» » » Fanatisme Pak Prabowo, Fanatisme Ideologi

Fanatisme Pak Prabowo, Fanatisme Ideologi

Penulis By on 11 November 2011 |

Merah Putih!! Begitu sapaan rekan Joe Wiston Rumagit, seorang aktivis ‘garuda muda’ pada saya semalam. Sepengetahuan saya, Gardu Prabowo adalah sayap organisasi fanatisme Pak Prabowo Subianto yang bergerak di level kepemudaan dan biasanya disingkat ‘Gardu Prabowo’. Dari sapaan Joe, saya menangkap bahwa ‘Gardu Prabowo’ adalah kumpulan anak-anak muda yang sangat nasionalis, yang berjuang untuk tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui basis-basis pemikiran Pak Prabowo.  

Saya amat tersentuh dengan sapaan itu, dan tersirat kebanggaan akan kecintaan pada negeri yang bernama Indonesia. Sebab sejak reformasi digulirkan, kata yang banyak saya dengar adalah ‘demokrasi’, ‘korupsi’, dan ‘Penjara’ Sementara kata-kata yang menjurus pada semangat cinta tanah air seolah meredup. Kalaupun ada, biasanya hanya ditemukan di stadion-stadion, ketika ada pertandingan olah raga dimana Indonesia menjadi pelakunya
.
Sapaan ‘Merah Putih’ mengingatkan saya akan cerita-cerita heroisme masa lalu. Ketika pejuang kita mempertaruhkan nyawa untuk berdirinya sebuah negara bermartabat bernama Republik Indonesia. Sebagai pelecut semangat merebut satu kemenangan di medan perang. Bahkan sapaan ‘merah putih’ adalah gaungan para foundhing father kita saat menapaki kemerdekaan. Ketika proklamasi siap diumumkan di publik internasional.

Dari sapaan ‘Merah Putih’ yang mungkin sebagian orang mengartikannya sebagai ‘salam biasa’, saya justru menangkap sesuatu yang amat dalam maknanya, bahwa Pak Prabowo ingin membentuk karakter nasionalisme pada anak-anak muda bangsa Indonesia, sebagai modal awal ‘melejitkan’ Indonesia di masa depan. Sebuah cita-cita yang amat selaras dengan gagasan-gagasan Pak Prabowo untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Macan Asia’. Sebuah slogan yang saya sebut sebagai ‘politik ideologi’.

Apa yang disebut politik ideologi? Sebelum mengurainya lebih jauh, saya ingin membagi ilmu yang saya peroleh dari Prof. Dr. Anwar Arifin, seorang pakar komunikasi politik di negeri ini. Prof. Anwar menyebutkan ada tiga ‘karakter berpolitik’ yang telah berlangsung di negeri ini, yakni; pertama, Politik Ideologi, sebuah karakter berpolitik yang dikembangkan para pendiri negeri ini di zaman pergerakan kemerdekaan, dimana mereka mereka ‘merangkai’ Indonesia hanya dengan sebuah Ideologi bahwa Indonesia harus merdeka, bermartabat dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Para pejuang ini, hanya berfasilitas amat sederhana, tanpa janji-janji materi, sangat menghargai perbedaan, dan hanya berbekal semangat dan keyakinan yang kokoh dan kuat, bahwa Indonesia pasti merdeka.

Kedua, Politik Birokrat. Adalah politik yang pernah berjaya di zaman orde baru, dimana keberlangsungan bangsa ini sangat ditentukan oleh birokrat. Siapa yang bisa masuk dalam jejaring ‘birokrat’ yang dimaksud sangat selektif. Dulu dikenal istilah ABG singkatan dari ABRI, Birokrasi dan Golkar. Dengan kata lain, pemimpin-pemimpin Indonesia lahir dari ‘wilayah’ ini. penguasa cenderung ‘tidak menyukai’ adanya Partai Politik. Ya wajarlah kemudian, jika Golkar saat itu hanya disebut ‘golongan’ bukan partai politik. Ada kecenderungan sistem otoritarianisme lahir disana.

Ketiga, Politik Transaksional. Politik inilah yang terbangun dewasa ini. semuanya serba transaksional. Seseorang bisa masuk dalam kabinet setelah ada ‘transaksi;’ kepentingan antara penguasa dengan partai politik. Begitulah pula di level daerah, semuanya juga berlangsung secara transaksional. Wajar kemudian, jika ada kecenderungan PNS ikut terlibat aktif dalam dunia partai politik. Selebihnya khalayak lebih berpikir pragmatis, dan kaum elit juga mengarahkan ekonominya pada sistem kapitalistik.

Mana yang terbaik? Bukan kapasitas saya menentukannya. Saya hanya ingin mengatakan bahwa Pak Prabowo sebagai sosok ideal pemimpin Indonesia kedepan, memahami bahwa bangsa ini butuh ‘rewind’ anak negerinya. Beliau memahami, bahwa negeri ini seolah kehilangan semangat kejayaan. Lebih cenderung memikirkan hal-hal yang pragmatis, tetapi melupakan ‘akar’ bangsa Indonesia. Tak mengherankan jika kemudian, bangsa-bangsa lain yang dulu belajar pada Indonesia, kini balik menjadi negara yang unggul.

Saya amat percaya, bahwa Pak Prabowo telah menanamkan politik ideologi pada negerinya. Pak Prabowo ingin mengembalikan kejayaan itu melalui kesepahaman bersama bahwa ‘mindset’ adalah sesuatu yang perlu dibangun terlebih dahulu. Membangun ‘Jiwa’ kemudian membangun ‘Raga’. Wajarlah kemudian Pak’ Prabowo terus menggaungkan semangat kejayaan melalui simbol-simbol patriotisme. Seperti halnya sapaan ‘Merah Putih’ itu, Revolusi Putih dan Ekonomi Kerakyatan.

Ketika ‘berkunjung’ di DPP Partai Gerindra beberapa waktu lalu, keyakinan saya bertambah, bahwa banyak faksi-faksi lahir, baik dalam bentuk partai maupun organisasi massa menjadikan jargon ‘nasionalisme’ sebagai jargon utamanya. Tetapi tidak ‘sekuat’ partai yang dibesut Pak Prabowo. di sanalah saya menemukan, betapa kuatnya getaran lagu Indonesia Raya ketika dinyanyikan sebagai opening ceremony, di sanalah saya merasakan semangat merah putih begitu tertanam dalam jiwa anak-negeri. Disanalah tampak ‘kesatuan’ dari keaneka ragaman anak bangsa. Di sanalah foto para pahlawan bangsa dipajang besar, seolah menyemangati anak negeri ini. Di sanalah saya merasakan kekuatan betapa besarnya Indonesia di masa depan, dengan semangat nasionalisme yang digaungkan Pak Prabowo.

Sebagai orang non partisan, saya berkesimpulan sedikit subjektif, “Inilah partai masa depan itu, dan Pak Prabowo-lah yang layak memimpin bangsa ini kedepan”. Tetapi jika Anda berpendapat lain, saya hanya ingin berkata, “Buktikan dulu Semangat Merah Putih Anda, jika benar jiwa Anda, jiwa Merah Putih!”

Semoga bermanfaat!
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
comments