security) dan proteksi (perlindungan) dari gangguan, baik gangguan yang bersifat fisik maupun emosional.
3. Social (Sosial) atau Belongingness Needs. Kebutuhan sosial antara lain meliputi cinta kasih (affection), rasa memiliki, penerimaan sosial (acceptance) dan perkawanan (friendship).
4. Esteem (Penghargaan). Kebutuhan akan penghargaan terdiri dari dua jenis, yaitu internal esteem (penghargaan internal) dan external esteem (penghargaan eksternal). Faktor penghargaan internal antara lain adalah self-respect (menghargai diri sendiri), autonomy (otonomi, yaitu kewenangan mengatur diri sendiri), dan prestasi (achievement). Sedangkan penghargaan eksternal merupakan kebutuhan penghargaan yang diberikan pihak eksternal pada seseorang, antara lain berupa status, pengakuan dan perhatian.
5. Self-actualization (Aktualisasi Diri). Kebutuhan aktualisasi diri merupakan dorongan pada diri seseorang untuk menjadi orang yang capable (memiliki kemampuan handal), yaitu antara lain terkait dengan kebutuhan untuk berkembang (growth), pencapaian potensi diri maupun self fulfillment (pemenuhan keinginan diri sendiri). Kebutuhan aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow ditempatkan pada strata tertinggi.
Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : 1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; 2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; 3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); 4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan 5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia memiliki hirarki atau tingkatan. Berdasarkan teori Maslow, manusia pada awalnya akan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar (basic needs). Selama kebutuhan fisiologis belum terpenuhi, manusia akan kurang memperhatikan jenis kebutuhan lain yang stratanya lebih tinggi. Kalau seseorang sudah terpenuhi kebutuhan fisiologisnya, maka orang tersebut baru memikirkan kebutuhan akan rasa aman (safety), dan seterusnya.
Teori hirarki kebutuhan Maslow digambarkan dalam piramida.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan dating.
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya..Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
1.2 Teori kebutuhan Mc Clelland
Ada tiga jenis kebutuhan menurut Mc Clellan yaitu:
1. Need for Achievement
Motivasi/keinginan untuk mencapai kesuksesan (High Achiever)
2. Need for Power
Motivasi/keinginan untuk mempunyai pengaruh dan senang mengatur
3. Need for affiliation
Motivasi/keinginan untuk bekerjasama, bersahabat, menanggung bersama
David McClelland dan Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya.Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut: McClelland, D.C. (en)The Achieving Society, New York: Van Nostrand Reinhold, 1961, hal. 63-73
· kebutuhan pencapaian: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
· kebutuhan kekuatan: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
· kebutuhan hubungan: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab Pada umumnya para ahli teori perilaku beropini bahwa dalam setiap perilakunya manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Keberadaan tujuan tersebut, menjadi tumpuan sinergi dengan para ahli teori motivasi yang berusaha berfikir dan mencari cara agar manusia dapat didorong berkontribusi memenuhi kebutuhan dan keinginan organisasi.
Tenaga kerja penting dimotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa motivasi mereka bekerja dalam keadaan sakit hati yang menjurus pada ketiadaan kontribusi bahkan terbuka peluang kontribusi yang merugikan.Teori hierarkhi kebutuhan Maslow menyiratkan manusia bekerja dimotivasi oleh kebutuhan yang sesuai dengan waktu, keadaan serta pengalamannya.
Tenaga kerja termotivasi oleh kebutuhan yang belum terpenuhi dimana tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul setelah tingkatan sebelumnya. Masing-masing tingkatan kebutuhan tersebut, tidak lain : kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, perwujudan diri. Dari fisiologis bergerak ke tingkat kebutuhan tertinggi, yaitu, perwujudan diri secara bertahap. Terlepas menerima atau tidak kebutuhan berhierarkhi, mengetahui jenis-jenisnya adalah memberikan kontribusi silang saling memenuhi.
Seperti seseorang berusaha keras mencari pekerjaan yang tidak lain mengimplementasikan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Lantas bagaimana dengan fakta bayi yang baru dilahirkan adalah bukan langsung makan tetapi dia menangis yang tidak lain kebutuhan sosial. Juga masih tentang bayi, beberapa penelitian membuktikan bayi menangis jika ingin disusui oleh ibunya.
Yang paling tidak lucu tampak kejadian banyak perusahaan merekrut tenaga penjualan langsung dengan syarat memiliki kendaraan beroda empat (Mobil). Secara umum diketahui Frederick Herbertg berteori dua situasi yang mempengaruhi tenaga kerja saat bekerja.
Situasi pertama,yaitu, pemuasan yang berarti sumber kepuasan kerja seperti:prestasi, pengukuhan hasil kerja, daya tarik pekerjaan, dan tanggung jawab serta kemajuan. Situasi kedua tidak lain ketidak puasan yang bersumber dari: kebijakan, supervisi, uang, status, rasa aman, hubungan antar manusia, dan kondisi kerja.
Dalam hal ini, jika situasi pertama tidak ada tidak menimbulkan ketidak puasan berlebihan. Karena ketidakpuasan muncul dari tidak memperhatikan situasi kedua. Perhatian terhadap indikator situasi pertama menjadi motivasi tenaga kerja dalam bekerja.
Tampak berbasis teori ini jika ingin tenaga kerja termotivasi maka mesti memberikan situasi pertama. Kemudian Mc Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y. Teori X memberikan petuah manajer harus memberikan pengawasan yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman.
Hal tersebut, karena manusia lebih suka diawasi daripada bebas, segan bertanggung jawab, malas dan ingin aman saja, motivasi utamanya memperoleh uang dan takut sanksi. Sebaliknya teori Y mengarahkan manajer mesti terbuka dan mendorong inisiatif kompetensi tenaga kerja. Teori Y berasumsi manusia suka kerja, sebab bekerja tidak lain aktifitas alami. Pengawasan sendiri bersifat esensial. Dengan demikian, teori X kurang baik dan teori Y adalah baik. Tidak ..tidak demikian melainkan secara bijak teori X dan Y digunakan sesuai keadaan.
Terkadang mesti egois, dan terkadang juga demokratis. Intensitas motif seseorang melakukan sesuatu adalah fungsi nilai setiap hasil yang mungkin dicapai dengan persepsi kegunaannya. Motivasi sama dengan hasil dikali nilai terus hasil perhitungannya dikalikan kembali dengan ekspektasi. Akan tetapi hal tersebut, bersyarat manusia meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkannya dan mempertimbangkan keyakinan memberi sumbangan terhadap tujuan.
Lantas kemampuan bekerja dan persepsi yang akurat tentang peranannya dalam organisasi diperlukan. Demikian itu, merupakan teori motivasi harapan dimana Vroom ialah orang yang menelurkannya. Sedangkan Porter dan Lawler memberikan peringatan persepsi usahayang dilatarbelakangi kemampuan dan peranan kerjanya menghasilkan cara kerja yang efektif untuk mencapai prestasi baik inisiatif sendiri maupun bukan inisiatif sendiri sehingga memperoleh imbalan yang layak dan kepuasan
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:(1). Motivasi untuk berprestasi (n-ACH) ; (2). Motivasi untuk berkuasa (n-pow) dan (3). Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil).
Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Tiga karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi
yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses
(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
Sebuah Penelitian yang dilakukan David Mcclelland :
Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.
Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi - dibanding pekerjaan lain.
Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.
1.3 Teori Motivasi dan Kebutuhan
Pengertian Motivasi
Perkataan motivasi adalah berasal daripada perkataan Bahasa Inggeris “MOTIVATION“. Perkataan asalnya ialah “MOTIVE” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu / Bahasa Malaysia kepada motif, yakni bermaksud tujuan. Di dalam surat khabar, kerap pemberita menulis ayat “motif pembunuhan”. Perkataan motif di sini boleh kita fahami sebagai sebab atau tujuan yang mendorong sesuatu pembunuhan itu dilakukan.
Ada beberapa pengertian motivasi menurut Para ahli sebagai berikut:
• Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku,
• Motivasi adalah daya pendorong dari keinginan kita agar terwujud. Motivasi adalah sebuah energi pendorong yang berasal dari dalam kita sendiri.
• Motivasi adalah daya pendorong dari keinginan kita agar terwujud. Energi pendorong dari dalam agar apapun yang kita inginkan dapat terwujud. Motivasi erat sekali hubungannya dengan keinginan dan ambisi, bila salah satunya tidak ada, motivasi pun tidak akan timbul.
• menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
• Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
• Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat pula definisi: Motivasi adalah sesuatu yang menggerak dan mengarahkan terhadap tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya sama ada secara negatif atau positif. Motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya (Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62).Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232)
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.(Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A., 2008. (Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232)
Dapat dijelaskan Sejarah Teori Motivasi sebagai berikut : Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan. (Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A., 2008. Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232
Terdapat pula pengertian motivasi merupakan suatu akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara pula.
Sunarti (2003:22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.
Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu :1) kemungkinan untuk berkembang, 2) jenis pekerjaan, dan 3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.
Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: 1) durasi kegiatan; 2) frekuensi kegiatan; 3) persistensi pada kegiatan; 4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; 5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; 7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; 8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Teori Motivasi bedasarkan kebutuhan (needs)
“The willing to exert high levels of effort toward organization goals, conditioned by effort to satisfy some individual need”
“Motivasi berarti sesuatu hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Jadi motivasi dapat pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.” (Manullang, 1982)
“Motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan jiwa dan jasmani untuk berbuat mencapai tujuan, sehingga motivasi merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam pebuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.” (As’ad, 1995)
“Motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan proses pemberian dorongan bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien.”(Sarwoto, 1983)
Dari ketiga definisi tentang motivasi dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan dari apa yang dibutuhkannya. Dalam memotivasi karyawan, manager harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan karyawan sehingga karyawan mau bekerja ikhlas demi tercapainya tujuan perusahaan, dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; 3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); 4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan 5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :a). Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; b). Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya, dan c). Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : 1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; 2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan 3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5. Teori Keadilan
dalan Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
a. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian untuk menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
c. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) Edwin Locke
Adapun Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; b) tujuan-tujuan mengatur upaya; c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan) Victor H. Vroom,
dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; b) harga diri; c) harapan pribadi; d) kebutuhaan; e) keinginan; f) kepuasan kerja; g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : a) jenis dan sifat pekerjaan; b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; c) organisasi tempat bekerja; d) situasi lingkungan pada umumnya; e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya
Sedangkan Teori kebutuhan, yang dengan hierarki kebutuhan teori dari Abraham Maslow, pencetus hierarki teori kebutuhan :
1. Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). (Maslow. En A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67).
2. Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. Maslow. (en)A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67.
3. Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat. Maslow. (en)A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67.
Teori X dan teori Y
Menurut Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008) Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232 ) Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan.
Dengan demikian Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.
· Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
· Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
· Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
· Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
· Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
· Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
· Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Adapun Teori motivasi kontemporer oleh, David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan adalah:
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan. Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A.,2008.(Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239).
Teori motivasi prestasi menegaskan manusia bekerja didorong oleh kebutuhan prestasi, afiliasi, dan kekuasaan. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan seseorang mengambil tugas secara konsisten bertanggung jawab dimana untuk mencapai tujuannya ia berani mengahdapi risiko serta memperhatikan feedback. Kebutuhan afiliasi ditunjukan oleh keinginan bersahabat, memperhatikan aspek antar pribadi, bekerja sama, empati, dan efektif dalam bekerja.
Sedangkan kebutuhan kekuasaan tampak pada seseorang yang mau untuk berpengaruh terhadap orang lain, cepat tanggap terhadap masalah, aktif menjalankan kebijakan organisasi, senang membantu orang ldengan mengesankan dan selalu menjaga prestasi, reputasi serta posisinya.
Sekarang kita coba integrasikan teori-teori yang telah dikemukakan dengan basis pendekatan integratif. Kombinasi dari dua arah gejala harapan dan kebutuhan sebagai usaha memotivasi. Berbasis pendekatan demikian, maka kita kenal tiga hal tentang motivasi kerja. Pertama, kebutuhan individu yang terpenting adalah pencapaian, kekuasaan, afiliasi, perhitungan, ketergantungan, perluasan. Kedua, motivasi kerja berkembang pada kekuatan yang diubah dalam pola kebutuhan dan kepercayaan untuk bekerja dalam organisasi. Ketiga, hasil akhir psikologis orang bekerja tidak lain kepuasan yang diperoleh dari kerja dan peranannya. Pendek kata memotivasi dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan dan kepuasan tenaga kerja dimana organisasi dapat menetukan sendiri pola kebutuhan dan kepuasannya tanpa mengabaikan tenaga kerja. .
Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. (en) Locke, E. A. Toward a Theory of Task Motivation and Incentive, Organizational Behavior and Human Performance, 1968, hal. 157-159, Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.(en) Early. (Task Planning and Energy Expended: Exploration of How Goals Influence Performance, Jurnal Psikologi, 1987. hal. 107-114)
Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
Teori harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.244-254
Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal ( Wade, Carol; Tavris, Carol. Psikologi: Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 142-152)
Motivasi merupakan dorongan dasar yang menggerakan seorang individu untuk melakukan suatu perbuatan. Karena itulah, baik buruknya perbuatan seseorang dapat bergantung pada motivasi yang mendorong perbuatan tersebut. Hal tersebut yang menjadikan motivasi sebagai salah satu ilmu yang menarik dijadikan variabel untuk diteliti.
soal no 2.
Organisasi dideskripsikan sebagai sistem pembelajaran berklelanjutan (Harison 1977) yang memiliki suatu perubahan sistem yang terkordinasi, jelaskan bagaimana menetapkan prinsip pembelajaran organisasi
Jawaban :
Vernon George Harrison Wentworth lahir di Sutton Coldfield, Warwickshire, Inggris, pada Maret 1912. Ayahnya adalah seorang guru yang mengkhususkan diri dalam bahasa Prancis. Vernon dididik di Uskup Vesey's Grammar School, Sutton Coldfield, dan di University of Birmingham di mana ia membaca fisika, kimia, dan matematika. Setelah lulus dia melakukan tiga tahun studi pascasarjana dan penelitian di Departemen Fisika. Dalam penelitian ini menggunakan fotografi dan fotomikrografi sebagai media perekaman memainkan peran penting. Setelah memperoleh gelar Ph.D. ia menemukan pekerjaan sebagai fisikawan penelitian di Percetakan & Sekutu Trades Asosiasi Riset (PATRA) dengan laboratorium kemudian terletak di London. Karyanya di PATRA hampir tidak dimulai ketika perang pecah dan ia disimpan di pekerjaan perang untuk Departemen Supply. PATRA kehilangan semua catatan dan peralatan ilmiah dalam serangan terakhir kebakaran besar di London, dan tidak sampai tahun 1947 bahwa staf mampu pindah ke laboratorium baru di Leatherhead, sekitar dua puluh kilometer selatan London. Di sini ia mampu akhirnya untuk mulai bekerja pada sifat optik kertas, pencetakan warna, dan kualitas reproduksi halftone. Pada tahun 1957 ia diangkat sebagai Direktur Penelitian PATRA dan bertanggung jawab atas administrasi staf yang saat itu telah berkembang menjadi sekitar 120.
Pada tahun 1967 ia pindah ke thos. De La Rue & Co dalam kapasitas Riset Manager dari pusat penelitian mereka kemudian terletak di Maidenhead. De La Rue cetak uang kertas (tagihan), prangko, sertifikat saham, paspor, dan jenis-jenis dokumen keamanan, dan merupakan bagian penting dari pekerjaan pusat penelitian ini adalah untuk mempelajari metode pemalsu dan pemalsu dan untuk merancang metode meningkatkan keamanan produk Perusahaan.
Karya ini membangkitkan minat dalam menempa cetak dan tertulis masalah umum, sehingga pada saat pensiun pada tahun 1977 ia mampu didirikan di praktek swasta sebagai pemeriksa dari dipertanyakan dokumen. Menjadi independen, ia bisa bekerja baik untuk penuntutan atau pertahanan. Ia digunakan untuk memberikan bukti di Pengadilan dan menyampaikan adanya pemeriksaan silang. Karyanya tahun terakhir telah meliput berbagai mata pelajaran dari dokumen Elizabethan yang disengketakan untuk grafiti di tembok, surat wasiat yang meragukan, perjanjian hipotek ditempa dan dokumen keuangan dalam huruf racun-pena profesi, anonim dan, mengancam catatan, kasus mata-mata, pemeriksaan palsu mata uang dan pelat cetak terlarang, identifikasi kertas uang kertas pulih dari selokan, dan nilai bukti foto.
Dia menganggap periode ini menjadi yang paling menarik dan, mungkin, yang paling berguna dalam hidupnya. Dia telah memiliki minat seumur hidup dalam fotografi dan 1974-1976 ia adalah Presiden Royal Society Fotografi Britania Raya. Ia juga memiliki minat seumur hidup di musik Franz Liszt, dan adalah co-founder hidup dan masa lalu dari Ketua (Inggris) Liszt Society. Penulis menggambarkan dirinya sebagai "membaca persamaan Schrodinger dan Dirac melalui mata Francis Thompson." Dr VGW Harrison lahir di Sutton Coldfield, Warwickshire, Inggris Maret 1912, untuk seorang ayah guru sekolah. Harrison telah dididik di Uskup Vesey's Grammar School, sebelum membaca Fisika, Kimia dan Matematika di Universitas Birmingham. Selanjutnya, ia melakukan tiga tahun penelitian pascasarjana di Jurusan Fisika, belajar khususnya "menggunakan fotografi dan fotomikrografi sebagai media perekaman."
Memperoleh gelar Ph.D., Harison sempat bekerja di laboratorium London Percetakan & Sekutu Trades Asosiasi Riset (PATRA) sebagai fisikawan penelitian, tak lama sebelum perang pecah, dan ia mengambil peran di Departemen Supply. catatan PATRA dan peralatan yang hancur dalam serangan udara di London, dan laboratorium baru selatan London pada Leatherfield hanya dibuka pada tahun 1947, di mana titik Harrison mulai bekerja "pada sifat optik kertas, pencetakan warna, dan kualitas reproduksi halftone".
Pada tahun 1957, ia dipromosikan ke posisi Direktur Riset, menemukan dirinya bertanggung jawab untuk staf pada saat itu berjumlah sekitar 120. pemalsuan dan keaslian. Pada tahun 1967, ia bergabung thos. De La Rue & Co (printer uang kertas, prangko, sertifikat saham, paspor, dll) sebagai Research Manager di pusat penelitian mereka Maidenhead. Bagian dari-Nya - dan pusat - peran adalah "untuk mempelajari metode pemalsu dan pemalsu dan untuk merancang metode meningkatkan keamanan produk Perusahaan"
Mengembangkan minat dalam pemalsuan dari segala jenis, setelah pensiun pada tahun 1977. , Harrison mengatur dirinya sendiri dalam kapasitas, swasta independen untuk memeriksa dokumen dicurigai dan dipertanyakan untuk semua sisi sistem hukum - pertahanan dan penuntutan - cepat menjadi "digunakan untuk memberikan bukti di pengadilan dan menyampaikan untuk pemeriksaan silang"
Dia telah dalam peran ini, memeriksa berbagai mata pelajaran dan media: "Dari dokumen Elizabethan yang disengketakan untuk grafiti di tembok, surat wasiat yang meragukan, perjanjian hipotek ditempa dan dokumen keuangan dalam huruf racun-pena profesi, anonim dan, mengancam catatan, kasus mata-mata, pemeriksaan mata uang palsu dan pelat cetak terlarang, identifikasi kertas uang kertas pulih dari saluran air, dan nilai bukti foto ".
Fortean dan kepentingan Physical Harrison telah menjadi anggota Society for Physical Research (SPR), dan co-founder - dengan Hilary Evans, Jenny Randles, Fortean Times-founder/editor Bob Rickard dan Dr Hugh Pincott (mantan sekretaris dan bendahara SPR) - dari Asosiasi untuk Studi Ilmiah Fenomena anomali (ASSAP).
Di belakang foto purported dari Rakasa Loch Ness yang diambil oleh 'Doc' Anthony Shiels pada tahun 1977, Harrison dihubungi oleh Tim Dinsdale untuk saran ahli tentang keaslian mereka. Harrison menulis dalam suratnya, tanggal 3 Desember 1977, dan diumumkan dalam Fortean Times 29 (Summer 1979), bahwa ia menemukan:"Transparansi yang akan sangat normal dan [bahwa] tidak ada bukti paparan ganda, superimposisi gambar atau pekerjaan tangan dengan pemutih atau pewarna." Dia melanjutkan dengan semua-tapi objek-aturan-out (diduga "Nessie") sebagai cabang, tetapi bagaimanapun menyimpulkan bahwa " tidak mungkin untuk mengatakan dari transparansi masih single persis apa foto mewakili."
Pada tahun 1984, Harrison menjadi tertarik pada SPR awal 'Hodgson Laporan' di mana Petrovna Helena Blavatsky adalah stigma sebagai salah satu yang paling berbakat, cerdas dan menarik 'penipu' dalam sejarah. Harrison mempelajari berbagai dokumen yang bersangkutan, untuk laporan awal - "J'Accuse: Sebuah Pemeriksaan Laporan Hodgson dari 1885" - yang diterbitkan pada tanggal 8 Mei 1986 oleh SPR (dan direvisi setelah penelitian lebih lanjut oleh Harrison pada tahun 1997).
Harrison akhirnya menyimpulkan bahwa Laporan Hodgson tidak ilmiah dilakukan, tapi "cacat dan tidak dapat dipercaya," dan "harus dibaca dengan hati-hati, jika tidak diabaikan." (Lihat juga: HP Blavatsky dan The Society for Physical Research oleh Grace F. Knoche)
kepentingan lain Seorang penggemar fotografi seumur hidup, dia, antara tahun 1974 dan 1976, Presiden Royal Society Fotografi Britania Raya, dan di antara kepentingan yang lain menghitung musik Franz Liszt. Ia adalah co-founder yang masih hidup, dan Ketua masa lalu, dari (bahasa Inggris) Liszt Society.
Harrison menggambarkan dirinya sebagai "membaca persamaan Schrodinger dan Dirac melalui mata Francis Thompson." Bibliografi parsial Teori nada-Setengah Screen (The Journal Fotografi) , Tanda, tangan pada dinding rumah Queens di Linton Cambs (SPR proses, Okt 1994) HP Blavatsky dan SPR (1997) "Harry Harga dan Fenomena Schneider Rudi" dalam Studi Physical - Journal of the Society Unitarian untuk Studi psikis, No 38, Musim Dingin 1987
Soal no 3
Coba saudara jelaskan pengembangan tim melalui learning organization dan organization learning.
Jawaban :
Pengetahuan terhadap tahap-tahap perkembangan itu sangat bermanfaat untuk memahami setiap proses perubahan tim. Dalam tahap perkembangannya selain tampil ciri-ciri spesi?k pada tahap tersebut, dimungkinkan pula muncul ciri-ciri dari tahap perkembangan sebelumnya atau sesudahnya. Akan tetapi ciri-ciri spesi? kepada tahap tersebut akan terlihat lebih menonjol.
Ada empat tahap perkembangan tim, yaitu: Undevelopment, Experimenting, Consolidating dan Mature. Silahkan simak.
Tahap 1 Undevelopment
Tahap ini adalah tahap yang paling sering dijumpai pada suatu organisasi. Dalam tahap ini terlihat sekelompok orang mengerjakan suatu tugas, tetapi mereka tidak bersepakat tentang bagaimana seharusnya mereka bekerja.
Salah satu ciri dari tahap ini adalah tidak melibatkan perasaan-perasaan individu, karena dianggap tidak pada tempatnya untuk membicarakan perasaan-perasaan orang lain secara terbuka. Tempat kerja adalah tempat untuk bekerja. Roda organisasi menggelinding sesuai aturan dan prosedur. Orang mengikuti aturan yang ada karena mereka terbiasa dengan itu. Mereka khawatir untuk mengusulkan suatu perubahan. Bahkan gagasan-gagasan yang sebenarnya bersifat membangun, tidak mereka utarakan. Mereka takut jika ‘gagasan itu’ akan mengganggu keseimbangan organisasi. Perhatian terhadap gagasan-gagasan orang lain sangat kecil dan biasanya ditandai dengan banyak bicara sedikit mendengar hanya oleh beberapa orang saja. Dalam rapat atau pertemuan lebih sering terjadi antrian lontaran gagasan dan bukan diskusi.
Kelemahan-kelemahan individu ditutup-tutupi. Kesalahan lebih digunakan sebagai bahan untuk membuktikan kelemahan seseorang dari pada sebagai kesempatan untuk belajar. Tujuan atau kesepakatan dalam tim biasanya tidak jelas. Bila ada suatu kejelasan mengenai apa yang harus dikerjakan, hal itu datangnya langsung dari atasan, bukan dari kesepakatan berdasarkan tujuan tim.
Kritik dari luar ditanggapi secara defensif sekaligus menambah birokrasi dan aturan. Setiap orang sibuk dengan tugasnya masing-masing dan atasanlah yang membuat hampir semua keputusan.
Perlu diutarakan disini bahwa banyak tim yang tidak efektif menunjukkan ciri-ciri di atas, dan biasanya terjadi jika atasan memiliki kearifan, energi dan waktu untuk membuat semua keputusan. Ini bukan kerjasama kelompok yang benar, karena dengan cara ini kekuatan yang ada didalam tim tidak dimanfaatkan sehingga lebih terpusat pada pemimpinnya.
Tahap 2 Experimenting
Tahap 2 dimulai ketika tim secara bersungguh-sungguh mulai meninjau ulang metode-metode operasional yang berlaku selama ini. Inilah yang membedakan tim di Tahap 2 dari Tahap 1. Pada Tahap 2, tim berkemauan untuk melakukan eksperimen dan uji coba. Mereka berani menghadapi berbagai kemungkinan dengan memasuki daerah yang belum dikenal.
Ciri lain yang ditunjukan pada tahap perkembangan ini adalah bahwa berbagai masalah dihadapi dan dibahas secara lebih terbuka dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang lebih luas sebelum membuat suatu keputusan. Bila dibutuhkan, nilai-nilai yang dipercayai dipertanyakan dan dibahas kembali. Pada tahap ini akan timbul perasaan tidak aman dan beresiko tinggi, namun sifatnya hanya sementara. Dengan munculnya masalah-masalah yang beresiko, hal-hal yang sebelumnya tabu dibicarakan akan dibahas secara lebih terbuka.
Masalah-masalah pribadi dibicarakan secara terbuka, perasaan-perasaan individu dipertimbangkan dan masalah pribadi diselesaikan sampai tuntas. Orang mulai mengutarakan hal-hal yang ingin mereka sampaikan tetapi ditekan selama beberapa waktu. Situasi ini mungkin akan menimbulkan ketegangan di antara anggota tim akan tetapi mereka mulai merasakan bahwa setelah semua unek-unek (persoalan) dikeluarkan tim akan menjadi tempat yang lebih nyaman dan sehat.
Tim dengan sendirinya akan lebih melihat kedalaman. Ini adalah tahap perubahan, dimana tim ingin memperbaiki diri sendiri karena mereka melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang terpenting untuk dilakukan.
Para anggota tim lebih saling memperhatikan dan menunjukkan kepedulian kepada masalah-masalah dan gagasan-gagasan rekan dalam tim mereka. Hasilnya adalah mereka akan lebih banyak mendengar dan saling mengerti satu sama lainnya. Rapat akan menjadi suatu pertemuan yang lebih hidup dengan diskusi, mendengar dan berpikir, serta lebih sedikit berbicara. Pada tahap ini suasana dalam tim akan penuh dinamika dan menarik. Para pengamat dapat melihat bahwa tim menjadi lebih hidup dan para anggota yang tadinya kurang memberikan kontribusi menjadi berperan aktif.
Tetapi walaupun tim telah menjadi lebih terbuka dan mempunyai potensi untuk menjadi lebih efektif, masih kurang untuk disebut sebagai tim yang efektif yang menghasilkan keuntungan.
Tahap 3 Consolidating
Setelah berhasil menyelesaikan masalah antar pribadi di Tahap 2, tim mulai memiliki kepercayaan diri, keterbukaan dan dipercaya untuk mencoba cara kerjanya. Biasanya tim akan memilih cara kerja yang lebih sistematik atau bermetode.
Aturan-aturan dan cara kerja yang kaku diubah dengan aturan baru yang disepakati bersama, dimana setiap anggota memiliki peran agar tujuan dapat dicapai. Walau hubungan antar pribadi telah mejadi lebih erat, mereka sadar akan pentingnya aturan-aturan dasar dan cara kerja yang akan dipakai oleh tim. Bukti-bukti yang paling nyata dari tahap ini adalah cara untuk mencapai suatu keputusan, yaitu dengan sebagai berikut adanya kejelaskan tujuan dari aktivitas/tugas, adanya penetapan sasaran, pengumpulan informasi yang dibutuhkan, adanya kemauan memikirkan kemunginan-kemungkinan yang ada pada tim, adanya perencanaan rinci mengenai apa yang harus dilakukan, kemauanmeninjau kembali hasil kerja dan menggunakannya sebagai dasar untuk memperbaiki cara kerja di masa yang akan datang.
Hubungan antar pribadi yang lebih baik pada Tahap 2 tetap dipertahankan, tetapi mereka membangun aturan dasar dan cara kerja yang akan dipakai oleh tim.
Tahap 4 Mature
Setelah Tahap 3 dilalui, maka tersusunlah dasar bagi terbentuknya suatu tim yang matang. Keterbukaan, kepedulian dan peningkatan hubungan pribadi pada Tahap 2 serta pendekatan yang sistematik dari Tahap 3 modal dasar bagi terbentuknya tim yang benar-benar matang.
Fleksibilitas menjadi hal yang utama, karena setiap kebutuhan-kebutuhan memiliki prosedur kerja yang berbeda. Seseorang tidak lagi khawatir untuk mempertahankan posisi mereka.
Kepemimpinan ditentukan oleh situasi bukan oleh ketentuan-ketentuan yang kaku. Tim mengenali tipe kepemimpinan yang dibutuhkan dan pemimpin mengenali kebu-tuhan untuk melibatkan anggota-anggotanya.
Penggunaan energi dan kemampuan secara maksimal dari tiap anggota disebabkan karena adanya komitmen. Ada perasaan bangga akan keberhasilan tim dan hal tersebut tidak menghambat keberhasilan individu.
Anggota tim menyadari bahwa mereka adalah bagian dari suatu organisasi ataupun bagian dari suatu masyarakat. Oleh karena itu keputusannya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial maupun hal-hal yang universal sifatnya.
Pengembangan menjadi prioritas, karena mereka sadar bahwa sukses yang berkesinambungan membutuhkan pengembangan yang juga berkesinambungan. Keinginan untuk memperbaiki diri dilakukan dengan membuka diri terhadap bantuan dari luar.
Saling percaya, keterbukaan, kejujuran, kerja sama dan ‘konfrontasi’ maupun review berkala terhadap hasil kerja, menjadi gaya hidup tim. Tim akan selalu bersedia untuk membantu tim-tim lain yang mengalami kesulitan maupun yang belum sampai ke tahap mereka. Tetapi lebih dari itu, tim ini adalah tempat yang menyenangkan dan membawa hasil.
KARAKTERISTIK TIM KINERJA TINGGI (Huszczo, 1990)
1. Tujuan
Tim memiliki arah dan tujuan yang jelas yang terhubung dengan visi misi organisasi. Dan tentu saja ada komitmen tinggi dari pada anggotanya.
2. Potensi
Tim memiliki potensi dan keahlian untuk melakukan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Dan dilakukan upaya terus menerus untuk mendorong anggotanya untuk mengembangkan potensi mereka lebih jauh.
3. Peran
Para anggota tim memahami perannya dan bagaimana mereka bisa berkontribusi demi mewujudkan kesuksesan organisasi. Para anggota tim memiliki komitmen pada peran dan memahami kontribusi masing-masing.
4. Prosedur
Ada prosedur atau tata cara operasi. Pertemuan dan perencanaan musti dibuat secara efektif dan setiap anggota tim memahami bagaimana membuat keputusan, bagaimana memecahkan permasalahan dan bagaimana berbagi informasi antara anggota tim.
5. Hubungan antar pribadi
Anggota tim memiliki hubungan yang baik dengan anggota lain, berkomunikasi dan mampu mereduksi kon? ik. Para anggota saling mendukung dan memberikan kesempatan. Tampak adanya perhatian dan adanya aliran feedback yang konstruktif sehingga masing-masing kemampuan anggota meningkat.
6. Penghargaan
Sistem penguatan keberhasilan dengan metode penghargaan (reinforcement) dilakukan secara efektif untuk meningkatkan kinerja tim. Biasanya dilakukan oleh pemimpin kelompok. Di tingkat personal, penghargaan diperlihatkan dan menekankan pada perilaku yang berorientasi pada kelompok. Organisasi juga tampak menunjukkan penghargaan terhadap keberhasilan-keberhasilan yang terjadi.
WHAT IS A TEAM ?
1. Collections of people who must rely on group collaboration if each member is to experience the optimum sense of success and goal achievement.
(Dyer, 1977)
2. A group of people that share common objectives and who need to work together achieve them. (Woodcock, 1989)
3. A team is a workgroup or unit with a common purpose through which members develop mutual relationships for the achievent of goals/tasks. Teamwork, implies cooperative and coordinated effort by individuals working together in the interests of their common cause which reques the sharing of talent, leader ship and the playing of multiple roles. (Hams, 1986)
4. Groups that function like teams typically have a clear and common purpose, while in a team, team members understand where their interdependence on others lies. (Albert, 1988)
Soal no 4
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam suatu interaksi antara dua atau lebih individu. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan, sehingga terjadi pemetaan issue internal yang berpengaruh pada organisasi, saudara jelaskan apa yang dimaksud :
a. Reward power
b. Coercive power
c. Referent power
d. Expert power
e. Legitimate
Jawaban :
Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Berikut ini kita akan membicarakan bagaimana hubungan antara komunikasi dengan kekuasaan. Menurut Wikepedia, The Free Encyclopedia, yang dimaksudkan dengan kekuasaan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengontrol dan mempengaruhi lingkungannya atau orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan. Seorang psikolog sosial, John R. P. French dan Bertram Raven, dalam studi klasiknya yaitu adanya Reward power, coercive power, referent power, expert power, dan legitimate yang terdapat lima model dalam kekuasaan pada Tahun 1959 yang menurut John, disebutkan dalam http://en.wikipedia.org/wiki/French_%26_Raven%27s_Five_bases_of_ Power), mengembangkan skema sumber kekuasaan yang digunakan untuk menganalisis bagaimana kekuasaan itu memainkan peran pada suatu hubungan tertentu. French dan Raven lalu memperkenalkan 5 model kekuasaan yakni coercive power (kekuasaan yang bersifat memaksa), reward power (kekuasaan imbalan), legitimate power (kekuasaan legitimasi), referent power (kekuasaan panutan), dan expert power (kekuasaan karena keahlian). Mari kita membahasnya satu per satu.
Hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya, ibarat garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat.
Refleksi dari kepemimpinan yang efektif, bertanggungjawab, dan terbalutnya hubungan sinergis antara pemimpin dengan yang dipimpin, adalah makna filosofis dari nasehat Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap pimpinannya, seorang Amir (kepala negara) adalah pemimpin dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya ….” (HR Bukhari & Muslim)
Genesis kekuasaan, atau dalam terminologi lain: “jenis-jenis kekuasaan (types of power)” (Robbins-1991), atau “basis-basis kekuasaan sosial (the bases of social power)” (French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari lima hal: legitimate power, coercive power, reward power, expert power, dan referent power.
a. Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahannya. 1). Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih menantang, dsb. 2). Kekuasaan balas jasa/imbalan (reward power). Kekuasaan imbalan ini muncul karena kenyataan menunjukkan bahwa umumnya orang baru mau melakukan sesuatu bila mereka tahu akan menerima imbalan dari apa yang dilakukannya itu.
Jadi, seseorang akan tanggap dan patuh pada perintah bila ia memAndang bahwa imbalan yang ditawarkan seseorang atau organisasi mungkin sekali akan diterimanya. Bentuk-bentuk imbalan yang paling populer adalah menawarkan kenaikan gaji, promosi, dan atau sekadar pujian. Namun masalahnya, bila orang tersebut memAndang imbalan yang ia terima memiliki nilai yang kurang sesuai dengan apa yang diharapkan maka akan melemahkan kekuasaan dari pihak yang berkuasa.
b. Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya. 1). Kekuasaan Paksaan (coercive power). Jenis kekuasaan ini mengandung unsur pemaksaan. Pada konteks ini, seseorang melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak ingin dilakukan. Tujuan utama dari kekuasaan tipe ini adalah untuk mendatangkan kepatuhan. Kekuasaan paksaan berkaitan dengan perilaku hukuman yang mungkin di luar ekspektasi peran normal seseorang. Sumber kekuasaan ini sering dapat menyebabkan masalah dan dalam keadaan tertentu dapat cenderung menimbulkan penyalahgunaan. Hal mana kekuasaan dari pemaksa bisa menyebabkan perilaku tidak sehat dan ketidakpuasan di tempat kerja. Pada kekuasaan paksaan, sang pemimpin cenderung menggunakan ancaman dalam gaya kepemimpinan mereka. Bawahan patuh dan taat kadang-kadang karena takut dipecat atau diturunkan pangkatnya
c. Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya.
Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan terampil mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan genesis kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Inilah yang disebut penulis dalam kalimat sebelumnya sebagai kepemimpinan yang efektif (effective leadership), dimana implementasinya adalah dengan “memanfaatkan genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat”.
Kekuasaan panutan (referent power) Kekuasaan panutan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengerahui orang lain dan membangun loyalitas berdasarkan karisma dan keterampilan interpersonal dari pemegang kekuasaan tersebut. Seseorang mungkin dikagumi karena sifat pribadi tertentu, terutama bakat kepemimpinan alamiahnya, dan kekaguman ini menciptakan kesempatan bagi pengaruh interpersonal. Dengan demikian, karisma orang tersebut merupakan dasar dari kekuasaan panutan.
Dan marilah kita saksikan bagaimana khalifah Abu Bakar Asshidiq, menggunakan legitimate power yang dimilikinya untuk memerintahkan Usamah bin Zaid meneruskan rencana memimpin pengiriman tentara ke Syria, di sisi lain menggunakan referent power untuk meminta ijin Usamah bin Zaid agar meninggalkan Umar Bin Khattab di Madinah. Dan dalam keadaan yang berbeda, beliau memakai expert power ketika menolak permintaan Fathimah (putri Rasulullah) dengan landasan hukum fiqih dan hadits shahih, berkenaan dengan masalah harta warisan setelah Rasulullah SAW wafat.
d. Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power.
Kekuasaan karena keahlian (expert power) Kekuasaan karena keahlian ini berkaitan erat dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh seseorang karena keterampilan atau keahlian khusus yang dimiliki dimana tidak semua orang memilikinya. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang ia miliki. Contoh: seorang dokter ahli kandungan dan kebidanan dapat menggunakan kekuasaannya untuk meyakinkan pasiennya untuk melakukan operasi bedah cesar karena pertimbangan keselamatan pasien. Sementara itu, menurut Mark Orbe dalam Martin dan Nakayama (2004:100), bahwa dalam setiap komunitas selalu muncul apa yang disebut dengan hierarki/tingkatan sosial.
Kelompok sosial yang berada pada posisi lebih tinggi seringkali mendominasi atau memegang kendali/kontrol atas kelompok yang lebih rendah dan kecil. Orbe kemudian menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan dapat secara sadar ataupun tidak sadar menciptakan dan memelihara suatu sistem komunikasi yang sedemikian rupa sehingga dapat memperkuat dan mempromosikan cara pAndang dan perilaku komunikasi mereka.
Adalah Umar bin Abdul Aziz yang telah berhasil menggunakan coercive powernya ketika menjabat sebagai gubernur wilayah Hejaz, untuk tidak memperbolehkan Hajjaj bin Yusuf Atssaqafi (penguasa Iraq yang dhalim) melewati kota Madinah. Meskipun secara kedudukan Hajjaj memiliki tempat istimewa di hati penguasa Daulat Bani Umaiyah. Dan dengan kekuatan referent power dan reward power yang dimilikinya, Umar bin Abdul Aziz telah berhasil menyatukan kelompok-kelompok Qeisiyah, Yamaniah, Khawarij, Syiah, Mutazilah, yang secara terus menerus bertikai pada masa itu. Juga berhasil mengumpulkan ulama-ulama yang shaleh dan terkemuka yang sebelumnya telah mengasingkan diri, menjauhkan diri dari kekuasaan karena kerusakan moral kekhalifahan Bani Umayah sebelumnya. Para ulama justru mendatangi Umar bin Abdul Aziz, duduk bersama untuk memecahkan masalah umat.
Merindukan pemimpin republik yang tidak hanya pandai menggunakan coercive power dan legitimate power dalam memimpin republik. Tapi juga dengan bijak dan cerdik menggunakan expert power, referent power, ataupun reward power dalam mempersatukan seluruh anak negeri, dan mengangkat republik dari keterpurukan.
e. Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya.3). Kekuasaan legitimasi (legitimate power) Model kekuasaan legitimasi juga disebut dengan kekuasaan karena posisi. Kekuasaan legitimiasi muncul karena seseorang memegang posisi dalam sebuah organisasi sebagai sebuah kewenangan formal yang didelegasikan kepadanya. Hal ini biasanya disertai dengan berbagai atribut kekuasaan seperti seragam, kantor, dll.
Pada konteks kekuasaan seperti ini, seseeorang yang posisinya lebih tinggi tentu memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Jika bawahan memAndang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipAndang penggunaan kekuasaan tersebut tidak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
Selanjutnya Martin dan Nakayama (2004:100), membagi dua dimensi dari kelompok berkaitan dengan kekuasaan:
Dimensi primer Yang termasuk dalam kategori dimensi primer antara lain usia, etnis, jenis kelamin, kemampuan/keberadaan fisik, ras, dan orientasi seksual dimana bersifat permanen dan alamiah.
Dimensi sekunder Termasuk dalam dimensi sekunder yakni latar belakang pendidikan, lokasi geografis, status perkawinan, dan status ekonomi. Semua hal ini bersifat tidak permanen sehingga bisa berubah dan dapat diubah.
Selanjutnya dijelaskan Martin dan Nakayama, kekuasaan bisa juga berasal dari institusi sosial dan peran atau posisi dari orang tersebut dalam suatu institusi. Pada konteks seperti ini, orang-orang yang memiliki atau mengendalikan kekuasaan lebih memiliki kuasa dalam mengendalikan komunikasi. Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut ini. Seorang dosen ketika memberikan kuliah akan memegang kendali komunikasi karena secara hierarki, ia lebih tinggi dan lebih berkuasa atas mahasiswa dan mata kuliah yang diasuhnya. Melalui kuasa yang ia miliki tersebut maka ia dapat menentukan siapa saja yang boleh berbicara, siapa yang mendapat nilai A, jenis tugas apa yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Karena itulah, Hall dan White (1993:53) menegaskan bahwa perbedaan status dan kelas sosial sangat berpengaruh terhadap kebebasan orang dalam menyampaikan ide dan pendapat. Orang-orang yang berstatus sosial lebih rendah ketika berhadapan dengan orang-orang dengan status dan kelas sosial yang lebih tinggi biasanya lebih cenderung mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendapat secara bebas dan terus terang. Sebagaimana kita tahu, pada masa lalu orang berstatus lebih rendah harus menyatakan rasa hormat kepada atasannya dalam setiap kontak/tatap muka. Hal ini juga bahkan terjadi ketika tiap orang tahu bahwa si bawahan tidak menyukai atasannya.
Namun kekuasaan itu ditegaskan lagi oleh Martin dan Nakayama, bisa juga bersifat dinamis. Contohnya, mahasiswa dapat saja meninggalkan kelas sewaktu-waktu selama kuliah berlangsung. Bahkan sementara profesor memberi kuliah, mungkin saja ada mahasiswa yang sedang keasyikan ngobrol. Walaupun pada konteks seperti ini kita bisa berkata bahwa ini adalah kelemahan profesor yang bersangkutan dalam menggunakan kuasanya untuk mengatasi kelas selama perkuliahan. Selain itu, kekuasaan juga sedikit kompleks. Demikian dinyatakan Martin dan Nakayama selanjutnya.
Kompleksitas dari kekuasaan itu khususnya dalam kaitannya dengan institusi atau struktur sosial. Ketidaksetaraan dalam hal kelas sosial, jenis kelamin, dan bahkan ras biasanya lebih sulit untuk diubah bila dibandingkan dengan kekuasaan yang terjadi karena peran-peran tertentu misalnya sebagai dosen, guru, dll. Dalam kegiatan komunikasi, kekuasaan juga mempunyai andil dalam menciptakan efektifitas komunikasi. Pembicaraan/perkataan orang yang mempunyai kuasa, seringkali lebih didengarkan oleh orang lain. Orang-orang seringkali menaruh perhatian yang besar terhadap apa yang diucapkan orang yang mempunyai kekuasaan. Contohnya: perkataan/nasehat orangtua seringkali lebih didengarkan oleh anak, daripada nasehat dari temannya. Atau contoh lain, kita seringkali meluangkan waktu untuk duduk dan mendengarkan pidato presiden, sehingga apa yang dikatakan presiden itu menjadi rujukan bagi perilaku kita. Seperti halnya komunikasi dengan budaya, maka komunikasi dan kekuasaan pun saling berhubungan. Kekuasaan bisa jadi dapat diperoleh karena kemampuan komunikasi yang baik (khususnya expert power, dan referent power). Begitupun kekuasaan menentukan perilaku komunikasi seseorang. Coba kita amati perilaku komunikasi seseorang yang mempunyai kekuasaan (misalkan pejabat pemerintahan) dengan orang yang tidak mempunyai kekuasaan (misalnya buruh pabrik), tentunya perilaku komunikasi mereka sangat berbeda, dimana seorang pejabat/atasan biasanya berbicara dengan lebih teratur dan sistematis daripada seorang buruh
Soal no. 5
Organisasi formal dibentuk secara sengaja yang mencerminkan pembagian kerja, sehingga budaya kerja akan tercipta, coba saudara jelaskan budaya dan perubahannya ke arah subjektivisme.
Jawaban :
Perubahan budaya ke arah subjektivisme akan terjadi, dalam organisasi formal pemimpin sangat mempengaruhi dalam suatu perubahan-perubahan seperti disebutkan dalam :Teori jaringan komunikasi dalam perubahan organisasi, masih terus akan berlanjut. Masalah teori jaringan komunikasi dalam perubahan organisasi yang baru akan terus berkembang, karena tuntutan/kebutuhan yang memerlukan pemecahan persoalan yang selalu baru.dalam kehidupan ini atau di dalam organisasi tersebut.
Teori jaringan komunikasi dalam perubahan organisasi, akan terus mengalami perubah,di karenakan pula dampak adanya perubahan yang terjadi di dalam organisasi tersebut. Ini karena organisasipun seringkali mengalami perubahan.
Berdasarkan dari Persepsi Komunikasi Organisasi (Goldhaber, 1990:16)
1. Komunikasi organisasi berlangsung dalam sistem terbuka yang komplek yang terpengaruhi dan mempengaruhi lingkungan (environments), baik internal (culture) dan eksternal.
2. Komunikasi organisasi melibatkan pesan dan arus pesan, tujuan, arah dan media.
3. Komunikasi organisasi melibatkan orang dan sikap, perasaan, hubungan dan keahlian mereka.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya akan menemukan teori-teori yang baru, tentu berdampak terhadap perubahan-perubahan yang terjadi seperti : pengetahuan ilmu komunikasi yang terus berkembang, teori yang terkait pun mengalami perkembangan, aplikasi dari teori tersebut tentunya juga berdampak terhadap perkembangan teknologi yang akan dipakai, kompetensi yang diperlukan dalam berkomunikasi tentu mengalami perubahan, serta pendidikan untuk kompetensi itu pun akan berubah.
Dengan demikian Struktur organisasi, dimana Organisasi kebutuhan akan mengkordinasikan dari pola interaksi para anggota yang mana organisasi secara formal, berarti dalam struktur organisasi mempunyai tiga komponen :1). Kompleksitas, 2). Formalitas dan 3) Sentralisasi. (Goldhaber, 1990:16) Desain organisasi yang mempertimbangkan konstruksi dan mengubah struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.Rancangan organisasi yang dibuat dan disepakati harus dijalankan dengan konsisten
Berkaian dengan hal tersebut diatas Tentu akan mempengaruhi Aliran Informasi oleh Studi Berelson, dkk (1944) menemukan adanya aliran informasi dua tahap.Pesan-pesan yang dikirim melalui media tertentu, terlebih dahulu diterima oleh pemuka-pemuka opini, setelah itu diteruskan kepada khalayak atau pengikut mereka.
Agapun pemeran-pemeran yang akan mempercepat terjadinya perubahan seperti : pemuka opini adalah orang-orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur pada isu-isu tertentu, dimana pentingnya peran seorang opinion leader dalam perubahan karena Mempunyai pengaruh kuat terhadap anggota ‘klik’ Sikap ‘opinion leader’ terhadap inovasi bisa positif, bisa negative, Opinion Leader (yang positif terhadap inovasi) dapat dijadikan sebagai CHANGE AGENT.
Adapun istilah dalam Jaringan Komunikasi seperti : Monomorfik: Orang-orang yang dianggap pemimpin/pemuka opini pada satu isu, Polimorfik: Orang-orang yang dianggap pemimpin opini pada sejumlah isu, Homofili: Kecenderungan orang berkomunikasi dengan orang lain yang berkarakter sama, Heterofili: Kecenderungan orang berkomunikasi dengan orang lain yang berkarakter berbeda.Dalam hubungannya dengan isu informasi kerja, Granovetter (1973) menemukan bahwa orang yang homofilus cenderung mengetahui informasi yang sama, Sebaliknya orang heterofilus lebih mampu dalam mencari informasi pekerjaan.
Dari analisis Jaringan Komunikasi yaitu unit analisis yang digunakan ialah hubungan di antara individu-individu, dimana individu yang satu dengan lainnya didalam satu organisasi memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga akan mengakibatkan perubahan perubahan yang terjadi.
Suatu perangkat hubungan yang biasa disebut personal network, yang sangat memungkin dalam jaringan komunikasi dalam organisasi memberikan perkembangan-perkembangan baru dan istilah ini menunjukkan lingkaran pergaulan langsung seseorang pada suatu topik tertentu, misalnya produk atau pemasaran hasil industri, Network seseorang dapat bervariasi tergantung pada topik yang didiskusikan, Ketika individu-individu lebih sering berinterakasi satu sama lain dari pada dengan individu-individu lain dalam suatu kelompok yang lebih besar, maka mereka telah membentuk sebuah klik.
Adapun aliran informasi dalam organisasi adalah sebagai berikut :
Dari sifat Aliran Informasi, aliran informasi dalam suatu organisasi adalah suatu proses dinamik; dalam proses inilah pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan, dan dinterpretasikan. Proses ini berlangsung terus dan berubah secara konstan – artinya komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi kemudian berhenti. Komunikasi terjadi sepanjang waktu.
Guetzkow (91965) menyatakan bahwa aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi denga tiga cara :
1. Serentak
2. Berurutan
3. Kombinasi antara serentak dan berurutan
Penyebaran pesan secara serentak, maksudnya adalah penyebaran pesan yang dilakukan secara bersama dan pesan tersebut harus tiba dibeberapa tempat yang berbeda pada saat yang sama. Penyebaran pesan tersebut memerlukan suatu rencana untuk menggunakan strategi atau tekhnik penyebaran pesan. Strategi dan tekhnik penyebaran pesan biasanya dipertimbangkan berasarkan waktu dan media apa yang digunakan agar pesan tersebut dapat cepat diterima oleh si penerima pesan,
Penyebaran pesan secara berurutan, Haney (1962) mengemukakan bahwa penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama, yang pasti terjadi dalam organisasi, meliputi perluasan bentuk penyebaran diadik. Dalam hal ini setiap individu penerima pesan pertama mula-mula menginterpretasikan pesan pesan yang diterimanya dan kemudian meneruskan hasil interpretasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian tersebut.
Pola Aliran Informasi, aliran informasi berkembang dari kontak antar pesona yang teratur dan cara-cara rutin pengiriman dan penerimaan pesan. Katz da Kahn (1966) menunjukan bahwa pola atau keadaan urusan yang teratur mensyaratka nbahwa komunikasi diantara para nggota system tersebut di batasi.
Analisis eksperimental pola-pola ku\omunikasi menyatakan bahwa pengaturan tertentu mengenai siapa berbicara kepada siapa mempunyai konsekuensi besar dalam berfungsinya organisasi. Menurutnya pola aliran informasi dibedakan menjadi :
1. Pola roda, adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menrima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota orgnaisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya.
2. Pola lingkaran, adalah pola informasi yang memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis system pengulangan pesan. Tidak seorang anggotapun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan.
Peranan Jaringan Kerja Komunikasi
Analisis jaringan telah mengungkapkan sifat-sifat khas sejumlah peranan jaringan komunikasi. Berikut adalah tujuh peranan jaringan komunikasi, antara lain :
1. Anggota klik, klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya. Prasyarat keanggotaan klik adalah bahwa individu-individu harus mampu melakukan kontak satu sama lainnya, bahkan dengan cara tidak langsung. Klik terdiri dari individu-individu yang keadaan sekelilingnya memungkinkan kontak antar individu, dan yang merasa amat puas dengan kontak-kontak tersebut. Klik-terdiri dari individu-individu yang memiliki alasan formal, yang berhubungan dengan jabatan untuk melakukan kontak sekaligus juga mempunyai alasan informal yang bersifat antar pesona.
2. Penyendiri, adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok lainnya. Beberapa anggota organisasi menjadi penyendiri bila berurusan dengan kehidupan pribadi pegawai-pegawai lainnya tetapi jelas merupakan anggota klik bila pesan-pesan berkenaan dengan perubahan dalam kebijakan dan prosedur organisasi.
3. Jembatan, adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain. Sebuah jembatan berlaku sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai.
4. Penghubung, adalah orang yang mengaitkan atau menghubungkan dua klik atau lebih tetapi ia bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut.Penghubung mengkaitkan satuan-satuan organisasi bersama-sama dan menggambarkan orang-orang yang berlaku sebagai penyaring informasi.
5. Penjaga gawang, adalah orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar apat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui system tersebut.
6. Pemimpin pendapat, adalah orang tanpa jabatan formal dalam semua system social, yang membimbing pendapat dan mempengaruhi orang-orang dalam keputusan mereka. Mereka merupakan orang-orang yang mengikuti persoalan dan dipercaya orang-orang lainya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
7. Kosmopolit, adalah individu yang melakukan kontak dengan dunia luar, dengan individu-individu diluar organisasi. Kosmopolit menghubungkan para anggota organisasi dengan orang-orang dan peristiwa-peristiwa diluar batas-batas struktur organisasi.
Arah Aliran Informasi
Komunikasi kebawah, komunikasi kebawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Adapun jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, antara lain :
1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan
2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi
4. Informasi mengenai kinerja pegawai
5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas
Informasi yang disampaikan dari seorang atasan kepada bawahan tidaklah begitu saja disampaikan, utamanya mereka harus melewati pemilihan metode dan media informasi. Ada enam kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada para pegawai, antara lain :1)Ketersediaan, 2). Biaya, 3).Pengaruh, 4). Relevansi, 5). Respons dan 6). Keahlian
Adapun metode yang sering digunakan para atasan untuk menyampaikan informasi kepada bawahannya antara lain :1) Tulisan saja, 2) Lisan saja, 3). Tulisan diikuti lisan, dan 4) Lisan diikuti tulisan
Komunikasi ke Atas, komunikasi keatas dalam sebuah orgaisasi berarti bahwa informasi menngalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Beberapa alasan pentingnya arus komunikasi keatas didasarkan pada :
1. Aliran informasi keatas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.
2. Komunikasi keatas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima apa yang dikatakan kepada mereka.
3. Komunikasi keatas memungkinkan –bahkan mendorong-omelan dan keluh kesah muncul kepermukaan dehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.
4. Komunikasi keatas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi kebawah.
5. Komunikasi keatas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.
6. Komunikasi keatas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.
Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi keatas menyatakan bahwa penyelia dan manejer harus menerima informasi berupa ; informasi yang memberitahukan apa yang dilakukan bawahan, menjelaskan persoalan-persoalan kerja, memberi saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka, dan mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi.
Komunikasi keatas dapat menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manejer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) memberikan alasan mengapa komunikasi keatas terlihat amat sulit :
1. Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka.
2. Perasaan bahwa penyelia dan manejer tidak tertarik kepada masalah pegawai.
3. Kurangnya penghargaan bagi komunikasi keatas yang dilkaukan pegawai.
4. Peraaan bahwa penyelia dan manejer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
Prinsip-prinsip saluran keatas
Planty dan machaver (1952) mengemukakan tujuh prinsip sebagai pedoman program komunikasi keatas. Prinsip-prinsip tersebut antara lain ;
1. Program komunikasi keatas yang efektif harus direncanakan.
2. Program komunikasi keatas yang efektif berlangsung secara berkesinambungan.
3. Program komunikasi keatas yang efektif menggunakan saluran rutin
4. Program komunikasi keatas yang efektif menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah.
5. Program komunikasi keatas yang efektif mencakup mendenngarkan secara objektif
6. progaranm komunikasi keatas yang efektif mencakup tindakan untuk menanggapi masalah
7. Progran komunikasi keatas yang efektif menggunakan berbagai media dan metode untuk meningkatkan aliran informasi.
Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi diantara rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempuyai atasan yang sama.
Tujuan dari komunikasi horizontal adalah :
1. Untuk mengkordinasikan penugasan kerja
2. Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan
3. Untuk memecahkan masalah
4. Untuk memperoleh pemahaman bersama
5. Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan
6. Untuk menumbuhkan dukungan antar pesona
Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakkup semua jenis kontak antar pesona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo dan catatan, kegiatan social dan lingkaran kualitas.
Komunikasi Lintas Saluran
Merupakan penyampaian informasi rekan sejawat yang melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi bukan atasan ataupun bawahan mereka. Mereka tidak melewati otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka. Namun mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi; mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal.
Komunikasi Informal, Pribadi, atau Selingan
Informasi informal / personal ini muncul dari interaksi diantara orang-orang, informasi ini tampaknya mengalir dengan arah yang tidak dapat diduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan. Informasi yang mengalir sepanjang jaringan kerja selentingan terlihat berubah-ubah dan tersembunyi. Dalam istilah komunikasi selintingan digambarkan sebagai metode penyampaian laporan rahasia tentang orang-orang dan peristiwa yang tidak mengalir melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui selentingan lebih memperhatikan apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan.
Hubungan
Goldbaher mendefinisikan organisasi sebagai sebuah jaringan hubungan yang saling bergantung, ini berarti bahwa hal-hal tersebut saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi satu sama lainnya. Pola dan sifat hubungan dalam organisasi dapat ditentukan oleh jabatan dan peranan yang ditetapkan bagi jabatan tersebut. Namun individu-individu bertindak diluar struktur peranan, sehingga menciptakan jalinan komunikasi dan struktur. Hubungan-hubungan dalam organisasi berbeda ditinjau dari sifat antarpesona hubungan tersebut.
Hubungan Antar Pesona
Hubungan paling intim yang kita miliki dengan orang-orang lain dalam tingkat pribadi, antar teman, sesame sebaya, biasanya disebut hubungan antar pesona. Suatu anailisis khusus tentang hubungan antar pesona menyatakan bahwa kita akan berhasil bila kita melakukan hal-hal berikut ini :
1. Menjaga kontak pribadi yang akrab tanpa menumbuhkan perasaan bermusuhan
2. Menetapkan dan menegaskan identitas kita dalam hubungan dengan orang lain tanpa membesar-besarkan ketidaksepakatan.
3. Menyampaikan informasi kepada oranglain tanpa menimbulkan kebingunngan, kesalahpahaman, penyimpangan, atau perubahan lainnya yang disengaja
4. Terlibat dalam pemecahan masalah yang terbuka tanpa menimbulkan sikap mbertahan atau menghentikan proses
5. Membantu orang-orang lainnya untuk mengembangkan gaya hubungan persona dan antar pesona yang efektif
6. Ikut serta dalam interaksi social informal tanpa terlibat dalam muslihat atau gurauan atau hal-hal lainnya yang menggangu komunikasi yang menyenangkan
Hubungan antar pesona cenderung menjadi lebih baik bila kedua belah pihak melakukan hal-hal berikut :
1. Menyampaikan perasaan secara langsung dan dengan cara yang hangat dan ekspresif
2. Menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri
3. Menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lainnya dengan memberikan respons-respons yang relevan dan penuh pengertian
4. Bersikap tulus kepada satu sama lain dengan menunjukan sikap menerima secara verbal maupun non verbal
5. Selalu menyampaikan pandangan positif tanpa syarat terhadap satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi dan ramah
6. Berterus-terang mengapa menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk sepakat satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi, cermat, jujur, dan membangun.
Hubungan posisional
Hubungan posisional ditentukan oleh struktur dan tugas-tugas fungsional anggota organisasi. Menurut Koontz dan O’Donnel (1968) lusinan kesalahan umum yang merintangi kinerja efektif dan efisien individu dalam organisasi adalah ;
1. Kegagalan untuk merencanakan secara benar, sebagian dari kegagalan untuk merencanakan dengan benar lebih banyak terletak pada pengaturan disekitar orang-orang dari pada pengaturan jabatan.
2. Kegagalan untuk menjernihkan hubungan, kegagalan untuk menjernihkan hubungan organisasi menimbulkan kecemburuan, percekcokan, ketidakamanan, ketidakefisienan,dan pelepasan tanggung jawab lebih banyak dari kesalahan lainnya dalam pengorganisasian
Hubungan Atasan – Bawahan
Konsep hubungan atasan-bawahan bersandar kuat pada perbedaan dalam otoritas, yang diterjemahkan menjadi perbedaan dalam status, hak, dan pengawasan. Sintesa Jablin tentang komunikasi atasan bawahan memperkenalkan sembilan kategori masalah :1). Pola interaksi, 2). Keterbukaan, 3). Distorsi ke atas, 4). Pengaruh ke atas, 5). Jarak informasi semantic, 6). Atasan efektif versus atasan tidak efektif, 7). Sifat-sifat pribadi, 8). Umpan balik, 9).Pengaruh variable-variabel organisasi sistemik pada kualitas komunikasi atasan bawahan
Hubungan Berurutan
Informasi disampaikan ke seluruh organisasi formal oleh suatu proses; dalam proses ini orang dipuncak hierarki mengirimkan pesan ; kepada orang kedua yang kemudian mengirimkannya lagi kepada orang ketiga. Reproduksi pesan orang pertama menjadi pesan orang kedua, dan reproduksi pesan orang kedua menjadi pesan orang ketiga. Tokoh kunci dalam system ini adalah pengulang pesan (relayor).
Fungsi pengulang pesan
Seorang pengulang pesan menerima pesan dan membawanya sepanjang sebagian perjalanan pesan itu kearah beberapa titik akhir dengan cara yang amat mirip dengan kuda-kuda segar pengganti yang mengankut penunggangnya sepanjan rute, dan orang yang membawa tongkat dalam lomba lari estafet.
A.G. Smith (1973) memperkenalkan empat fungsi dasaryang dilkaukan seorang pengulang pesn, yaitu :1). Menghubungkan, 2). Menyimpan, 3). Merentangkan dan 4). Mengendalikan
Para pengulang pesan adalah orang-orang perantara – penengah antara pengirim dan penerima. Mereka menghubungkan unit-unit system dengan menyelaraskan unit-unit tersebut satu sama lainnya. Adakalanya pengulang pesan mengubah pesan yang dibawanya untuk tujuan menghasilkan keharmonisan antara unit-unit dalam system tersebut, namun mengubah pesan bertentangan dengan etika memelihara dan melestarikan system. Meskipun demikian, dengan mengatur penyampaian, penyimpanan, dan penafsiran pesan, seorang pengulang pesan melakukan pengendalian atas system komunikasi.
Ada 4 fungsi utama dalam manajemen menurut Goerge R. Terry:
1.Perencanaan (Planning),
2. Pengorganisasian (Organizing),
3. Pengarahan (Actuating/Directing),
4. Pengawasan (Controlling)
Fungsi Perencanaan, dalam fungsi ini adalah merupakan proses merencanakan perubahan yang menyangkut segala upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan perubahan organisasi. Kegiatan dalam Fungsi Perencanaan : – Menetapkan perubahan tujuan dan target bisnis – Merumuskan perubahan strategi untuk mencapai tujuan dan perubahan target bisnis tersebut – Menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan – Menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian atas perubahan tujuan dan target bisnis, maka di rencanakan apa saja yang akan berubah, baik dalam struktur organisasi ataupun cara mengelola perusahaan yang lebih efektif dan efisien agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya.
Fungsi Pengorganisasian proses yang menyangkut bagaimana perubahan strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perubahan perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, perubahan sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan perubahan organisasi Kegiatan dalam Fungsi Pengorganisasian : – Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan – Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggungjawab – Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja – Kegiatan perubahan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat
Fungsi Pengarahan dan Implementasi prosesperubahan implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses perubahan dalam memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi : – Mengimplementasikan perubahan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam perubahan pencapaian tujuan – Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan – Menjelaskan perubahan kebijakan yang ditetapkan.
Fungsi Pengawasan dan Pengendalian proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. Perubahan Kegiatan dalam Fungsi Pengawasan dan Pengendalian : – Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan perubahan indikator yang telah ditetapkan – Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan – Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis Fungsi Operasional dalam Manajemen Pada pelaksanaannya, fungsi-fungsi manajemen yang dijalankan menurut tahapan tertentu akan sangat berbeda jika didasarkan pada fungsi operasionalnya. secara operasional, fungsi planning untuk sumber daya manusia akan berbeda dengan fungsi planning untuk sumber daya fisik/alam, dan sebagainya. Dan untuk evaluasi dalam perubahan lebih lanjut.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Organisasi dan komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses: penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan (retention) Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”
Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).
Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan.
Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.
Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.
Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi. Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat, sehingga jelas terjadi budaya dan perubahannya ke arah subjektivisme
Soal no 6
Jelaskan 7 hambatan terhadap komunikasi yang efektif
Jawaban
Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
Soal no 7
Jelaskan metode komunikasi yang paling populer digunakan dalam organisasi antara lain
7.1 interaksi lisan
7.2 komunikasi tertulis
7.3 media elektronika
Jawaban:
7.1 interaksi lisan
Interaksi adalah sebuah bentuk komunikasi. Macam-macam komunikasi sebagai bentuk interaksi manusia terdiri dari intrapersonal, interpersonal, kelompok kecil (small group), publik komunikasi, mass komunikasi (adler, 2006, p.6-8) Interaksi merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara untuk mempermudah terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek komunikasi, dimana Interaksi lisan ini merupakan sesuatu yang disampaikan dapat berupa pesan, berita, dan lainnya yang kemudian dapat menggambarkan mempermudah suatu proses komunikasi dan dalam berkomunikasi inipun .
Interaksi lisan baik secara formal maupun tidak, inipun dapat dilakukan yang mana dalam prosesnya dapat langsung ataupun tidak langsung. Komunikasi tersebut terjadi secara tidak langsung karena dibatasi oleh jarak, misalnya komunikasi lewat telepon clan sebagainya.Komunikasi Lisan adalah komunikasi yang terjadi secara langsung dan tidak dibatasi oleh jarak, dimana dua belah pihak dapat bertatap muka, Misalnya dialog dua orang, wawancara maupun rapat dan sebagainya. seperti: Pidato, Ceramah,.Memberi prasaran, Wawancara, .Memberi perintah atau tugas dan lain-lainnya.
Dengan demikian jelas bahwa inisiatif komunikator menjadi faktor penentu, demikian pula kemafipuan komunikator tersebutlah yang memegang peranan keberhasilan proses komunikasinya.
7.2 komunikasi tertulis
komunikasi Tertulis, bentuknya beragam, misalnya Mading (Majalah Dinding), dan Buletin yang berisi berita-berita sukses pencapaian target penjualan – informasi produk baru – curah pendapat/pengetahuan karyawan – sampai dengan interaksi tanya jawab dengan Manajer HR atas issue kepersonaliaan internal. Di sini, lagi-lagi terbuka peluang bagi atasan terutama Manajer HR upaya saling mempertajam kemampuan komunikatif. Penulis beruntung berkesempatan mempraktekkannya di tempat yang telah mengenal LAN, maka e-discussion, adalah media interaktif yang real-time dan menantang.Komunikasi Tertulis adalah komunikasi yang dilaksanakan dalam bentuk surat dan dipergunakan untuk menyampaikan berita yang sifatnya singkat, jelas tetapi dipandang perlu untuk ditulis dengan maksud-maksud tertentu. Contoh- contoh komunikasi tertulis ini antara lain:
1. .naskah, yang biasanya dipergunakan untuk menyampaikan berita yang bersifat komplek
2. blangko-blangko, yang dipergunakan untuk mengirimkan berita dalam suatu daftar.
3. gambar clan foto, karena tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat panduk, yang biasa dipergunakan untuk menyampaikan informasi kepada banyak orang.
Dalam berkomunikasi secara tertulis, sebaiknya dipertimbangkan maksud dan tujuan komunikasi itu dilaksanakan. Disamping itu perlu juga resiko dari komunikasi tertulis tersebut, misalnya aman, mudah dimengerti dan menimbulkan pengertian yang berbeda dari yang dimaksud.
Menurut Anwar Arifin (1988), komunikasi merupakan suatu konsep yang multi-makna. Dengan demikian pengertian komunikasi dapat dibedakan menjadi sepuluh macam, antara lain:
1.Komunikasi menurut cara penyampaian
2.Komunikasi menurut kelangsungannya
3.Komunikasi menurut perilaku
4.Komunikasi menurut maksud komunikasi
5.Komunikasi menurut ruang lingkup
6.Komunikasi menurut aliran informasi
7.Komunikasi menurut jaringan kerja
8.Komunikasi menurut peranan individu
9.Komunikasi menurut hjumla yang berkomunikasi
10.Komunikasi menurut fungsi komunikasi. .
Komunikasi tertulis dapat pula digunakan untuk Survey Pendapat Karyawan, media tertulis dan verbal 2 arah yang memiliki daya jangkauan paling luas dan obyektif, apalagi dilakukan anonim. Pengalaman penulis setelah melakukannya beberapa kali di beberapa jenis perusahaan, menghasilkan banyak temuan tak terduga yang dapat membantu menyusun banyak program HR yang kontributif terhadap pencapaian tujuan bisnis perusahaan tersebut
7.3 media elektronika
suatu cara yang disampaikan dengan menggunakan media elektronik sebagai perantaranya apapun maksud dan tujuannya komunikasi ini tentunya akan lebih luas jangkauanya. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi adalah sebuah bentuk komunikasi. Macam-macam komunikasi sebagai bentuk interaksi manusia terdiri dari intrapersonal, interpersonal, kelompok kecil (small group), publik komunikasi, mass komunikasi (adler, 2006, p.6-8). Pembagian ini merupakan berdasarkan jumlah orang yang berkomunikasi, dimana tentunya mass komunikasi merupakan jumlah terbesar orang dimana memerlukan media yang harus memediasi komunikasi diantara mereka. Media yang mereka gunakan biasanya disebut mass media seperti koran, majalah, televisi, radio dan sebagainya.
Mass media berasal dari dua kata yaitu “mass” dan “media”. Mass mengacu pada penerimaan media secara besar-besaran (massive) seperti televisi, film dan sebagainya (Laughey, 2007, p. 1). Media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang pada dasarnya adalah sarana teknis atau fisik untuk merubah pesan menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan melalui saluran tersebut (Fiske, 1990, p.29). Sehingga mass media adalah no interaction among those co-present can take place between sender and receivers (tidak adanya interaksi diantara kehadiran media-media tersebut yang dapat mengambil tempat antara pengirim dan penerima) (Luhmann, 2000, p.2). Media bisa dibagi-bagi menjadi tiga kategori dasar (Danesi, 2002, p. 8) yaitu medium alami, medium buatan dan medium mekanis. Medium alami yaitu yang memancarkan gagasan dengan cara berbasis biologis (suara, ekpresi wajah, gerakan tangan, dan sebagainya). Medium buatan yaitu bagaimana gagasan direpresentasikan dan dikirimkan menggunakan satu artefak tertentu (buku, lukisan, patung, surat dan sebagainya). Medium mekanis, bagaimana gagasan dikirimkan menggunakan peralatan mekanis temuan manusia seperti telepon, radio, pesawat televisi, komputer, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi adalah sebuah bentuk komunikasi. Macam-macam komunikasi sebagai bentuk interaksi manusia terdiri dari intrapersonal, interpersonal, kelompok kecil (small group), publik komunikasi, mass komunikasi (adler, 2006, p.6-8). Pembagian ini merupakan berdasarkan jumlah orang yang berkomunikasi, dimana tentunya mass komunikasi merupakan jumlah terbesar orang dimana memerlukan media yang harus memediasi komunikasi diantara mereka. Media yang mereka gunakan biasanya disebut mass media seperti koran, majalah, televisi, radio dan sebagainya.
Mass media berasal dari dua kata yaitu “mass” dan “media”. Mass mengacu pada penerimaan media secara besar-besaran (massive) seperti televisi, film dan sebagainya (Laughey, 2007, p. 1). Media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang pada dasarnya adalah sarana teknis atau fisik untuk merubah pesan menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan melalui saluran tersebut (Fiske, 1990, p.29). Sehingga mass media adalah no interaction among those co-present can take place between sender and receivers (tidak adanya interaksi diantara kehadiran media-media tersebut yang dapat mengambil tempat antara pengirim dan penerima) (Luhmann, 2000, p.2). Media bisa dibagi-bagi menjadi tiga kategori dasar (Danesi, 2002, p. 8) yaitu medium alami, medium buatan dan medium mekanis. Medium alami yaitu yang memancarkan gagasan dengan cara berbasis biologis (suara, ekpresi wajah, gerakan tangan, dan sebagainya). Medium buatan yaitu bagaimana gagasan direpresentasikan dan dikirimkan menggunakan satu artefak tertentu (buku, lukisan, patung, surat dan sebagainya). Medium mekanis, bagaimana gagasan dikirimkan menggunakan peralatan mekanis temuan manusia seperti telepon, radio, pesawat televisi, komputer, dan sebagainya.
I. Sejarah Perkembangan Media
Sebelum munculnya mass media yang ada sekarang manusia menurut sejarahnya menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi. Bahasa lisan berbentuk tutur yang bersifat mitologis. Mitos-mitos lisan yang pertama adalah “teori tentang dunia” yang dikenal sebagai kosmogonik, kisah-kisah ini memiliki fungsi dalam menjelaskan bagaimana dunia terbentuk dan peran apa yang diberikan kepada manusia dalam tatanan kosmologis yang ada (Danesi, 2002, p.67).
Bahasa tulis muncul pada awalnya dipakai untuk merepresentasikan kisah-kisah karakter, dan simbol mitis. Piktograf sebagai awal munculnya bahasa tulis ditemukan datang dari zaman neolitik di Asia Barat. Mereka adalah bentuk-bentuk dasar pada benda-benda tanah liat yang mungkin dipakai untuk membuat cetakan pembuat citra (Schmandt-Besserat, 1978). Pemakaian yang teratur untuk pelbagai fungsi praktik sosial adalah yang dipakai di dalam sistem Sumeria sekitar tahun 3500 SM. Ini adalah sistem yang sangat luwes karena didalamnya terdapat tanda-tanda gambar yang dipakai untuk suatu pengertian abstrak seperti “tidur” direpresentasikan dengan gambar seseorang yang sedang telentang. Piktograf yang dipakai untuk merepresentasikan abstraksi kemudian akan lebih tepat disebut sebagai ideograf. Ideograf Sumeria disebut sebagai “cuneiform” yang artinya “berbentuk baji”. Kemudian Mesir sekitar tahun 3000 SM menggunakan sistem piktograf yang dikenal dengan nama “Hieroglif” yang dipakai untuk pelbagai fungsi-fungsi sosial, untuk mencatat nama-nama serta gelar para tokoh dan dewa. Tata penulisan Hieroglif pada tahun 2700 SM diganti menjadi bentuk yang dikenal “hieratik” ini dilakukan dengan menuliskan pena jerami tumpul dan tinta pada sebuah papyrus (awal dari penemuan bahan kertas), bukan pada kepingan tanah liat atau pada dinding.
Ketika piktografik menjadi semakin dipakai luas didalam peradaban kuno, lambat laun ia menjadi sistem yang semakin canggih, dengan cirri-ciri gambar yang semakin “padat”, sehingga bisa digunakan dengan lebih efisien. Dari perkembangan ini, terkristalisasilah sistem alphabet sejati. Alphabet adalah sistem simbol abstrak yang disebut huruf atau karakter, yang tidak mewakili seluruh konsep, melainkan bunyi-bunyi yang menyusun kata-kata. Alphabet ini merupakan capaian yang luar biasa. Ia memungkinkan dilakukannya perekaman secara efisiensi, pengabadian, dan penghantaran pengetahuan dalam bentuk buku. Seperti diungkapkan McLuhan (1964), kemelekhurufan buku merupakan sumber dari istilah obyektifitas. Tidak seperti nenek moyangnya yang melakukan komunikasi secara lisan, masyarakat-masyarakat yang sudah melek huruf cenderung memahami pengetahuan dan gagasan sebagai sesuatu yang terpisah dari yang memberikannya, dan dari sini mereka melihat bahwa sistem pengetahuan adalah kumpulan data obyektif yang mandiri.
Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada abad ke 15 ketika munculnya teknologi kertas dan mesin cetak Johann Gutenberg dimana sejak itu buku bisa dibuat dengan cepat dan semakin murah. Melalui buku-buku dan artefak cetak lainnya (surat kabar, pamphlet, dan sebagainya) setelah abad ke 15 kata-kata yang tertulis menjadi cara yang utama dalam menyimpan dan meneruskan pengetahuan dan gagasan.
Sejarah media terus berlanjut sampai pada akhirnya ditemukannya fonografi pada tahun 1877 oleh Thomas Edison (1847-1931). Ini merupakan penemuan besar dalam teknologi media audio. Kemudian hasil penemuan Thomas Edison diperbaiki oleh Emile Berliner (1851-1929) yang menghasilkan piringan hitam atau gramofon yang tidak lama kemudian dipakai untuk merekam musik. Sekitar tahun 1920, teknologi mekanis Berliner ini mulai digantikan oleh perekaman dan reproduksi elektronik, dengan getaran jarum fonografi diperkuat menggunakan peralatan elektromagnetik. Pada tahun 1895, seorang insinyur Amerika bernama Guglielmo Marconi (1847-1937) berhasil memancarkan sinyal-sinyal elektronik ke peralatan penerima yang tidak terhubung langsung menggunakan kabel dengan pemancarnya, dan menunjukkan bahwa sebuah sinyal bisa dikirimkan melalui udara sehingga setiap peralatan penerima yang terletak dimana saja bisa menerima sinyal tersebut. Ia menamakan penemuannya sebagai radiotelegraf (kemudian disingkat dengan radio), karena sinyal yang dipancarkannya bergerak ke segala arah, yaitu secara radial, dari titik pemancarnya. Inilah awal radio diperkenalkan, secara teknologis, kepada dunia. Perkembangan selanjutnya adalah munculnya media baru yang menggabungkan antara teknologi dan seni gambar bergerak yang bernama film. Perkembangan ini diawali oleh seorang fotografer Inggris Eadweard Muybridge pada tahun 1877. Muybridge mengambil serangkaian gambar foto kuda berlari, mengatur sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dan membuka masing-masing kamera shutter. Prosedur Muybridge mempengaruhi para penemu dipelbagai Negara dalam mengembangkan peralatan perekam citra bergerak. Salah satunya adalah Thomas Edison (1847-1931) yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888 ketika ia membuat film sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Segera sesudah itu, pada tahun 1895, Auguste Marie Louis Nicolas Lumiere (1862-1954) dan saudara laki-lakinya Louis Jean Lumiere (1864-1948) memberikan pertunjukan film sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris.
Televisi, sebagai salah satu bentuk dari mass media, ditemukan pertama kali oleh Paul Nipkow berupa piringan pemindai. Peralatan Nipkow ini dipakai dari tahun 1923 sampai 1925 didalam stasiun televisi percobaan. Tahun 1926, ilmuwan Skotlandia bernama John Logie Baird menyempurnakan metode pemindaian, dan pada tahun 1931 insinyur kelahiran Rusia bernama Vladimir Zworykin membangun system pemindai elektronik yang menjadi prototype kamera televisi modern. Ernst F.W. Alexanderson, Penemu Amerika Serikat, Memamerkan pesawat penerima televisi Schenectady, New York, pada tahun 1928. Citra yang dipancarkan peralatannya kecil, buruk, dan tidak stabil, tetapi meskipun demikian para pebisnis cerdik yang ikut dalam pameran itu melihatnya sebagai sesuatu yang memiliki potensi komersial besar.
Adapun Dampak Perkembangan Media Terhadap Desain Dari uraian singkat tentang sejarah perkembangan media, maka dapat dilihat adanya perkembangan dari desain. Pada awal media berbentuk verbal dimana komunikasi yang digunakan adalah face-to-face, desain tidak memiliki pengaruh apa-apa. Tetapi kemudian ketika teknologi media mulai mengubah wajah media secara signifikan, maka desainpun ikut berubah.
Seperti telah disebutkan diawal bahwa ketika Johann Gutenberg menemukan mesin cetak, maka desain sebagai produk telah memasuki alam pikiran manusia, dimana adanya pemikiran untuk memproduksi massal representasi-representasi dari kisah-kisah dan simbol mistis mulai berkembang. Ditambah munculnya media-media cetak lain seperti surat kabar memberikan pengaruh yang kuat pada perkembangan alam pikir manusia dimana berkembang metabudaya yang didasarkan atas kemelekhurufan, ketika gagasan mulai berkembang jauh dan meluas, melintasi batas-batas politik melalui media cetak. Desain sebagai praktis, dimana terjadi perkembangan yang cukup pesat terutama dalam bidang tipografi.
Tipografi yang pada awalnya berupa bentuk hieroglif berupa gambar-gambar sebagai bentuk representasi bahasa verbal yang digunakan menjadi bentuk alphabet yang kita gunakan sekarang.
Ini adalah suatu loncatan pengetahuan. Bisa dibayangkan jikalau alphabet tidak ditemukan maka sangatlah sulit bagi kita untuk bisa membaca dan menulis seperti sekarang.
Penemuan media audio juga memberikan pengaruh pada produk desain dimana produk desain yang dihasilkan adalah mereproduksi suara manusia. Ini sangat berbeda secara prinsip dengan penemuan-penemuan sebelumnya dimana produk desain mereproduksi tulisan bertambah menjadi mereproduksi suara manusia. Desain sebagai praktispun berubah yaitu dari bentuk kata tertulis menjadi kata yang terekam. Produk desainpun terus berkembang dengan ditemukannya film dimana mulai dikenalkannya produk visual kepada masyarakat.
Film sebagai revolusi besar dari produk visual sebelumnya yang hanya berupa gambar yang tidak bergerak (fotografi). Desain secara praktispun berubah dimana sebelumnya fotografi menjadi medium untuk mengingat orang, kejadian, dan benda-benda berubah menjadi adanya petanda dan penanda dalam film. Pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Sedangkan pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis.
Televisi, sebagai sebuah media yang unik dimana media ini dianggap ikut memapankan budaya yang materialistik dan dangkal. Menurut Key (1989, p.13), tidak diragukan lagi bahwa televisi telah memberikan dampak pada perilaku manusia, tetapi begitu juga bentuk representasi lainnya (dari naskah religious yang tertulis pada keeping-keping tanah liat sampai ke novel sampul tipis (paperback). Pada kenyataannya, teks televisi nyaris tidak bersifat inovatif atau memberikan ilham, seperti yang dilakukan teks religious misalnya. Televisi hanya membuat acara-acara yang memperkuat kecenderungan gaya hidup yang sudah cukup mapan. Para pemilik stasiun televisi lebih banyak menerapkan dan mendaur ulang kecenderungan seperti itu daripada menyebarkan inovasi mereka sendiri yang berisiko secara komersial. Dari sini bisa dilihat desain selain menghasilkan artefak, tetapi juga memberikan sebuah gaya hidup bagi masyarakat pemilik artefak. Desain mulai memberikan nilai lain yang lebih dalam dalam kehidupan manusia. Tidak hanya memberikan nilai pada visual pengamat, tetapi juga memberikan nilai yang lain yaitu pencitraan. Ini adalah sebuah inovasi tersendiri dalam hubungan antara desain dan media.
Loncatan yang cukup tajam dari desain adalah dengan ditemukannya komputer. Komputer dengan perangkat keras dan lunaknya, secara radikal mulai mengubah system dan cara berlangsungnya komunikasi massa yang berarti membentuk tatanan signifikasi budaya di hampir seluruh penjuru dunia. Sebuah komputer pribadi masa kini mampu menyimpan data yang setara dengan ribuan buku. Hampir setiap teks yang kita anggap bermakna atau berfungsi sudah dipindahkan ke system memori komputer. Teknologi cetak membuka kesempatan ditemukannya peradaban yang mendunia. Teknologi komputer membawa kemungkinan ini semakin dekat untuk direalisasikan. Ditambah lagi dengan adanya media internet yang membuka cakrawala berpikir pada pengamat. Informasi diseluruh dunia bisa digali dari sebuah layar mini. Sebuah bentuk komunikasi massa yang sangat spektakuler dengan nilai-nilai yang sangat informatif. Interaksi antar manusia pun semakin luas dan canggih. Terjadi perubahan yang relasi antara manusia dengan media dimana pembentukan budaya yang heterogen bisa menjadi homogen. Tidak hanya pencitraan tetapi sudah mengarah ke gengsi dan hiper-realitas dalam melakukan interaksi. Inilah yang dianggap merupakan puncak relasi antara manusia dengan media.
Dengan demikian dapat disimpulkan Kesimpulan dari Sejarah perkembangan media memberikan dampak yang cukup luas terhadap relasi antara media dan desain. Dari sebelumnya dimana komunikasi hanya dilakukan oleh dua orang saja dengan bentuk komunikasi face-to-face, yang kemudian komunikasi berkembang menjadi komunikasi massa akibat inovasi dari desain. Kesemuanya merupakan dampak dari perkembangan media yang merupakan mempengaruhi produk dari desain.
Soal 8.
Komunikasi mengandung arti suatu proses transaksional, sehingga membentuk suatu makna serta mengembangkan harapan-harapan. Coba saudara jelaskan :
1.1 mempertukarkan simbol
1.2 membentuk makna tertentu
Jawaban:
8.1 mempertukarkan simbol
Gagasan Teori Interaksionisme SimbolikIstilah paham interaksi menjadi sebuah label untuk sebuah pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia. Banyak ilmuwan yang telah menggunakan pendekatan tersebut dan memberikan kontribusi intelektualnya, di antaranya George Herbert Mead, John Dewey, W.I Thomas, Robert E.Park, William James, Charles Horton Cooley, Florian Znaniceki, James Mark Baldwin, Robert Redfield dan Louis Wirth. Teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan dunia luarnya. Di sini Cooley menyebutnya sebagai looking glass self.
Dengan mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Ada tiga premis utama dalam teori interaksionisme simbolis ini, yakni manusia bertindak berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain; makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung.Menurut KJ Veeger yang mengutip pendapat Herbert Blumer, teori interaksionisme simbolik memiliki beberapa gagasan. Di antaranya adalah mengenai Konsep Diri.
Di sini dikatakan bahwa manusia bukanlah satu-satunya yang bergerak di bawah pengaruh perangsang entah dari luar atau dalam melainkan dari organisme yang sadar akan dirinya (an organism having self). Kemudian gagasan Konsep Perbuatan di mana perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Dan perbuatan ini sama sekali berlainan dengan perbuatan-perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Kemudian Konsep Obyek di mana manusia diniscayakan hidup di tengah-tengah obyek yang ada, yakni manusia-manusia lainnya.
Selanjutnya Konsep Interaksi Sosial di mana di sini proses pengambilan peran sangatlah penting. Yang terakhir adalah Konsep Joint Action di mana di sini aksi kolektif yang lahir atas perbuatan-perbuatan masing-masing individu yang disesuaikan satu sama lain.Menurut Soeprapto (2001), hanya sedikit ahli yang menilai bahwa ada yang salah dalam dasar pemikiran yang pertama. “Arti” (mean) dianggap sudah semestinya begitu, sehingga tersisih dan dianggap tidak penting. “Arti” dianggap sebagai sebuah interaksi netral antara faktor-faktor yang bertanggungjawab pada tingkah laku manusia, sedangkan ‘tingkah laku’ adalah hasil dari beberapa faktor. Kita bisa melihatnya dalam ilmu psikologi sosial saat ini. Posisi teori interaksionisme simbolis adalah sebaliknya, bahwa arti yang dimiliki benda-benda untuk manusia adalah berpusat dalam kebenaran manusia itu sendiri.
Dari sini kita bisa membedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya, yakni secara jelas melihat arti dasar pemikiran kedua yang mengacu pada sumber dari arti tersebut.Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk seseorang tumbuh dari cara-cara di mana orang lain bersikap terhadap orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang “arti” sebagai produk sosial; Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktifitas yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.
8.2 membentuk makna tertentu
Dalam perkembangannya teori komunikasi antar budaya telah menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya menyebutkan : Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970); Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974); Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974); Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi adalah merupakan ciri studi komunikasi antar budaya maka perlu memperhatikan dimensi-dimensi seperti :1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan; 2) Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya; 3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan komunikasi antar budaya (baik yang verbal maupun non-verbal).
Dimensi pertama menunjukan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut:
a) Kawasan di dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat.
b) Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara.
c) Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
d) Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro
e) Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara)
Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi, dsb. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi (misalnya menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual misalnya; komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan interaksi dalam peran sebagai dua orang mahasiswa. Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus.
Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi. Dimensi ini menunjukan tentang saluran apa yang dipergunakan dalam komunikasi antar budaya. Secara garis besar saluran dapat dibagi atas: Antarpribadi dan Media massa
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari komunikasi antar budaya. Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan kepala sendiri. Umumnya pengalaman antarpribadi dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam.
Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengklasifikasi fenomena komunikasi antar budaya. Misalnya kita dapat mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya berbeda.
Adapun hubungan timbalbaliknya adalah unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’. Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta adanya saling ketergantungan antar keduanya. Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari bahwa:1) Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu; 2) Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:1) Kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama. 2) Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.
Untuk memahami hubungan komunikasi dengan kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.
Unsur-unsur Kebudayaan Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses komunikasi antar budaya unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah: 1) Sistem keyakinan, nilai dan sikap. 2) Pandangan hidup tentang dunia. 3) Organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan melihat suatu objek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.
Peranan Persepsi dalam komunikasi Antar Budaya, Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya komunikasi antar budaya. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka. Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan.
Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penting bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek :
1. struktur yaitu jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yang terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dll. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita mengembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimulasi eksternal.
Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah” konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo.
Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dan sebagainya.
2. stabilitas dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah.
3. makna persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.
Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengembangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisasikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan.
Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya.
Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kita atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat
Persepsi tentang lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya. Untuk memahami bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok fundamental dari persepsi : 1) Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi) 2) Dimensi psikologis (menafsirkan). Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentang sesuatu akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi, pertama dimensi persepsi secara fisik yang merupakan tahapan penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari komunikasi antar budaya, hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlalu didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. Tahap permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi, hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna.
Tentang bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya. Kedua dimensi persepsi secara psikologis dibandingkan dengan penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku. Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai dunia luar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu banyak masukan pesan. Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang ada di sekitar kita. Semua stimulus ini secara bermasaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku. Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita terima. Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang kita terima. Proses penseleksian ini terjadi secara cepat (dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak sadar.
Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita. Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota dari suatu kelompok kebudayaan tertentu. Ini berarti bahwa kebudayaan memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi.
Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga yang saling berkaitan yakni:
1. selective exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus)
2. selective attention (seleksi dalam hal perhatian)
3. selective retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan
Referensi
Adler, Ronald B. & Rodman, George.2006.Understanding Human Communication.New York:Oxford University Press
Cameron, J.; Pierce,W. D. (en)Reinforcement, Reward, and Intrinsic Motivation: A Meta-Analysis, Review of Educational Research, 1994. hal. 363-423.
Cangara, Hafied, Prof, Dr. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Danesi, Marcel.2002.Pengantar Memahami SemiotikaMedia.Yogyakarta:Jalasutra DeVito, Joseph A. 1996, Human Communication. Harper Collin Publisher Djadja Edition, New Jersey, Prentice Hall, Englewood Clifs Mitchell dan Larson, 1987:296)
Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGrraw-Hill Companies
Early. ”Task Planning and Energy Expended: Exploration of How Goals Influence Performance, Jurnal Psikologi, 1987. hal. 107-114
Fiske, John.1990.Cultural and Communication Studies:Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.Yogyakarta:Jalasutra
Key, W.B..1989.The Age of Manipulation.New York:Holt
Laughey, Dan.2007.Key Themes in Media Theory.New York:Open University Press
Luhmann, N.2000.The Reality of the Mass Media.Cambridge: Polity
Robbins, Stephen P, 1994, Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi. Terjemahan Jusuf Udaya, Lic., Ec. Arcan.
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232
Saefulah. 2005. Filsafat Administrasi. Bandung: Uiversitas Padjadjaran
Sondang, Siagian P. 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta. Rineka Cipta.
Sumartono. (2003). Kecerdasan Komunikasi. (Rahasia Hidup Sukses). Jakarta: PT
Pace, R. Wayne & Faules, Don F. 1994. Organiztional Communication. Third Tubbs, Stewart, L. Sylvia Moss, 2000, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi. Terjemahan cetakan kedua, Bandung, PT. Rosda.
Timpe, Dale, A, 1992, Productivitas. Alih Bahasa Dimas S. R. dan Soesanto Budidarmo. Jakarta: PT. Gramedia
Sendjaja, 1994, Teori-Teori Komunikasi, Universitas Terbuka
Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62.
Maslow. (en)A. Motivation and Personality. New York: Harper & Row, 1954, hal. 57-67.
McClelland, D.C. (en)The Achieving Society, New York: Van Nostrand Reinhold, 1961, hal. 63-73
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.244-254
Locke, E. A. Toward a Theory of Task Motivation and Incentive, Organizational Behavior and Human Performance, 1968, hal. 157-159
Wade, Carol; Tavris, Carol. Psikologi: Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2007, hal. 142-152
id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_organisasi
www.thesikhencyclopedia.com/architecture/sarovar.html
4 komentar
Pak Ketu, cepat kali dapat bahan-bahan ini. Mudah2an prof Khomsa nggak main-main ke blog ini. Nanti beliau ganti soal lagi?! Thanks udah mau sharing. Btw saya baru mampir ke blog ini, jadi pengen bikin blog juga...
kalo bgitu judulnya diubah ya bro..heheheh...tp gpp kok..klihatannya tugas tulis tangan, untuk memudahkan menyerap ilmu organisasi ini....thanks kawan..ngomong2 namanya siapa ya....??
Lain kali kalo ada soal..publis lagi ya? kayaknya perlujuga buat blog pribadi nih
Namaku siapa? Mmmm....ada yg bilang aku manusia tertua di kelas. yaa sejenis fosil hidup hi hi hi...