» » » Sensitivitas, Magnet Pak Prabowo

Sensitivitas, Magnet Pak Prabowo

Penulis By on 20 October 2011 |

Prabowo Subianto Meski tak pernah bertatap muka dengan Pak Prabowo, tak pernah duduk berdampingan, apalagi berdiskusi langsung, namun saya telah merasakan  getar kepemimpinan beliau, merasakan kharismatiknya dan merasakan sensitivitasnya. Sensivitas akan keinginan mayoritas rakyat Indonesia untuk kembali menjadi bangsa bermartabat di mata bangsa-bangsa lainnya di dunia. Itu yang saya ceritakan pada Ayah saya yang tinggal di sebuah pelosok desa eks transmigrasi di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara sana.

Cerita itu bermula ketika Ayah bertanya tentang Pak Prabowo ‘masa kini’, sosok tentara yang dikenalnya dulu sebagai komandan pasukan yang selalu sukses dalam tugasnya. (padahal ayah saya bukan tentara). Saya jawab, “Pak Prabowo kini menjadi petani, menjadi nelayan, menjadi pedagang, dan kini mendirikan sebuah partai bernama Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), sepertinya  akan jadi Presiden,” kataku.

Jawaban-jawaban saya pada Ayah, adalah sebuah jawaban yang bagi saya hanyalah hasil ‘diskusi imaginer’ dengan Pak Prabowo. Sebuah jawaban yang lahir setelah merasakan sensitivitas Pak Prabowo akan masa depan bangsa ini. Sebuah jawaban yang saya petik dari hasil pergumulan akademik dan perbandingan kepemimpinan dari sekian banyak elit negeri ini yang memiliki ambisi untuk tampil sebagai pemimpin 270 juta jiwa warga Indonesia.

Ayah saya tentu tak mengerti semua itu. Maklum ia seorang petani serabutan yang pendapatannya sekedar mencukupi kebutuhan keluarga saya.  Tapi Ayah punya harapan dan asa ketika bercerita tentang sosok Pak Prabowo yang hanya dikenalnya hanya lewat tv tetangga. Ayah ingin sosok Pak Prabowo-lah yang menjadi Presiden Indonesia berikutnya.
------------------------
.
Cerita di atas hanya alur kecil untuk mengungkap bagaimana sosok Pak Prabowo di mata publik kelas bawah. Satu hal yang saya ‘tangkap’ dalam alur diskusi saya dengan ayah, bahwa Pak Prabowo telah menjadi magnet bagi rakyat Indonesia. Padahal bila dihitung-hitung, belakangan ini Pak Prabowo jarang ‘bersosialisasi’ di media massa. Satu-satunya yang ingat, hanyalah ketika Metro TV menampilkan sosok Pak Prabowo dalam ‘drama’ Operasi Mapenduma Papua, yang dikisahkan seorang jurnalis senior di negara ini.

Magnet-magnet Pak Prabowo, lahir karena sensitivitasnya melihat kondisi negara dewasa ini. Beliau mampu menterjemahkan alur pikir orang Indonesia, yang butuh kepastian, butuh rasa aman, butuh kedamaian, dan butuh janji besar untuk  mengembalikan Indonesia sebagai ‘macan Asia’. Tentu ini terjadi setelah kita merasakan betapa ‘babak belurnya’ Indonesia di mata public internasional. Babak belur karena TKI telah dipandang sebagai budak, babak belur karena barang impor begitu menggurita, babak belur karena fasilitas Hankam kita yang menyedihkan, babak belur karena tatanan ketatanegaraan kita yang tak lagi ada etika menghargai antara satu elit dengan elit lainnya.

Hari ini ada pesan sederhana, namun sangat bermakna dari Pak Prabowo yang saya kutip dari facebook beliau. "Untuk dapat memberikan yang terbaik bagi Indonesia, coba pastikan: apakah kita sudah berikan yang terbaik untuk mereka yang berada di dekat kita? Keluarga kita? Tetangga kita? Komunitas kita? Sesungguhnya, 'akar' yang baik adalah kunci agar pohon dapat tumbuh tinggi, kuat dan bermanfaat" begitu pesannya.

Pesan Pak Prabowo inilah yang seolah menjawab kegundahan kita. Saya menangkap satu makna di sana, bahwa Pak Prabowo paham benar, apa yang sebenarnya dirindukan bangsa ini. Beliau menyebutnya sebagai ‘akar’. Lalu siapa akar yang dimaksud? Entalah. Yang pasti, ada nilai sensitivitas hadir di sana. Sensivitas seorang jenderal berhati petani bernama Prabowo Subianto.

Teruslah menjadi inspirasi Pak!
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments