Merah Putih!!
Begitu sapaan rekan Joe Wiston Rumagit, seorang aktivis ‘garuda muda’
pada saya semalam. Sepengetahuan saya, Gardu Prabowo adalah sayap
organisasi fanatisme Pak Prabowo Subianto yang bergerak di level
kepemudaan dan biasanya disingkat ‘Gardu Prabowo’. Dari sapaan Joe, saya
menangkap bahwa ‘Gardu Prabowo’ adalah kumpulan anak-anak muda yang
sangat nasionalis, yang berjuang untuk tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) melalui basis-basis pemikiran Pak Prabowo.
Saya
amat tersentuh dengan sapaan itu, dan tersirat kebanggaan akan
kecintaan pada negeri yang bernama Indonesia. Sebab sejak reformasi
digulirkan, kata yang banyak saya dengar adalah ‘demokrasi’, ‘korupsi’,
dan ‘Penjara’ Sementara kata-kata yang menjurus pada semangat cinta
tanah air seolah meredup. Kalaupun ada, biasanya hanya ditemukan di
stadion-stadion, ketika ada pertandingan olah raga dimana Indonesia
menjadi pelakunya
.
Sapaan
‘Merah Putih’ mengingatkan saya akan cerita-cerita heroisme masa lalu.
Ketika pejuang kita mempertaruhkan nyawa untuk berdirinya sebuah negara
bermartabat bernama Republik Indonesia. Sebagai pelecut semangat merebut
satu kemenangan di medan perang. Bahkan sapaan ‘merah putih’ adalah
gaungan para foundhing father kita saat menapaki kemerdekaan. Ketika proklamasi siap diumumkan di publik internasional.
Dari
sapaan ‘Merah Putih’ yang mungkin sebagian orang mengartikannya sebagai
‘salam biasa’, saya justru menangkap sesuatu yang amat dalam maknanya,
bahwa Pak Prabowo ingin membentuk karakter nasionalisme pada anak-anak
muda bangsa Indonesia, sebagai modal awal ‘melejitkan’ Indonesia di masa
depan. Sebuah cita-cita yang amat selaras dengan gagasan-gagasan Pak
Prabowo untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Macan Asia’. Sebuah slogan
yang saya sebut sebagai ‘politik ideologi’.
Apa
yang disebut politik ideologi? Sebelum mengurainya lebih jauh, saya
ingin membagi ilmu yang saya peroleh dari Prof. Dr. Anwar Arifin,
seorang pakar komunikasi politik di negeri ini. Prof. Anwar menyebutkan
ada tiga ‘karakter berpolitik’ yang telah berlangsung di negeri ini,
yakni; pertama, Politik Ideologi, sebuah
karakter berpolitik yang dikembangkan para pendiri negeri ini di zaman
pergerakan kemerdekaan, dimana mereka mereka ‘merangkai’ Indonesia hanya
dengan sebuah Ideologi bahwa Indonesia harus merdeka, bermartabat dan
sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Para pejuang ini, hanya
berfasilitas amat sederhana, tanpa janji-janji materi, sangat menghargai
perbedaan, dan hanya berbekal semangat dan keyakinan yang kokoh dan
kuat, bahwa Indonesia pasti merdeka.
Kedua, Politik Birokrat.
Adalah politik yang pernah berjaya di zaman orde baru, dimana
keberlangsungan bangsa ini sangat ditentukan oleh birokrat. Siapa yang
bisa masuk dalam jejaring ‘birokrat’ yang dimaksud sangat selektif. Dulu
dikenal istilah ABG singkatan dari ABRI, Birokrasi dan Golkar. Dengan
kata lain, pemimpin-pemimpin Indonesia lahir dari ‘wilayah’ ini.
penguasa cenderung ‘tidak menyukai’ adanya Partai Politik. Ya wajarlah
kemudian, jika Golkar saat itu hanya disebut ‘golongan’ bukan partai
politik. Ada kecenderungan sistem otoritarianisme lahir disana.
Ketiga, Politik Transaksional.
Politik inilah yang terbangun dewasa ini. semuanya serba transaksional.
Seseorang bisa masuk dalam kabinet setelah ada ‘transaksi;’ kepentingan
antara penguasa dengan partai politik. Begitulah pula di level daerah,
semuanya juga berlangsung secara transaksional. Wajar kemudian, jika ada
kecenderungan PNS ikut terlibat aktif dalam dunia partai politik.
Selebihnya khalayak lebih berpikir pragmatis, dan kaum elit juga
mengarahkan ekonominya pada sistem kapitalistik.
Mana
yang terbaik? Bukan kapasitas saya menentukannya. Saya hanya ingin
mengatakan bahwa Pak Prabowo sebagai sosok ideal pemimpin Indonesia
kedepan, memahami bahwa bangsa ini butuh ‘rewind’ anak
negerinya. Beliau memahami, bahwa negeri ini seolah kehilangan semangat
kejayaan. Lebih cenderung memikirkan hal-hal yang pragmatis, tetapi
melupakan ‘akar’ bangsa Indonesia. Tak mengherankan jika kemudian,
bangsa-bangsa lain yang dulu belajar pada Indonesia, kini balik menjadi
negara yang unggul.
Saya
amat percaya, bahwa Pak Prabowo telah menanamkan politik ideologi pada
negerinya. Pak Prabowo ingin mengembalikan kejayaan itu melalui
kesepahaman bersama bahwa ‘mindset’ adalah sesuatu yang perlu
dibangun terlebih dahulu. Membangun ‘Jiwa’ kemudian membangun ‘Raga’.
Wajarlah kemudian Pak’ Prabowo terus menggaungkan semangat kejayaan
melalui simbol-simbol patriotisme. Seperti halnya sapaan ‘Merah Putih’
itu, Revolusi Putih dan Ekonomi Kerakyatan.
Ketika
‘berkunjung’ di DPP Partai Gerindra beberapa waktu lalu, keyakinan saya
bertambah, bahwa banyak faksi-faksi lahir, baik dalam bentuk partai
maupun organisasi massa menjadikan jargon ‘nasionalisme’ sebagai jargon
utamanya. Tetapi tidak ‘sekuat’ partai yang dibesut Pak Prabowo. di
sanalah saya menemukan, betapa kuatnya getaran lagu Indonesia Raya
ketika dinyanyikan sebagai opening ceremony, di sanalah saya
merasakan semangat merah putih begitu tertanam dalam jiwa anak-negeri.
Disanalah tampak ‘kesatuan’ dari keaneka ragaman anak bangsa. Di sanalah
foto para pahlawan bangsa dipajang besar, seolah menyemangati anak
negeri ini. Di sanalah saya merasakan kekuatan betapa besarnya Indonesia
di masa depan, dengan semangat nasionalisme yang digaungkan Pak
Prabowo.
Sebagai
orang non partisan, saya berkesimpulan sedikit subjektif, “Inilah
partai masa depan itu, dan Pak Prabowo-lah yang layak memimpin bangsa
ini kedepan”. Tetapi jika Anda berpendapat lain, saya hanya ingin
berkata, “Buktikan dulu Semangat Merah Putih Anda, jika benar jiwa Anda,
jiwa Merah Putih!”
Semoga bermanfaat!