Dr. Lely Arriannie, M.Si |
SIMPEL, praktis, cepat dimengerti dan tetap bernilai akademik adalah kesan yang saya peroleh dari diskusi kecil bersama Dr. Lely Arrianie, seorang ibu penggiat ilmu komunikasi pada Minggu siang kemarin (5/5) di Universitas Jayabaya, Jakarta. Ia juga dosen yang mengajarkan saya ‘komunikasi politik’ saat menjadi mahasiswa magister di Universitas Mercu Buana setahun silam. Tetapi bukan ini yang menarik dari seorang yang saya sebut ‘akademisi modis’ ini. Tetapi gaya bertuturnya, cara ia mengajak audiens, serta cara menanamkan pesan, adalah cara yang paling saya suka dari staf ahli Ketua MPR-RI saat ini, Taufik Kiemas.
Satu hal yang tak lekang dalam ingatan adalah ketika ia membimbing rekan saya, Ishak Holidi dalam penyelesaian tesisnya. Saya ikut nguping. Ibu Lely berkata “Ada ‘cara bodoh’ dalam menggunakan metodologi penelitian dari saya, sederhananya seperti ini..” ibu Lely menjelaskan begitu rinci namun simpel. Saya yang menguping, serasa menjadi jauh lebih mengerti dari dari Pak Ishak sendiri (heheheh). Saya sendiri membatin, ”mengapa ketika masih jadi mahasiswa S2, tidak meniru ‘cara bodoh’ Dr. Lely, yang menurut saya adalah sebuah teori simple, bagaimana mahasiswa bisa secepatnya menyelesaikan perkuliahannya.
Agak panjang memang jika menulis ‘cara bodoh’ metologi penelitian ala Dr. Lely, saya hanya tertarik pengistilahannya saja, tentu jika mau, mahasiswa bisa berhubungan langsung dengan doktor yang amat suka dunia ‘dramaturgis’ ini.
Disela-sela membimbing Pak Ishak, saya nyeletuk pada Dr. Lely, “Kok Ibu nggak nyaleg, ibu kan udah dekat dengan petinggi PDIP?” tanyaku. Ibu ini menjawab simpel, “Zah, ibu kan Pegawai negeri,” katanya. Saya menepuk jidat. Lupa jika PNS gak boleh berpolitik. Saya sendiri membatin, jika politik telah merasuk dalam pikiran siapa saja, termasuk saya yang belakangan ini ikut ‘nyerempet-nyerempet’ di dunia politik, meski hanya dalam tataran menggeluti ormas yang dekat di partai Gerindra. Sama seperti Dr. Lely yang ‘dekat-dekat’ dengan PDIP.
Runtun ingatan politik ini pada diri Dr. Lely dan saya secara pribadi, tersimpul satu imaji jika politik memang lebih mudah mengangkat popularitas seseorang, selain dunia keartisan di Indonesia dewasa ini. Mungkin ini pemahaman keliru dari saya, tetapi saya menangkap insting ini ada pada diri Ibu Doktor Lely. Ya!, belakangan ini, jebolan doktoral terbaik Universitas Padjajaran Bandung ini, sering sekali muncul di televisi-televisi swasta nasional, dalam kapasistasnya sebagai ‘pengamat komunikasi politik’, bahkan pernah Metro TV menuliskan sebagai ‘pengamat DPR’. Sepertinya ini ‘atribut’ baru bagi seorang akademisi sekelas Dr. Lely. Tetapi saya memaklumi sikap Metro TV ini, sebab penelitian doktoral ibu Lely menfokuskan pada prilaku politik anggota DPR dan politisi beken Tanah Air lainnya. Bagi saya ini memang isu sexy di Indonesia, dimana-mana orang menggandrungi dunia politik.
Bagi saya Dr. Lely dalam kapasitasnya sebagai akademisi, juga memiliki insting selebriti yang baik. Mungkin karena wanita Minang ini juga terbilang memiliki paras yang cocok ditampilkan di telivisi, juga selera berbusana yang modis. “Klop!” pikirku. Apalagi Ibu Lely juga ditopang sebagai ketua prodi ilmu komunikasi di Universitas Jaya Baya, dosen diberbagai kampus elit komunikasi di Tanah Air, dan juga dukungan seorang suami yang bergelar ‘professor’. Saya meyakini jika wanita ini sebentar lagi akan menjadi selebriti akademisi populer di Tanah Air. Sebagai orang yang pernah diampu oleh Dr. Lely, merasa bangga pada beliau. Saya pun berkata pada Dr. Lely “Bu, jika ada peluang, tolong juga beri kelas, saya mau mengajar”. Ini cara saya untuk dekat dengan orang-orang sekelas Bu Lely ini.
----------------
Catatan Ba’da Azhar, Jakarta 6 Mei 2013
Baca Juga tulisan Berikut ini :
- Dosen-dosen Komunikasi Mercubuana yang Dinamis
- Bertarung Hidup di ‘Musim Gugur’ Jakarta
- Surat Dari Salemba dan ‘Pemberontakan Hidup’ Orang UI
Satu hal yang tak lekang dalam ingatan adalah ketika ia membimbing rekan saya, Ishak Holidi dalam penyelesaian tesisnya. Saya ikut nguping. Ibu Lely berkata “Ada ‘cara bodoh’ dalam menggunakan metodologi penelitian dari saya, sederhananya seperti ini..” ibu Lely menjelaskan begitu rinci namun simpel. Saya yang menguping, serasa menjadi jauh lebih mengerti dari dari Pak Ishak sendiri (heheheh). Saya sendiri membatin, ”mengapa ketika masih jadi mahasiswa S2, tidak meniru ‘cara bodoh’ Dr. Lely, yang menurut saya adalah sebuah teori simple, bagaimana mahasiswa bisa secepatnya menyelesaikan perkuliahannya.
Agak panjang memang jika menulis ‘cara bodoh’ metologi penelitian ala Dr. Lely, saya hanya tertarik pengistilahannya saja, tentu jika mau, mahasiswa bisa berhubungan langsung dengan doktor yang amat suka dunia ‘dramaturgis’ ini.
Disela-sela membimbing Pak Ishak, saya nyeletuk pada Dr. Lely, “Kok Ibu nggak nyaleg, ibu kan udah dekat dengan petinggi PDIP?” tanyaku. Ibu ini menjawab simpel, “Zah, ibu kan Pegawai negeri,” katanya. Saya menepuk jidat. Lupa jika PNS gak boleh berpolitik. Saya sendiri membatin, jika politik telah merasuk dalam pikiran siapa saja, termasuk saya yang belakangan ini ikut ‘nyerempet-nyerempet’ di dunia politik, meski hanya dalam tataran menggeluti ormas yang dekat di partai Gerindra. Sama seperti Dr. Lely yang ‘dekat-dekat’ dengan PDIP.
Runtun ingatan politik ini pada diri Dr. Lely dan saya secara pribadi, tersimpul satu imaji jika politik memang lebih mudah mengangkat popularitas seseorang, selain dunia keartisan di Indonesia dewasa ini. Mungkin ini pemahaman keliru dari saya, tetapi saya menangkap insting ini ada pada diri Ibu Doktor Lely. Ya!, belakangan ini, jebolan doktoral terbaik Universitas Padjajaran Bandung ini, sering sekali muncul di televisi-televisi swasta nasional, dalam kapasistasnya sebagai ‘pengamat komunikasi politik’, bahkan pernah Metro TV menuliskan sebagai ‘pengamat DPR’. Sepertinya ini ‘atribut’ baru bagi seorang akademisi sekelas Dr. Lely. Tetapi saya memaklumi sikap Metro TV ini, sebab penelitian doktoral ibu Lely menfokuskan pada prilaku politik anggota DPR dan politisi beken Tanah Air lainnya. Bagi saya ini memang isu sexy di Indonesia, dimana-mana orang menggandrungi dunia politik.
Bagi saya Dr. Lely dalam kapasitasnya sebagai akademisi, juga memiliki insting selebriti yang baik. Mungkin karena wanita Minang ini juga terbilang memiliki paras yang cocok ditampilkan di telivisi, juga selera berbusana yang modis. “Klop!” pikirku. Apalagi Ibu Lely juga ditopang sebagai ketua prodi ilmu komunikasi di Universitas Jaya Baya, dosen diberbagai kampus elit komunikasi di Tanah Air, dan juga dukungan seorang suami yang bergelar ‘professor’. Saya meyakini jika wanita ini sebentar lagi akan menjadi selebriti akademisi populer di Tanah Air. Sebagai orang yang pernah diampu oleh Dr. Lely, merasa bangga pada beliau. Saya pun berkata pada Dr. Lely “Bu, jika ada peluang, tolong juga beri kelas, saya mau mengajar”. Ini cara saya untuk dekat dengan orang-orang sekelas Bu Lely ini.
----------------
Catatan Ba’da Azhar, Jakarta 6 Mei 2013
Baca Juga tulisan Berikut ini :
- Dosen-dosen Komunikasi Mercubuana yang Dinamis
- Bertarung Hidup di ‘Musim Gugur’ Jakarta
- Surat Dari Salemba dan ‘Pemberontakan Hidup’ Orang UI