» » Mengapa Gagal Dalam Berpolitik?

Mengapa Gagal Dalam Berpolitik?

Penulis By on 05 September 2013 | No comments

SAYA kerap mendapat banyak pertanyaan dari kawan-kawan, mengapa selalu ada kekalahan dalam berpolitik. Jawabannya sederhana saja; sebab Anda selalu memulainya dengan nada keraguan, selalu terhantui dengan kegagalan dan selalu takut untuk melakukan investasi sosial yang sifatnya semu. Karena pada dasarnya berpolitik dapat diasumsikan pula sebagai sebuah sikap optimis dalam merebut sesuatu kepentingan. Jika Anda selalu diliputi keraguan, takut akan kegagalan dan tak siap melakukan investasi semu, maka urungkan niat Anda masuk di arena ini.

Mengapa investasi semu? Sebab ketika Anda berpolitik, sebenarnya Anda telah masuk pada arena yang semu, di mana tak ada ruang kesungguhan, yang ada hanya kepura-puraan dan warna yang serba abu-abu. Yang harus diingat, kesungguhan hanya Anda dapat temukan pada orang yang sangat dekat dengan emosional Anda; saudara; orang tua; dan teman-teman yang memiliki ketergantungan dengan Anda, itupun jika selama berhubungan, Anda benar-benar menjelma sebagai malaikat. 

Kendati begitu, optimisme yang berlebihan seorang actor politik dalam beberapa kasus terkadang pula menjadi bumerang. Tentu karena kepercayaan diri tinggi, terlalu percaya pada tokoh tertentu, dan memandang objek politik itu sebagai sesuatu yang mudah ditaklukkan,  justru optimism seperti inilah menjadi pemicu jika sebenarnya Anda telah menginjakkan satu kaki ke lubang kegagalan.  

Berpolitik dalam banyak pendapat selalu diartikan sebagai kemampuan untuk mendapatkan sesuatu yang didasari intrik.  Saya justru merangkumnya dalam satu defenisi jika berpolitik adalah sebuah kegiatan dimana seseorang dengan kesadaran tinggi siap menanggung segala resiko dari semua aktivitas semu-nya.

Oleh karena itu, desain berpolitik sangat ditentukan dengan kemampuan Anda berkomunikasi dengan objek Anda bagaimana menyampaikan pesan, kemampuan menjaga pesan, kemampuan mengirim pesan, dan kemampuan menerima efek dari pesan yang Anda sampaikan. Seperti seorang Harold Lasswell yang melihat komunikasi itu sebagai “Who says what, to whom, to which channel and with what effect”. Meski kemudian banyak ahli memodifikasi defenisi ini.

Saya tak pandai merangkum satu kalimat tentang cara memenangkan pertaruhan politik, terkecuali dengan kalimat ”Anda akan menjadi pemenang, jika Anda mampu melakukan kejutan”. Bagaimana cara membuat kejutan? Itu tergantung dari cara Anda, namun yang pasti; jangan mudah percaya dengan siapa yang menjadi partner politik Anda, percayalah dengan sikap Anda sendiri bahwa berpolitik itu adalah kesiapan Anda untuk kehilangan segalanya.

(renungan malam di batas cikini, 5 September 2013)
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments