Warga
Jakarta boleh riuh dengan Pilkadanya, dan pendukung Jokowi-Basuki (JB)
boleh bergembira dengan raihan suaranya. Sah-sah saja, sebab realitas
politik yang tampak di 11 Juli 2012 ini menjadi sebuah fenomena baru
perpolitikan Indonesia, bahwa posisi sebagai ‘Incumbent’ bukanlah
jaminan memenangkan pertarungan, sekaligus menegaskan jika ‘siapa saja’
boleh memimpin Ibukota. Itu yang ditunjukkan pasangan ‘Jokowi-Basuki’
yang bisa dipastikan mendapat tiket menuju putaran kedua, seandainya
saja 50 persen plus satu sebagai syarat utama menuju Balaikota Jakarta
tidak tercukupi.
Tetapi
saya amat tertarik membahas kegigihan Prabowo Subianto memperjuangkan
pasangan Jokowi-Basuki menuju DKI-1. Saya memandang jika Pak Prabowo
menyadari dirinya telah menjadi magnet jutaan rakyat Indonesia, dan
menyadari jika Jokowi-Basuki juga demikian, sehingga harus
menggelontorkan dana iklan, bahwa Prabowo adalah Jokowi-Basuki, dan
Jokowi-Basuki adalah Prabowo, meski pasangan ini juga didukung oleh PDIP
dan pribadi keluarga Megawati Soekarnoputri.
Saya
juga menangkap, fenomena kemenangan Jokowi-Basuki adalah realitas
politik masa depan seorang Prabowo Subianto sebagai Presiden 2014.
Terkecuali, jika dalam perjalanannya kemudian, Jokowi-Basuki gagal
‘memperbaharui’ Jakarta, sebab bagaimanapun rakyat selalu menilai jika
ada hubungan ‘garis lurus’ antara Jokowi-Basuki dan Prabowo Subianto
juga sebaliknya. Saya pernah menulis dengan satu tema, bahwa pasangan
Jokowi-Basuki(Ahok) adalah simbol kepedulian Prabowo pada rakyat
Indonesia.
Magnet
ketemu Magnet, begitu saya mengandaikan keberadaan Prabowo Subianto dan
pasangan Jokowi-Basuki. Bahwa keunggulan Jokowi-Basuki tak lepas dari
‘cara menjual’ Pak Prabowo yang intens di media, bahwa Jokowi-Basuki
adalah pasangan yang mampu ‘memanusiakan’ Jakarta di tengah
kesembrawutan, kemacetan dan banjir yang kerap melanda. Bahwa Prabowo
mampu mencitrakan ‘Jokowi-Basuki’ sebagai sosok sederhana, anti money
politic, jujur, merakyat dan menginspirasi. Saya memandang, politik
pencitraan yang dibangun Pak Prabowo sukses. Hanya satu yang tersisa,
apakah magnet Jokowi-Basuki juga nantinya mampu mengangkat nama Prabowo
sebagai Presiden impian jutaan rakyat Indonesia? tentu terlalu dini
memprediksinya. Tetapi andai saja Pilpres dan Pilkada DKI digelar
bersamaan pada hari ini, boleh jadi Prabowo juga akan tampil sebagai
Capres yang memperoleh suara terbanyak. Sebab nafas politik publik
Indonesia saat ini lebih didominasi Prabowo dan Jokowi-Basuki.
Kekuatan
seorang Prabowo Subianto tampak dari sikap yang selalu konsisten dalam
memperjuangkan sesuatu. Itu yang tampak pada Pilkada DKI kali ini, beda
dengan sejumlah tokoh lainnya, yang terkesan ‘diam-diam’ bahkan ada yang
dikabarkan ke luar negeri dan membiarkan ‘calonnya’ bertarung sendiri.
Sementara pasangan Jokow-Basuki selalu konsisten dengan kesederhanannya,
konsisten dengan anti money politic-nya dan konsisten untuk terus
bersama, berjalan dengan rakyat kecil tanpa melupakan keberadaan warga
yang berada di level menengah ke atas. Lagi-lagi, saya berkata fenomena
ini adalah ‘magnet ketemu magnet’. Tinggal menunggu, apakah
Jokowo-Basuki akan menduduki posisi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI? Dan
apakah Prabowo Subianto melenggang ke kursi Presiden. Saya berasumsi
singkat, “Tinggal mengokohkan saja!”
(**)