» » » Prabowo Subianto, Fenomena Sosial Bukan Fenomena Politik

Prabowo Subianto, Fenomena Sosial Bukan Fenomena Politik

Penulis By on 10 July 2012 |

Tidak sedikit opini yang mempersoalkan fenomena Prabowo Subianto sebagai pemimpin republik, sebab ia adalah warisan orde baru yang kontroversial. Menariknya, sejumlah lembaga survey telah mentasbihkan putra begawan ekonomi bangsa ini sebagai Calon Presiden (Capres) terkuat, terpercaya, dan memiliki elektabilitas tertinggi dibanding sejumlah tokoh lainnya pada Pemilu 2014 mendatang.  Mengapa hal itu terjadi? Saya memandang Pak Prabowo sebagai sebuah fenomena sosial tersendiri di publik bangsa ini.

Mengapa fenomena sosial? Saya menjawabnya dengan logika terbalik, bahwa Pak Prabowo bukan fenomena politik. Apa bedanya? tentu subjektif jika saya mengatakan,  jika hal itulah yang membedakan Pak Prabowo dengan sejumlah tokoh politik yang ‘besar’ karena dibingkai oleh kerja-kerja politik dari sebuah partai yang telah memiliki infrastruktur dan suprastruktur politik yang kuat pula. Inilah yang sebut dengan istilah fenomena politik. Sementara fenomema sosial bagi saya adalah, lahirnya satu figur kuat karena dorongan kuat publik, bukan partai atau lembaga afiliasi politik lainnya, atau karena sebuah pencitraan yang secara kontinue berlangsung karena figur tersebut memiliki wadah untuk mencitrakan diri dan partainya.

Saya melihat ini ada pada diri Pak Prabowo. Ia tokoh yang tak lepas dari cerita ‘status quo’ Orde Baru, memiliki Partai masih terbilang ‘seumur jagung’, tetapi sejumlah lembaga survey mengokohkannnya sebagai figur kuat yang paling dirindukan publik Indonesia untuk memimpin bangsa ini kedepan. Lalu, apakah sebuah fenomena sosial akan dikalahkan oleh fenomena politik?

Bagi saya, ini tugas berat Pak Prabowo jika benar-benar menginginkan posisi sebagai Presiden RI di 2014 mendatang. Sebab regulasi perpolitikan di Indonesia cenderung lebih memilih fenomena politik ketimbang fenomena sosial. Hal ini ditunjukkan dengan regulasi yang menyebutkan, jika seseorang Capres haruslah diusung oleh Partai Politik yang memenuhi persyaratan undang-undang, bukan kerja-kerja sosial atau sekedar arus kuat dari publik. Terbukti Capres dari jalur Independen ditiadakan oleh Mahkamah Konstitusi.

Meski demikian, saya tidak menyepelekan kerja politik Pak Prabowo dengan Partai Gerindra-nya, sebab survey juga membuktikan jika popularitas Partai Gerindra masih tertinggal dibanding partai besar lainnya seperti Golkar, PDIP maupun Partai Demokrat. Bagi saya, seseorang dipastikan bakal bisa merebut posisi sebagai Presiden, jika seseorang mampu ‘mengawinkan’ antara fenomena sosial dengan fenomena politik. Atau dengan kata lain bahwa modal fenomena sosial Pak Prabowo tak cukup untuk mendapatkan porsi sebagai Presiden jika tidak didukung penguatan politik yang kuat pula.

Tetapi saya juga tidak berani mengatakan, jika Partai Gerindra sebagai partai besutan Pak Prabowo memiliki infrastruktur dan suprastuktur politik yang lemah. Saya sekedar berasumsi, bahwa Gerindra memang masih perlu kerja keras, dan menyampaikan kepada publik bahwa Prabowo adalah Gerindra, dan Gerindra adalah Prabowo. Ini bukan pekerjaan yang sulit jika Gerindra mau. Yang paling sederhana yang bisa dilakukan adalah setiap kelembagaan partai Gerindra mulai dari pusat hingga ranting selalu memampangkan potret diri Pak Prabowo. Mungkin ini telah diketahui pihak Gerindra, dianggap bukan sesuatu yang baru, tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan, partai sepertinya masih ‘berdiri sendiri’, dan Pak Prabowo juga ‘berdiri sendiri’.  Efeknya, publik masih banyak yang belum mengetahui bahwa keduanya adalah sama, khususnya publik yang berdiam di wilayah pedesaan.

Fenomena ini pernah ditunjukkan Partai Demokrat pada Pemilu 2004 silam. Demokrat belum dikenal, masih dipandang sebelah mata, dan belum terhitung sebagai partai idola. Tetapi partai tetap percaya diri memampangkan potret pak SBY sebagai ‘magnet’ di setiap papan nama partai demokrat dari pusat hingga ranting. Hasilnya memuaskan, secara instant, demokrat menjelma sebagai partai besar dan berhasil mengantarkan SBY sebagai Presiden, mengalahkan ‘incumbent’ saat ini. Saya melihat SBY yang kala itu sebagai sebuah fenomena sosial mampu mengawinkan partai dan dirinya dengan sebuah fenomena politik.

Kini, Pak Prabowo telah menjelma sebagai magnet besar yang dirindukan publik Indonesia sebagai Presiden 2014 mendatang. Pak Prabowo telah menjadi fenomena sosial. Yang terisa, apakah fenomena politik juga akan berpihak padanya? Masih sebuah tanda tanya besar. (**)
----------------------------
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments