Bentangan
pikiran Prabowo Subianto kini benar-benar merasuk dalam jiwa dan
pikiran jutaan rakyat Indonesia saat ini. Saya sendiri bingung mengapa
sosok ini begitu di elu-elukan rakyat kecil. Mengapa begitu banyak hasil
survey menjagokannya untuk tampil sebagai Kepala Negara sekaligus
Kepala Pemerintahan di suksesi kepemimpinan nasional 2014 mendatang.
Banyak yang berandai-andai dengan kalimat-kalimat; “Andai saja Pemilihan
Presiden itu tidak melewati pintu partai, maka dapat dipastikan Prabowo
Subianto-lah, presiden itu, karena rakyat Indonesia begitu
membutuhkannya saat ini”.
Saya
sediri berpendapat subjektif, jika sebenarnya negara ini mengalami
sebuah anomali kepemimpinan nasional. Yakni ketika bangsa ini
menginginkan demokrasi yang utuh dan reformis, namun di saat bersamaan
belum ada tokoh yang lahir dari era reformasi itu untuk tampil sebagai
sosok pemimpin idaman rakyat. Sekian banyak partai di negeri ini pun
cenderung di nilai pragmatis, belum senyawa dengan nafas ‘kebebasan’
itu. Partai hanya dinilai mampu melahirkan elit-elit yang realitasnya
digambarkan oleh media massa, memiliki banyak ‘pundi-pundi’ serta mampu
menghidupi ‘orang-orang’ yang hidup dalam partai itu.
Karenanya
rakyat ingin pemilihan sosok Presiden dilakukan langsung tanpa
intervensi partai politik. Sayangnya, belum ada regulasi di negara
manapun di dunia ini, Presiden tidak diakomodir oleh Partai Politik,
bahkan Amerika Serikat sekalipun. Saya sendiri beimajinasi, bagaimana
rasanya, pemilihan Presiden tanpa melalui partai politik? Memang rumit
sebab akan membutuhkan biaya yang tentu tak sedikit.
Mengapa
ada pikiran-pikiran seperti itu? Saya jawab sekali lagi; “karena partai
politik dipersepsikan sebagai lembaga yang cenderung koruptif,
pragmatif, sehingga rakyat ketika bicara partai politik, maka mereka
menjawab, “Malas Ah!”. Tetapi apa mau dikata? Regulasi kepemimpinan kita
di negara ini seperti itu adanya. Saya belum memahami banyak bagaimana
aturan main di KPU, sehingga tak tahu cari melahirkan Presiden dari
calon independent.
Pikiran-pikiran
seperti ini, adalah bentuk ketidaksabaran rakyat Indonesia menanti
kehadiran Prabowo Subianto. Mengapa begitu dinanti?, karena masalah yang
membelit bangsa ini terjawab dengan atribut-atribut sosial sosok
Prabowo Subianto. Ia seorang Jenderal dari tentara terbaik di negeri
ini, putera Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, seorang haji yang
nasionalis, pernah dibesarkan dalam lingkup istana negara, memiliki
kemapanan ekonomi, pandai dan cerdik mengambil keputusan, tidak
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang hedonis, dekat dengan rakyat,
serta selalu tampil terbuka di depan public, meski media ‘masih
malu-malu’ mempublisnya. Kalaupun di mediasi, maka media massa lebih
cenderung mempublis hal-hal yang berbau ‘pariwara’, karenanya benar,
jika media selalu ‘di cap’ sebagai lembaga yang realitasnya ‘second
hand’. Bukan sebenarnya. Maklumlah sebab media punya satu ideology yang
disebut ‘agenda setting’.
Konstalasi
persepsi media seperti itulah kemudian, muncul jejaring sosial seperti
facebook, twitter, blog untuk menyampaikan apa yang sebenarnya ‘tidak
penting’ tetapi ‘penting’ di mata rakyat kebanyakan. Rakyat butuh sapaan
langsung, kedekatan langsung, bahkan curhat langsung. Fenomena inilah
yang membuat mengapa banyak ‘facebook beraliran prabowoisme’? sebuah
fenomena yang pernah hadir di Amerika Serikat ketika Barrack Obama
pertama kali menyatakan keinginannya untuk maju pada Pilpres USA. Satu
perbedaan mendasar antara Obama dan Prabowo dalam kajian ‘dukungan media
jejaring sosial’ yakni Obama tampil karena ‘we need change’ yang pada
dasarnya beraroma etnisitas, dimana tampilnya Obama bagi penulis adalah
bentuk ‘kejutan politik’ Bangsa Amerika pada dunia internasional, bahwa
mereka mampu melahirkan pemimpin dari golongan manapun, bahkan warga
kulit hitam sekalipun, yang penting cerdas dan visioner.
Sementara
Prabowo Subianto begitu dielu-elukan rakyat Indonesia, karena
kontrakdiktif visi kepemimpinan nasional saat ini. Di satu sisi di jual
anti korupsi, tetapi dalam jejaring terdekat aroma korupsi itu makin
menggurita. Semuanya akibat dari ketidaktegasan, ketidakstabilan, serta
nilai-nilai hedonisme yang melekat pada elit-elit yang dekat dengan
kekuasaan. Maka untuk menjawab semua itu, maka rakyat bicara
“Prabowo-lah yang layak menjadi Presiden itu, Prabowolah yang akan
menaikkan harkat dan martabat bangsa ini, Prabowolah yang akan memberi
kedaulatan ekonomi rakyat Indonesia itu”. Seperti orang lain, saya juga
ingin berpendapat bahwa Sondang Hutagalung, seorang pemuda heroik yang
rela membakar diri merupakan bentuk serpihan kontradiktif visi
kepemimpinan itu. Belum lagi kasus Mesuji-Lampung yang amat pedih itu.
Rakyat menjadi korban.
Melalui
tulisan ‘tidak penting’ ini, pada dasarnya saya hanya ingin
menggoreskan imaginasi rakyat Indonesia, mengapa ia begitu mengimpikan
sosok Prabowo Subianto. Andai saja semua komponen di negara ini termasuk
Partai Politik, mau berfikir sama, bervisi sama, dan bersama-sama
mencalonkan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI, maka tentu tak banyak
orang hidup dalam derita politik. Sebab Prabowo tidak sekedar milik
Partai tertentu, tetapi ia milik puluhan juta rakyat Indonesia.
Apakah Anda sepakat untuk memilih Prabowo Subianto?
Jika Ya, wujudkan mimpi kita dan pelajari cara untuk memilihnya.
Jika Ya, wujudkan mimpi kita dan pelajari cara untuk memilihnya.
Selamat Berimajinasi, Salam Indonesia Raya!