Maaf
saya menyembunyikan identitas lengkap kawanku ini. Namanya amat
panjang, tapi ia rekan wanita sekampus saya. Emba’ Lilik, panggilan
akrabnya. Ia perempuan asal Jogjakarta yang diam-diam mengamati apa saja
yang saya tulis tentang Pak Prabowo. “Kamu juga pengagum Pak Prabowo too?” tanya Mbak Liliek via yahoo messenger
siang ini padaku. Pertanyaan ini menohok jantung saya, saya pikir Mbak
Liliek meledek. Maklumlah, beliau amat suka ‘menanggapi’ apa saja yang
yang saya tulis, baik soal romantika kehidupan hingga tulisan-tulisan
sederhana yang kerap saya buat sebagai ‘pelampiasan’ ketika berhadapan
dengan suatu masalah. Mbak Liliek di mata saya telah menjelma layaknya
saudara kandung yang begitu punya perhatian besar kepadaku selama kuliah
di Jakarta, meski hanya lewat teguran sapa.
Pernyataannya cukup mengejutkan bagi saya. “Keluarga Pak Prabowo itu nasionalisnya top markotop,
mau di jungkir balik ini negara, Pak Prabowo dan keluarganya amat
loyalis pada negara". Kenapa mengejutkan? karena biasanya Mbak Liliek
tidak terlalu suka dengan seseorang figur publik yang berasal dari
militer. Kalaupun ia menyenangi figure public yang militer, ia amat
selektif.
Soal
Prabowo, Mbak Liliek menilainya dari sisi yang lain. Ia tertarik
berdiskusi tentang sosok Hasyim Djodjohadikusumo. Adik Pak Prabowo yang
dikenal sebagai pengusaha itu. Saya beranggapan mnilai Pak Prabowo harus
paripurna, tidak sekedar figur beliau, tetapi juga keluarganya, sebab
kadang kebaikan seorang figur tidak ditunjang keluarganya, malah kadang
memanfaatkan kekuatan keluarganya” pikirku membatin. Baginya, Pak
Prabowo mampu menerapkan nilai-nilai nasionalisme pada keluarganya,
sehingga mencari ‘cacat’ Pak Prabowo dari sisi ini amat sulit. “Mungkin
karena beliau putra dari Begawan ekonomi bangsa ini (Sumitro
Djodjohadikusumo), sehingga tahu cara memberi yang terbaik bagi bangsa
Indonesia,” ujarnya.
Salah
satu hal menarik yang dicermati Mbak Liliek, adalah ketika sebuah
benda-benda purbakala di sebuah tempat pernah dicuri oknum tertentu,
kabarnya Pak Hasyim malah membeli barang tersebut beberapa kali lipat
untuk menyelamatkan benda-benda purbakala itu. Lalu kemudian di
museumkan. “coba investigasi lebih dalam lagi deh” pintanya
kepadaku. Tetapi bagaimana jika itu menjadi museum pribadi? Liliek
menjawabnya sederhana. “Di museumkan itu berarti diselamatkan, disimpan
di sebuah tempat tertentu, bisa dilihat oleh publik, dan museumnya juga
di wilayah Republik Indonesia, jadi tak perlu risau,” jelasnya.
Jika
barang museum itu dijual lebih mahal lagi kepada negara lain? “Saya
pikir Pak Hasyim tidak senekat itu. Duit mereka cukup untuk membiayai
kehidupan mereka, usaha mereka juga tidak bergerak di wilayah itu.
Pastinya Anda bisa mencari tahu banyak tentang perusahaan-perusahaan
yang Pak Hasyim pimpin. Kalaupun mereka ‘nekat’ untuk itu, sama saja
merusak reputasi nasionalis keluarga Pak Sumitro sebagai Begawan ekonomi
bangsa Indonesia,” kata Mbak Liliek menjelaskan.
Lalu apa tanggapannya soal figur Pak Prabowo yang militer? Mbak Liliek menjawabnya sederhana. “coba tanya dech
pada Kopassus bekas anak buah Pak Prabowo, mereka masih bisa menikmati
nasi kotak di medan pertempuran. Di bawah komando Pak Prabowo, mereka
masih merasakan kebersamaan antara komandan dan prajurit. Tetapi
jenderal yang satu itu (siapa ya??), duh..katanya nasi bungkus yang
rada-rada basi, kasian ya tentara yang jadi anak buah jenderal itu..”
katanya bercanda.
Saya
tak paham ‘Jenderal siapa’ yang Mbak Liliek maksud. Mungkin ini
kritiknya terhadap kondisi militer yang serba terbatas, utamanya yang
dikirim ke medan pertempuran, perlu perbaikan kesejahteraan, dan ini
menjadi tanggung jawab para petinggi TNI, tanpa terkecuali. Baginya,
militer negeri ini harus kuat, satu bahasa, tidak menimbulkan pretensi berbeda antara satu dengan yang lain.
Yang
pasti Mbak Liliek percaya dengan kepemimpinan Pak Prabowo untuk
Indonesia masa depan. “Setidaknya, diantara figur publik dewasa ini, Pak
Prabowo masih jauh lebih baik,” katanya menutup perbincangan ini.
Jayalah bangsaku.selamat hari sumpah pemuda.!